Ketua KPPAA: Kejahatan Terhadap Anak Bisa Diminimalisir Jika Hukum Kuat

waktu baca 3 menit
Ketua KWPSI, Azhari (dua dari kiri) melalui Sekjen Muhammad Saman didampingi unsur pengurus lainnya menyerahkan bungong jaroe untuk Prof. Dr. Tgk. H. Muhammad AR, M.Ed selaku narasumber pengajian rutin KWPSI edisi 17 Maret 2021 di Rumoh Aceh Kupi Luwak, kawasan Jeulingke, Banda Aceh. (Foto: Theacehpost.com)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), Prof. Dr. Tgk. H. Muhammad AR, M.Ed optimis kejahatan terhadap anak bisa diminimalisir jika hukum kuat.

“Ya, optimis bisa, dengan catatan hukum kita kuat. Artinya, kalau hukum belum memberikan efek jera, itu bukan hukum namanya,” kata Tgk. Muhammad yang tampil sebagai narasumber pada pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu malam, 17 Maret 2021.

Diakuinya, kasus kejahatan terhadap anak, tak terkecuali di Aceh—misalnya pencabulan, pemerkosaan, dan tindak kejahatan lainnya yang merusak masa depan anak—terus meningkat.

“Hukuman yang dijatuhkan tak memberikan efek jera terhadap pelakunya dan juga tak menimbulkan rasa takut kepada yang lain. Akibatnya kejahatan serupa terus terulang,” tandas Tgk. Muhammad yang juga Direktur Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh dan Ketua Dewan Dakwah Indonesia (DDI) Aceh.

Menanggapi pertanyaan apakah dia optimis berbagai tindak kejahatan terhadap anak bisa diminimalisir—bahkan dilenyapkan—secara tegas Prof. Muhammad mengatakan bisa.

banner 72x960

“Perkuat hukum dan masyarakat juga harus kompak (sepakat) untuk menjatuhkan sanksi berat (hukuman sosial) terhadap pelaku,” tandasnya.

“Makanya saya sangat setuju Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang hukuman pemasangan chip dan kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak meski ada yang menentang karena dianggap melanggar HAM.

Pertanyaannya, apakah pelaku kejahatan seksual saat berbuat demikian juga memikirkan HAM anak yang jadi korban.

“Kesimpulan saya, kalau kita semua sepakat, pasti bisa.Contoh, kenapa sabu merajalela, karena kita nggak kompak. Padahal kalau masyarakat kompak mengejar mafia sabu, termasuk pengedarnya, pasti mereka nggak berani.”

Selain menyikapi kasus kejahatan seksual terhadap anak, Tgk. Muhammad juga menyayangkan sikap orangtua yang terkesan semakin tidak peduli dengan perkembangan anak, termasuk penggunaan ponsel berbasis multimedia.

“Ada gejala semakin melemahnya pengawasan terhadap anak termasuk dalam penggunaan HP. Kalau pun ada pembenaran penggunaan untuk kepentingan pendidikan, namun saya tetap menganggap mudharatnya jauh lebih besar. Setelah jam pelajaran berakhir, siapa yang bisa menjamin anak-anak tidak membuka situs-situs terlarang, dan itu bukan sesuatu yang sulit bagi mereka,” tandas Tgk. Muhammad.

Fenomena di masyarakat sekarang, katanya, ketahanan keluarga semakin rapuh.

Tgk. Muhammad mengimbau semua pihak agar benar-benar serius menyikapi kondisi (kejahatan terhadap anak) yang sudah sangat parah.

“Saya berharap lembaga pengawas kejahatan terhadap anak harus dibentuk sampai ke kecamatan. Kita tidak menginginkan korban terus berjatuhan,” katanya.

Diingatkannya, anak-anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan diperlakukan dengan baik. Sangat wajar jika orangtua yang menyia-nyiakan anak mendapat hukuman berat, apalagi kalau sampai memperkosa anak sendiri.

Jamaah dari ADI

Pengajian rutin KWPSI edisi 17 Maret 2021 agak berbeda dari edisi-edisi sebelumnya.

“Jamaah kita kali ini termasuk rombongan mahasiswa Akademi Dakwah Indonesia (ADI) yang merupakan calon-calon da’i yang sedang mengikuti pendidikan di Markaz Dewan Dakwah Aceh, Gampong Rumpet, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar,” kata Ketua KWPSI, Azhari.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *