Lima Wasiat Akmal Ibrahim untuk Bupati Abdya Selanjutnya

waktu baca 4 menit
Bupati Aceh Barat Daya, Akmal Ibrahim (kiri) menjadi narasumber pada acara seminar "Abdya Berwasiat Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan" yang digelar di Gedung DPRK Abdya, Senin, 30 Mei 2022. (Foto: Robbi Sugara/Theacehpost.com)

Theacehpost.com | BLANGPIDIE – Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim, menyampaikan wasiatnya menjelang masa jabatannya berakhir atau sekitar dua bulan setengah lagi.

Ada lima wasiat yang disampaikan oleh Akmal dalam acara “Seminar Abdya Berwasiat Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan”. Kegiatan itu berlangsung di Gedung DPRK Abdya, Senin, 30 Mei 2022.

“Kelima hal yang dianggap penting untuk dilanjutkan oleh bupati ke depannya yaitu persoalan Pelabuhan Surin, fokus pertanian, manajemen kepegawaian, pengelolaan sistem keuangan, dan soal Jalan 30 yang dikaitkan bagaimana Blangpidie tidak menjadi kota tua,” ungkapnya.

“Nah, kelima hal ini sangat tergantung kepada bupati selanjutnya dan tergantung juga dari masukan tokoh-tokoh serta para SKPK,” kata Akmal menambahkan.

Soal Pelabuhan Surin, Akmal menilai Aceh tidak memiliki laut dalam yang berkapasitas sebagai pelabuhan internasional. Rata-rata, kata dia, laut di Aceh dangkal.

banner 72x960

Dia mencontohkan, seperti di Nagan Raya, Calang atau di Meulaboh. Di kawasan tersebut, untuk membuat dermaga harus sejuah 8 km dan itu baru mendapatkan keadalaman 30 meter.

“Kalau di Surin, 100 meter saja buat dermaga sudah dapat kedalaman 30-40 meter. Layak menjadi pelabuhan internasional, persoalannya pemerintah pusat dan provinsi tidak mengetahui itu, kita pun tidak intens mempromosikannya,” katanya.

Akmal menambahkan, Pelabuhan Krueng Geukeuh di Aceh Utara saat ini merupakan pelabuhan terbesar di Aceh. Tapi kedalamannya hanya 15 meter ke bawah, kapasitasnya hanya 5-6 ribu ton. Sedangkan Pelabuhan Meulaboh dan Malahayati kapasitasnya 3 ribu ton, serta Tapak Tuan 1.500 ton.

“Hanya Surin satu-satunya laut dalam di Aceh yang bisa berkapasitas di atas 50 ribu ton. Jadi Surin ini adalah masa depan, maka perlu kita memikirkan terkait masalah ini siapa pun bupatinya ke depan,” harapnya.

Kedua persoalan pertanian. Akmal memberikan gambaran bahwa Abdya tidak memiliki hasil tambang.

“Syukur kita tidak punya batu bara, emas dan perak. Karena, di mana ada sumber ekonomi besar di situ ada konflik,” kata Akmal.

Makanya, lanjut Akmal, dia lebih memilih sektor pertanian. Dia lebih senang warganya hidup dengan damai dan berkelanjutan.

“Rakyat saya itu petani, dan petani itu bisa dilakukan oleh orang buta huruf, orang cacat, orang cerdas, dan orang sehat. Maka, pemerintah harus mendukung pertanian karena bisnis yang paling tinggi keuntungannya itu adalah pertanian,” jelasnya.

Menurutnya, saat ini di Abdya ada beberapa komoditas pertanian yang didorong untuk dikelola oleh masyarakat, di antaranya kelapa sawit, jengkol, pinang betara, dan Padi.

“Siapa pun bupatinya ke depan, diharapkan nantinya sektor pertanian mendapatkan perhatian besar,” pintanya.

Suasana seminar “Abdya Berwasiat Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan” yang digelar di Gedung DPRK Abdya, Senin, 30 Mei 2022. (Foto: Robbi Sugara/Theacehpost.com)

Ketiga, soal Jalan 30. Ia berharap kawasan Blangpidie tidak menjadi ‘kota mati’.

“Jalan 30 (Tiga Puluh) itu kita set melewati kota, kita jadikan Blangpidie ini sebagai kota lintas. Karena, suka tidak suka, Jalan 30 itu nanti akan menjadi trans Sumatra. Sehingga nanti kalau ada perluasan jalan tidak akan banyak lagi persoalan yang harus diselesaikan,” ucapnya.

Keempat, soal membangun disiplin keuangan. Akmal menjelaskan, ketika ia dilantik pada tahun 2017 sebagai bupati periode kedua, ia pernah menyampaikan ke DPRK bahwa dirinta tidak mau meninggalkan beban sedikit pun ketika periodenya habis.

“Bagaimana caranya? Komunikasi dengan semua pengambil keputusan. Intinya adalah bagaimana kita tidak melanggar prinsip-prinsip keuangan. Kabupaten tetangga kita sudah dua tahun gagal bayar, begitu juga kabupaten kota lainnya di Aceh, tapi Abdya alhamdulillah aman, kenapa? Karena disiplin keuangan yang tinggi. Jadi harapan saya, ke depan disiplin keuangan ini jangan dijebolkan,” pintanya.

Akmal menjelaskan, ketika hampir seluruh daerah di Aceh menghentikan atau mengurangi honorer, tapi Abdya tidak. Pasalnya, keuangan Abdya sehat atau tidak punya hutang.

“Jadi siapa pun terpilih jadi Bupati kedepan, ia tidak meninggalkan hutang,” ujarnya.

Yang terakhir, pengelolaan pegawai. Katanya, di Abdya SDM tidak banyak, pilihannya sedikit, kerja birokrasi pun tidak rumit.

“Bagaimana caranya? Pertahankan jumlah pegawai, hingga tidak menjadi beban APBD. Maka saya mohon maaf, karena kebijakan saya selama ini, kalau ada yang minta pindah ke Abdya harus ada yang keluar supaya tidak membebani keuangan,” pungkasnya. (Adv)

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *