Kopi dan Para Sufi

waktu baca 4 menit
Proses pembuatan kopi pada acara Sufi Coffee Festival di Dayah Sufi Muda Bener Meriah yang digelar 11-13 November 2022.

Theacehpost.com | BENER MERIAH – Dayah Sufi Muda Bener Meriah menggelar Sufi Coffee Festival 11-13 November 2022. Kegiatan tersebut dihadiri ribuan orang dari berbagai provinsi di Indonesia dan mancanegara. Mereka jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah murid dari Abuya Sayyidi Sykeh Ahmad Sufi Muda.

Mereka sudah tiba di lokasi acara pada 10 November, dan bermalam di dekat lokasi acara dengan memasang tenda. Selain festival kopi, juga tawajuh bersama, kuliah alam, makan bersama, dan malam amal untuk korban banjir Aceh Tamiang.

Dalam festival akbar ini, peserta dibagi ke dalam tujuh kontingen. Semuanya menampilkan dan menyuguhkan racikan kopi terbaik dengan varian yang tidak terbatas. Racikan kopi ini diperlombakan. Penyaji kopi dengan cita rasa terbaik tampil sebagai pemenang.

Namun, bukan hanya cita rasa kopi yang ditampilkan dan diperlombakan, tetapi juga kuliner tradisional, kuliner khas dari masing–masing wilayah di Aceh dan nusantara, kue dan makanan tradisonal yang diolah dan dimasak langsung di lokasi acara, seperti kuah tuhee, adee, gutel, lepat, apam, keukarah, buleukat boh drien, cagruek, timphan, leupek, museukat, dan berbagai makanan tradisional lainnya.

Sayyid Muniruddin Ali, selaku Program Director Sufi Coffee Festival, mengatakan, kopi memang identik dengan sufi. “Sufilah yang memperkenalkan dan mempopulerkan kopi keseluruh dunia, dibuatnya festival ini terkait dengan itu. Kisah kopi itu identik dengan sufi, dimulai dari kisah seorang sufi yaitu Syaikh Abul Hasan As-Syadzili, beliaulah sufi penemu biji kopi pertama,” jelasnya.

banner 72x960

Sayyid Muniruddin menceritakan, pada suatu malam, dalam perjalanan uzlah (mengasingkan diri untuk berzikir), Syaikh Abul Hasan As-Syadzili (1197-1258) yang berusaha menghindari binatang buas, naik ke sebuah batang pohon. Di pohon itu dia menemukan biji-bijian tumbuh. Anehnya, rasa kantuknya hilang setelah ia memakannya.

Besoknya, dia membawa biji-bijian itu sebagai makanan penghilang rasa kantuk sepanjang jalan. Setelah kering, biji itu ia panggang dengan api dan sajikan dengan minuman. Itulah kopi yang untuk pertama kali tersajikan secara sempurna dan menjadi minuman para sufi.

Kata ‘kopi’ sendiri awalnya berasal dari Bahasa Arab yaitu qahwa, yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. QAF adalah “quut” (makanan). HA adalah “huda” (petunjuk). WAWU adalah “wud” (cinta). HA adalah “hiyam” (pengusir rasa kantuk). Itulah QAHWAH, coffee, kopi.

Kemudian, dari Yaman, melalui para sufi, pelancong, peziarah, pedagang, yang turut serta membawa ajaran Islam, keharuman kopi kemudian merebak ke seluruh dunia, menuju benua biru Eropa, Amerika, dan ke negeri Indonesia, sehingga akhirnya mendunia

Lanjut Sayyid Muniruddin, menurut sejarawan William H Uker dalam magnum opus-nya, All About Coffee (1922), kata ‘kopi’ mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an. Kata tersebut diadaptasi dari bahasa Arab, qahwa, melalui lisan Turki, kahveh. Dari istilah Arab ini lantas lahir kata ‘koffie’ dalam bahasa Belanda, café dalam bahasa Perancis, caffè dalam bahasa Italia, coffee dalam bahasa Inggris, kia-fey dalam bahasa Cina, kehi dalam bahasa Jepang, dan kawa dalam bahasa melayu,

“Karena kopi ini dipoplulerkan pertama sekali oleh para sufi, maka kopi itu punya nilai spiritualitas yang tinggi. Kopi itu energi bagi para sufi untuk berzikir intensif kepada Rabb-Nya, kopi ini juga punya nilai sosial yang tinggi yaitu persaudaraan, silaturahmi, dan kekompakan,” terang Sayyid Muniruddin, yang juga salah seorang Presidium KAHMI Aceh, trainer nasional, dan penulis buku Bintang Arasy dari Timur.

Rosmanidar yang akrab disapa Mak Lombok, seorang peserta yang datang dari Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat dan juga Abi Sanusi yang datang dari Bangka Belitung, mengatakan, sangat senang sekali bisa hadir dan ikut serta dalam festival kopi para sufi ini. Mereka mengaku mendapatkan banyak sekali pengalaman berharga dari acara tersebut.

“Kami mendapatkan semuanya sekaligus, pengalaman spiritual, kepuasan rohani, batiniah melalui tawajuh, kepuasan intelektual dan pengetahuan baru melalui kuliah alam dan juga persaudaraan, kegembiraan yang sangat natural dan alami sekali melalui acara festival kopi,” ujar Abi Sanusi.

Acara Sufi Coffee Festival ini akan diadakan setiap tahun. Menurut Sayyid Muniruddin, tahun depan tidak tertutup kemungkinan akan dihadiri oleh puuhan ribu, bahkan ratusan ribu peserta. “Kali ini festival ini kita adakan di Aceh, dan tahun depan bisa jadi festival kopi ini akan kita adakan di London,” tutup Sayid Muniruddin. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *