Tidak Setia

waktu baca 3 menit
Sulaiman Tripa

SIANG kemarin, saya datang ke tempat biasa. Sepasang suami istri yang menyediakan ikan bakar pinggir jalan. Lokasinya di pinggir kota. Saya sering membeli ikan di sana. Sering bukan berarti setiap hari.

Saya merasa tertarik membeli di sana, antara lain orang yang menjual sangat ceria. Tidak semua penjual mau berinteraksi secara terbuka dengan pembelinya. Padahal kondisi tersebut akan sangat membantu pembeli untuk mengingat tempat-tempat yang menarik. Hal lain karena tempat jual ini lumayan bersih.

Saya sudah membeli di sejumlah tempat, kadang-kadang tidak bisa menghindari melihat ampas-ampas yang tidak dibersihkan dengan baik. Bukan hanya tempat ini saja sebenarnya. Sejumlah tempat makan pun saya melihat kondisi tidak bersih ini.

Melihat di depan, bisa jadi tidak masalah. Penataan makanan dilakukan dengan bagus. Begitu kita ke belakang, misalnya saat menumpang ke kamar mandi, hal-hal yang tidak semestinya beberapa kali saya lihat. Bekas-bekas ikan dan sayuran dibuang begitu saja. Jorok. Bekas-bekas masak yang tidak dibuang ke tempat yang semestinya.

Terkait dengan kondisi ini, seorang guru saya pernah mengingatkan dengan bahasa yang sederhana. Tentu konteksnya tidak serius. Katanya, jika sedang makan, jangan coba-coba ke belakang, karena tidak semua tempat makan akan sesuai antara depan dan belakang. Kondisi yang sesuai harapan tidak selalu dijaga oleh semua para penjual.

banner 72x960

Bersih yang semacam ini saya sukai dari tempat yang saya beli ikan bakar. Setiap pagi, suaminya pergi ke pasar. Menelusuri ikan yang akan dibeli. Saya tanya bagaimana ia beli. Ia akan mencari ikan-ikan yang tidak terlalu besar. Dengan ukuran yang standar, ia bisa mengatur harga. Alasan ini yang membuat harga di sini lebih stabil.

Di tempat ini banyak jenis ikan. Ia mencampur. Tidak hanya tuna dan tongkol. Ia juga menyediakan sejumlah jenis lain yang disukai orang, namun dengan harga yang bisa dijangkau. Sejumlah jenis ikan karang. Beberapa kali saya merasakan harga ini yang agak ganjil. Harga yang seperti melonjak, padahal harga normal ikan sedang biasa-biasa saja.

Saya merasakan kemudian, jenis kendaraan yang saya pakai. Saya merasakan betapa orang tidak bisa menjaga diri untuk menetapkan harga yang selalu standar.

Seharusnya dalam pemahaman orang-orang dagang, para pelanggan adalah raja. Tidak hanya dagang. Mereka yang menggantungkan pendapatannya dari sektor jasa, akan menganggap pelanggan sebagai pihak utama. Tanpa pelanggan, pelan-pelan akan menghancurkan mereka. Tidak mengherankan sejumlah tempat yang menggantungkan diri pada pelanggan, kehadiran pelanggan akan disambut khusus.

Orang Aceh akan menyebutnya dengan kata rezeki. Sudah rezeki dia. Ketika satu tempat tiba-tiba dikunjungi ramai pelanggan. Orang yang merasakan semuanya dari pelanggan, maka hal yang dilakukan adalah setia menjaga apa yang dibutuhkan sekaligus diinginkan oleh pelanggannya. Tantangan ini yang tidak semua mampu dijaga dengan baik oleh para penjual. Mereka sering tersadar saat semua sudah berlangsung sebaliknya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

Sudah ditampilkan semua