Kakanwil Kemenag Aceh Bela Menag Yaqut Soal Aturan Sepiker Masjid

waktu baca 3 menit
Kakanwil Kemenag Aceh, Dr H Iqbal SAg Mag.(Foto: Humas Kemenag Aceh)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Aceh, Dr H Iqbal SAg MAg mengatakan Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 hanya berisi pengaturan agar tertib dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.

Ia menilai, Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas tidak melarang penggunaan pengeras suara, namun hanya mengatur agar tertib dalam penggunaannya.

“Terkait pemberitaan media yang menyebutkan Menag membandingkan toa masjid dengan gonggongan anjing, tidaklah benar dan terlalu hiperbola,” kata Iqbal dalam siaran pers, Jumat, 25 Februari 2022.

“Coba sama-sama kita dengar dan simak kembali yang disampaikan Gus Menteri, hanya membuat tamsilan saja. Tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing. Ia hanya memberikan contoh tentang cara menjaga suasana kekeluargaan dan keharmonisan masyarakat,” katanya.

Menurutnya, jika penggunaan pengeras suara digunakan bukan pada tempatnya, apalagi digunakan oleh orang yang tidak tepat pasti  mengganggu kenyamanan dan persaudaraan.

banner 72x960

Baca juga: Dek Gam Minta Masyarakat Aceh Abaikan Surat Edaran Menag

Ia berharap semua pihak untuk tidak salah memahami pernyataan pimpinannya itu, apalagi terprovokasi dengan berita-berita yang sebenarnya belum tentu benar.

“Saat itu Menag menjelaskan soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid dan musala menggunakan toa, tidak. Silakan, karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam,” kata Iqbal.

“Tetapi, ini harus diatur bagaimana volume speaker toanya tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan sepiker itu, sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan sepiker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan,” jelasnya.

Baca juga: Pimpinan DPRA dan DPRK Banda Aceh Kecam Menag: Kurang Ide dan Bikin Gaduh

Aturan  tersebut, kata dia, dibuat untuk tetap menjaga kemaslahatan dan penuh pertimbangan, serta untuk kepentingan bersama dan tanpa berlebihan.

“Kita juga tahu, saat ini begitu banyak masjid dan musala yang dibangun berdekatan, kalau semua suara di waktu bersamaan muncul, dimungkinkan tidak fokus terhadap yang disampaikan. Cuma mengenai pengaturan waktu yang diatur dalam SE tersebut supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya.

Iqbal menjelaskan, dikeluarkannya SE tersebut supaya umat menjaga ukhuwah sesama, bersikap toleransi, membangun harmonisasi dan kerukunan antar umat agar terawat dengan baik.

Ia mengajak masyarakat untuk berpikir positif dan tabayun terhadap informasi yang diterima, sehingga tidak memunculkan stigma yang tidak jelas dan belum tentu valid kebenarannya.

Ia mengatakan, pengaturan pengeras volume suara di masjid dan musala dan tempat beribadah lain sesungguhnya bukan hal yang baru.

Sebelumnya telah diatur oleh Kemenag sejak masa orde baru, yang diatur dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala. []

Baca juga: “Menag Yaqut Harus Minta Maaf kepada Umat Islam”

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *