Pemerintah Cabut Ratusan Izin HGU, Ini Catatan Walhi Aceh

waktu baca 3 menit
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin. [Dok. Walhi]

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyambut baik sikap pemerintah mencabut 192 izin kehutanan, 137 izin Hak Guna Usaha  dan 2.078 IUP Pertambangan.

Menurutnya ini jadi momentum penting untuk penyelesaian konflik agraria dalam upaya pemulihan lingkungan. Namun dengan catatan, tidak semua izin dicabut, khususnya di Aceh.

Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, dalam siaran persnya pada Rabu, 12 Januari 2022 lalu mengatakan, dari 11 izin kehutanan di Aceh yang masuk dalam daftar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bernomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan tersebut, baru terealisasi untuk satu izin.

Ia menerangkan, dari 192 izin yang masuk dalam daftar tersebut di seluruh Indonesia, 11 izin berada di Provinsi Aceh. Satu izin telah dicabut, selebihnya masih dalam proses pencabutan dan juga ada yang masih berada dalam tahap evaluasi.

“Yang harus dipahami tidak semua izin itu sudah dicabut. Tapi yang sudah dicabut hanya satu di Aceh yaitu PT Gunung Raya Utama Timber Industries,” sebut Shalihin.

banner 72x960

Menurutnya, ada kemungkinan 10 izin di Aceh ini diaktifkan kembali tergantung hasil evaluasi yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Perizinan Konsesi, Penertiban dan Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.

“Tentunya ini perlu kita awasi bersama, jangan sampai 10 izin tersebut kembali beroperasi,” tegasnya.

Kendati demikian, Walhi Aceh menilai keputusan itu momentum penting upaya perluasan wilayah kelola rakyat, penyelesaian konflik agraria, dan yang lebih penting, pemulihan lingkungan yang ditinggalkan oleh pemegang izin.

Keputusan ini diharapkan tidak serta merta menghilangkan kewajiban pemegang izin atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitasnya. Karenanya hal tersebut perlu dibarengi moratorium izin pertambangan, kehutanan dan perkebunan. Pemerintah juga harus melakukan evaluasi terhadap lahan atau kawasan yang dicabut izinnya.

“Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui mana lahan atau kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat, mana yang harus dipulihkan  dan mana yang dikelola oleh negara,” tegasnya.

Shalihin juga meminta pemerintah tidak terburu-buru menerbitkan izin baru, sebelum proses evaluasi menyeluruh dilakukan. Karena upaya perbaikan tata kelola ini dilakukan untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan dan kerusakan lingkungan.

Walhi Aceh bahkan juga mempertanyakan, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Mandum Payah Tamita dan PT Rencong Pulp and Paper Industri yang tidak masuk dalam daftar pencabutan izin konsesi tersebut.

Padahal berdasarkan monitoring, kedua perusahaan itu kini terlantar dan banyak ditemukan aktivitas ilegal dalam konsesinya. Menurutnya, hal ini tidak seharusnya terjadi.

“Harusnya ini juga harus masuk ke dalam daftar tersebut, ini patut dipertanyakan,” ungkapnya.

Walhi juga menyoroti hanya izin konsesi kehutanan saja yang dapat diakses datanya oleh publik. Sedangkan izin pertambangan dan hak guna usaha masih belum bisa diakses.

“Ini patut dipertanyakan, kenapa hanya kehutanan yang dapat diakses, sedangkan pertambangan dan HGU tidak dapat di akses,” tutupnya.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *