DPRA ke Peserta Lemhannas RI: Implementasi UUPA Masih Terkendala

waktu baca 2 menit
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menerima kunjungan peserta Study Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIII tahun 2022 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Gedung Serbaguna DPRA, Selasa, 5 April 2022. (Foto: Humas DPRA)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menerima kunjungan peserta Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIII tahun 2022 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Selasa, 5 April 2022.

Rombongan PPRA Lemhannas disambut Plt Ketua DPRA, Safaruddin bersama dua wakil ketua, Dalimi dan Hendra Budian. Hadir juga para ketua fraksi serta pimpinan komisi, badan legislasi (Banleg), dan badan kehormatan dewan (BKD).

Dalam pertemuan tersebut, rombongan PPRA Lemhannas yang dipimpin Irjen Pol Drs Triyono Basuki Pujono MSI, lebih mendengarkan paparan DPRA terkait tata kelola pembangunan Aceh selama ini.

Plt Ketua DPRA, Safaruddin, menyampaikan bahwa Aceh sudah 16 tahun menikmati perdamaian dan terus berkomitmen memelihara perdamaian dalam bingkai NKRI.

Meski sudah 16 tahun damai, tambah Safaruddin, namun masih ada 9 Peraturan Pemerintah (PP), 3 Peraturan Presiden (Perpres), 59 qanun (peraturan daerah) turunan dari UUPA (Undang-Undang Pemerintah Aceh) yang sampai saat ini belum sepenuhnya tuntas ditetapkan menjadi regulasi.

banner 72x960

“Ini merupakan kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Aceh dalam mengimplementasikan amanah dari UUPA dan butir-butir yang termuat dalam MoU Helsinki,” ungkap Safaruddin di Gedung Serbaguna DPRA, Banda Aceh.

Politisi Partai Gerindra itu melanjutkan, pengesahan rancangan qanun Aceh juga kerap mengalami kendala yang sangat signifikan.

Terutama mengenai pengaturan yang berkaitan dengan keistimewaan dan kekhususan, karena selalu berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Belum lagi dengan adanya ketentuan yang mengharuskan setiap produk hukum daerah harus memperoleh hasil fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri sebelum disahkan menjadi peraturan daerah,” sebutnya.

Dalam kesempatan itu, Safaruddin juga menyampaikan 10 kewenangan kekhususan yang dimiliki Aceh sebagaimana diatur dalam UUPA.

Mulai dari kewenangan untuk meminta konsultasi dan memberikan pertimbangan atas persetujuan internasional dan pembentukan undang-undang yang berkaitan langsung dengan Aceh, hingga pengaturan dana otonomi khusus (Otsus). []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *