Pengesahan UU Kesehatan Dinilai Tergesa-gesa dan Tak Melibatkan Nakes

waktu baca 3 menit
Pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023. (Foto: Antara Foto).

Theacehpost.com | JAKARTA –  Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) sesalkan proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan tak melibatkan tenaga kesehatan (nakes).

Sebagaimana diketahui, Rancangan Undang-undang Kesehatan telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam rapat paripurna di Jakarta, Jumat 7 Juli 2023.

“Kurang mengajak harusnya stakeholder dalam hal ini tim kesehatan dilibatkan aktif tidak sekadar dimintai pernyataan saja. Ini tak proporsional, dan dampaknya akan dirasakan dokter karena mereka pelaksana sistem kesehatan nasional dalam UU baru ini,” kata dr Niam seperti dilansir NU Online, Rabu 12 Juli 2023.

“DPR mengundang orang-orang di luar IDI, dicari yang tidak sepemikiran dan diajak diskusi banyak sehingga mereka mengatakan menerima masukan dari masyarakat padahal senyatanya tidak,” bebernya.

Pihaknya juga menyayangkan penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan yang tergesa-gesa. Kebijakan seperti ini semacam lokomotif karena dijalankan dengan cepat.

banner 72x960

“Kita tidak bisa memberikan komentar yang utuh karena tidak ada keterbukaan dari pemerintah maupun DPR tentang hasilnya. Apakah sudah direvisi atau belum,” jelasnya.

Dokter Niam mengatakan, salah satu poin pada UU Kesehatan yang dipersoalkan adalah memberikan hak istimewa kepada tenaga kesehatan asing. Misalnya, upaya menghadirkan layanan pengobatan yang presisi bagi masyarakat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi meluncurkan Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi).

“Saya rasa semua sepakat, BGSI yang didirikan Kemenkes menggantikan lembaga Eijkman bahkan peralatan dan analisis disediakan oleh vendor dari asing. Ini sangat berisiko ketika mengadakan rekayasa genetik untuk menghancurkan Indonesia. Itu yang kita tidak mau,” ungkapnya.

Pasal lain yang dipersoalkan yakni menyamakan pengelompokan hasil tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 154 ayat (3) draf RUU Kesehatan.

Bunyi pasal tersebut yakninakotika, psikotropika, minuman beralkohol, hasil tembakau, dan hasil pengalohan zat adiktif lainnya dikelompokkan dan dilabeli sebagai zat adiktif yang penggunannya dapat menimbulkan kerugian bagi individu maupun masyarakat.

“Secara umum ada pasal yang baik, tidak mungkin semua rancangan itu merugikan masyarakat pasti ada banyak yang bermanfaat masyarakat. Tetapi kita menyadari, NU saja tidak bisa menerima disahkan RUU Kesehatan karena ada pasal yang menyamakan rokok dengan bahan narkotika. Itu sudah dibahas LBM,” tandasnya.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menepis anggapan bahwa pemerintah tidak melakukan partisipasi publik dalam menyusun RUU Kesehatan. Kemenkes mengklaim telah melakukan 115 kegiatan partisipasi publik baik secara daring ataupun luring pada Maret 2023.

Partisipasi publik tersebut, kata Syahril, melibatkan 1.200 stakeholders dan diklaim telah dihadiri oleh 72.000 peserta. “Jadi tidak benar kalau kita partisipasi publik kurang,” kata Syahril.

Sebelumnya, draf RUU Kesehatan Omnibus Law ini telah disahkan oleh DPR pada rapat paripurna 14 Februari 2023 yang lalu. Sebanyak 478 pasal yang berisi aturan terkait perlindungan hukum tenaga kesehatan. DPR RI berdalih pengesahan RUU Kesehatan ini untuk memperbaiki perlindungan hukum bagi Nakes yang dinilai belum maksimal.

Isi Lengkap RUU Kesehatan yang Disahkan DPR RI 

Mengutip laman kemkes.go.id, berikut isi lengkap RUU Kesehatan yang telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang:

  1. Dari fokus mengobati menjadi mencegah.
  2. Dari akses layanan kesehatan susah menjadi mudah
  3. Dari industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri menjadi mandiri dari dalam negeri
  4. Dari sistem kesehatan yang rentan di masa wabah menjadi tangguh menghadapi bencana
  5. Dari pembiayaan yang tidak efisien menjadi transparan dan efektif
  6. Dari tenaga kesehatan yang kurang cukup dan merata
  7. Dari perizinan yang rumit dan lama menjadi cepat, mudah, dan sederhana
  8. Dari tenaga kesehatan yang rentan kriminalisasi menjadi dilindungi secara khusus
  9. Dari sistem informasi yang terfragmentasi menjadi terintegrasi
  10. Dari teknologi kesehatan yang tertinggal menjadi terdepan.[]
Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *