LBH-JKA Sarankan Pemkab Tetapkan Aceh Selatan Jadi Wilayah Pertambangan Rakyat

waktu baca 3 menit
Direktur LBH-JKA, Muhammad Nasir SH . (Foto: IST)

Theacehpost.com | TAPAKTUAN – Lembaga Bantuan Hukum Jendela Keadilan Aceh (LBH-JKA) menyarankan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan segera menetapkan daerahnya menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Direktur LBH-JKA, Muhammad Nasir SH menjelaskan, permintaan itu memiliki tujuan agar para penambang tradisional yang kian menjamur di Aceh Selatan bisa beroperasi secara legal.

“Jika telah memenuhi kriteria, maka wilayah tersebut ditetapkan menjadi WPR oleh bupati/wali kota setempat setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK). Penetapan WPR disampaikan secara tertulis oleh bupati/wali kota kepada menteri dan gubernur,” jelas Nasir dalam rilisnya kepada Theacehpost.com, Rabu, 7 April 2021.

Menurutnya, penetapan WPR itu penting untuk menjawab persoalan yang dihadapi para penambang tradisional.

Pasalnya, tanpa adanya penetapan WPR, maka para penambang tradisional tidak bisa memperoleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

banner 72x960

“IPR itu diperoleh setelah penetapan WPR. IPR ini sendiri merupakan izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas,” kata Nasir.

Oleh karena itu, setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR baru dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR. IPR ini diberikan untuk jangka waktu paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang.

“Untuk memperoleh IPR pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada bupati/walikota. Jadi masyarakat tidak terlalu rumit dan tidak memerlukan biaya besar untuk mengurus izin pertambangan lainnya,” sebutnya.

Kata Nasir, kini kewenangan memberikan izin berada di pemerintah pusat dengan Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2020.

Namun, dengan adanya penetapan WPR itu, penambang tradisional sudah bisa legal melakukan usaha pertambangan rakyat dengan adanya IPR dari kepala daerah setempat.

“Kendati demikian, pemerintah juga harus menyusun aturan pengolahan dan pemurnian tambang oleh rakyat. Untuk menyusun dan merealisasi aturan itu juga tentunya harus kita legalkan dulu usaha pertambangan rakyat di Aceh Selatan dengan dasar penetapan WPR itu tadi,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, usaha tambang tradisional kian marak digarap oleh masyarakat di beberapa wilayah dalam Kabupaten Aceh Selatan.

Bukan hanya menelan korban jiwa, bahkan beberapa pelaku penambang tradisional juga terpaksa harus berurusan dengan pihak berwajib, seperti kasus di kawasan Gunung Rotan, Kecamatan Labuhan Haji Timur, beberapa waktu lalu.

“Kasusnya karena usaha pertambangan mereka tidak memiliki izin. Saat ini LBH-JKA menjadi kuasa hukum, karena mereka tergolong tak mampu secara finansial,” paparnya.

Guna menjawab persoalan yang dihadapi para penambang tradisional, LBH-JKA mendesak Pemkab segera menetapkan WPR di Aceh Selatan.

“Selain aktivitas penambangan tradisional yang kian menjamur di beberapa wilayah di Aceh Selatan ini bisa beroperasi secara legal, Dinas Lingkungan Hidup juga bisa melakukan pembinaan terhadap penambang terkait bagaimana cara pengolahan hasil tambang tradisional dengan aman dan terhindar dari bahaya bahan kimia,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *