Terima Masukan Soal Revisi Tata Ruang, Ini Catatan Walhi Aceh

waktu baca 2 menit
Workshop membahas berbagai input dan peluang strategis pembangunan daerah untuk mendorong percepatan revisi tata ruang Aceh, di Hotel Parkside Gayo Petro, Takengon, Kamis 16 Desember 2021. [Dok. Walhi]

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menegaskan akan terus mengadvokasi upaya revisi Qanun Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRW) Tahun 2013 – 2033.

“Secara substansial, qanun ini jelas masih bermasalah,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, M Nur dalam workshop menjaring masukan soal percepatan revisi tata ruang Aceh, di Takengon, Kamis 16 Desember 2021.

Sejumlah masalah dalam tata ruang ini pula yang menurutnya telah menyebabkan munculnya beragam persoalan lingkungan hidup di Aceh. Karena itu, baginya penting terus melakukan advokasi, tidak hanya dilakukan secara litigasi.

“Namun juga non litigasi terus dilakukan sebagai bentuk kontribusi pemikiran positif dari masyarakat sipil yang ada di Aceh. Mulai dari menyusun kertas kebijakan, rancangan qanun versi masyarakat sipil, dan berbagai pemikiran positif tersampaikan dalam setiap agenda pembangunan di Aceh,” tambahnya.

Dalam workshop ini, pihaknya turut mengundang sejumlah bupati dan wali kota. Selain itu juga hadir Kabid Tata Ruang PUPR Aceh, Kantor Staf Kepresidenan, dan Kementerian ATR/BPN.

banner 72x960

Walhi juga mengundang BKSDA Aceh, DLHK Aceh, dan Ikatan Ahli Perencanaan sebagai penanggap dalam diskusi. Sedangkan peserta diundang dari unsur LSM, media, Dinas PUPR, OKP, mahasiswa, dan masyarakat dampingan WALHI Aceh, dengan total peserta 100 orang.

Dalam kegiatan ini, Walhi menerima sejumlah catatan penting soal tata ruang Aceh. Antara lain, parahnya krisis ruang budi daya, terutama wilayah kelola rakyat di kabupaten/kota yang diapit oleh kawasan hutan dan konservasi.

Para peserta juga menyoroti pentingnya peninjauan kembali peruntukan kawasan hutan yang di dalamnya ada fasilitas umum, sosial, dan pemukiman penduduk.

Selain itu, upaya revisi tata ruang juga butuh pelibatan para pemangku kepentingan, baik unsur pemerintah kabupaten kota, akademisi, masyarakat sipil, dan elemen lainnya.

Kata M Nur, semangat revisi juga harus mengedepankan prinsip berkeadilan dan pembangunan berkelanjutan.

“Forum ini juga sepakat perlunya memastikan semua kawasan strategis nasional tertampung dalam revisi,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *