Kisah Gambit, Eks Kombatan GAM Kini Memimpin Pasukan RAPI

waktu baca 6 menit
Kolase foto Gambit ketika masih terlibat dalam berbagai aksi bersenjata—termasuk satu dokumen foto yang digandeng dengan Din Minimi. Kini Gambit bergabung dengan organisasi RAPI Aceh Timur yang banyak terlibat dalam kegiatan sosial kemanusiaan, dan terus aktif membangun sinergitas dengan berbagai pihak, tak terkecuali dengan TNI dan Polri. (Sumber foto: media, dokumen pribadi, dokumen RAPI)


KESEPAKATAN
Helsinki yang dikenal dengan MoU Helsinki berupa penandatangan nota kesepahaman (damai) antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada 15 Agustus 2005 tidak lepas dari sejarah panjang pergolakan di Aceh. Bicara GAM, tentu tak bisa dikesampingkan yang namanya kombatan atau pejuang yang terlibat dalam konflik bersenjata berkepanjangan di Serambi Mekah. Dari 3.000-an eks kombatan GAM, salah seorang di antaranya bernama Syukriadi Abubakar yang dikenal dengan nama Gambit, berdomisili di wilayah Aceh Timur. Ketika damai Aceh berusia 6 tahun, tapatnya pada 2011, Gambit melakukan serangkaian penyerangan bersenjata terhadap orang-orang yang menurutnya telah mengkhianati perjuangan. Aksi Gambit terus berlanjut hingga akhirnya dia ditangkap oleh tim gabungan Polres Aceh Timur dan Polda Aceh pada Kamis dini hari,  2 Juli 2015 di rumahnya, Desa Alue Bu, Peureulak Barat, Aceh Timur. Menurut polisi, Gambit dikejar karena terlibat serangkaian tindak kriminalitas termasuk menghentikan proyek pembangunan jalan di Aceh Timur. “Saya menjalani hukuman selama 1,6 tahun. Setelah bebas, saya ingin terus berjuang, namun melalui jalur berbeda, sebagai pekerja sosial yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain, karena kalau saya sedekah uang, kemampuan saya terbatas,” ujar Gambit mengawali wawancara khusus dengan Theacehpost.com melalui telepon pada Jumat malam, 13 Agustus 2021. Sejumlah data pendukung lainnya terkait Gambit juga disampaikan oleh Sekretaris RAPI Aceh Timur, Ibnu Hajad/JZ01DRC. Kisah Gambit diharapkan menjadi kado damai Aceh yang telah memasuki tahun ke-16 pada 15 Agustus 2021. Semoga.

Ketika wawancara dengan Theacehpost.com, Gambit sepertinya tidak terlalu tertarik untuk mengingat masa lalunya.

“Saya nggak terlalu ingat tanggal dan tahun saya ditangkap. Tetapi bisa dilihat di berbagai media, pasti ada,” ujar Gambit yang terkesan sangat menikmati dunianya sekarang, sebagai Komandan Satuan Tugas Komunikasi (Dansatgaskom) Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Wilayah Aceh Timur.

Seperti dikatakan Gambit, pemberitaan tentang sepak terjangnya ketika terlibat aksi bersenjata sejak 2011 tak luput dari liputan berbagai media dan itu terekam sebagai jejak digital.

Mengutip yang diberitakan tempo.co, nama Gambit mencuat pada 2011.

banner 72x960

Bersama beberapa mantan kombatan GAM dia melakukan serangkaian aksi kriminal bersenjata di Aceh Timur. Gambit mengaku melakukan semua  itu atas inisiatif sendiri.

Ia mengaku kecewa karena teman-temannya sesama eks GAM mulai lupa (tujuan perjuangan).

“Saya hanya memberi peringatan kepada teman-teman mantan GAM agar tidak lupa kepada rakyatnya,” ujar Gambit saat itu.

Rangkaian aksi kekerasan bersenjata yang dilakukan kelompok Gambit membuat dia menjadi orang paling diburu oleh polisi Aceh Timur.

Namun aparat kesulitan menangkap karena Gambit sering dilindungi oleh komunitas masyarakat setempat.

‘Gerakan’ Gambit juga didukung sesama bekas kombatan yang tak beruntung secara ekonomi.

Gambit mengisahkan awal ia memutuskan untuk mengangkat senjata.

Dengan wajah sedih ia menceritakan tentang kondisi kakinya yang membiru akibat pembengkakan karena masih ada peluru yang bersarang sejak era konflik bersenjata dulu.

Dia sempat mengobatkan kakinya ke rumah sakit. Namun Gambit kecewa karena selama di rumah sakit tak satupun bekas petinggi GAM yang datang menjenguk.

“Kaki saya membengkak bukan kena duri, tapi  karena kena senjata saat berjuang. Tapi tak ada yang peduli saat saya seperti ini,” ujar bekas kombatan GAM Wilayah Peureulak, Aceh Timur tersebut.

Ketika kakinya mulai agak sembuh, Gambit bekerja serabutan termasuk menjadi tukang bangunan dan buruh bongkar muat.

Menjelang Idul Fitri, Gambit semakin galau karena dia tak punya uang belanja hari raya untuk keluarganya termasuk membeli daging meugang (tradisi yang sangat sakral bagi masyarakat Aceh menjelang Ramadhan dan hari raya).

Dalam kondisi yang sangat kepepet itu, Gambit berinisiatif menjumpai seorang bekas petinggi GAM dengan harapan mendapat tambahan uang.

Namun eks petinggi GAM itu juga mengaku sedang tidak punya uang. Akhirnya Gambit pulang dengan hampa.

Berbekal uang seadanya, dia membeli sepotong lidah lembu untuk meugang. Itu pun masih dibagi dua dengan tetangganya yang  juga didera kemiskinan.

Kecewa dengan keadaan, Gambit pun nekat melakukan aksi-aksi kriminal.

“Waktu kita keras baru ada perhatian sedikit, kalau tidak siapa yang peduli,” katanya ketika itu.

Polisi hentikan aksi Gambit

Setelah lebih kurang empat tahun terlibat aksi bersenjata, akhirnya pada Kamis dini hari, 2 Juli 2015 Gambit ditangkap tanpa perlawanan di rumahnya, Desa Alue Bu, Kecamatan Peureulak Barat, Aceh Timur.

Kasat Reskrim Polres Aceh Timur (waktu itu), AKP Budi Nasuha Waruwu mengatakan Gambit diburu oleh tim gabungan Polres Aceh Timur dan Polda Aceh karena terkait serangkaian aksi kriminal termasuk menghentikan proyek pembangunan jalan di Aceh Timur.

Dalam penggeledahan di rumah tersangka Gambit, polisi menemukan satu pucuk senjata api laras pendek jenis SNW beserta enam butir amunisi aktif.

Episode baru Gambit

Kepada Theacehpost.com, Gambit mengatakan selama bertahun-tahun dirinya berjuang sebagai gerilyawan GAM. Ia sering meninggalkan istrinya, Nursiah yang dinikahinya pada tahun 2000.

“Pada tahun 2011 atau enam tahun setelah MoU Helsinki, saya terpaksa angkat senjata lagi. Target saya adalah rekan-rekan seperjuangan yang sudah duduk di pemerintahan tapi tak peduli dengan mantan kombatan, anak yatim, dan janda pejuang,” begitu pengakuannya kepada media waktu itu.

Setelah tertangkap pada 2 Juli 2015, Gambit pun menjalani proses hukum termasuk hukuman penjara selama 1,6 tahun.

Pada 9 Agustus 2016, berdasarkan Surat Keputusan Kemenkumham RI No. W1.PK.01.05.06-392 Tahun 2016 Tanggal  17 Juni 2016, Syukriadi Abubkar alias Gambit bebas dan keluar dari Rutan Idi, Aceh Timur.

Saya capek, ingin bersedekah

Gambit kini menjalani hidup secara bersahaja dengan keluarga maupun masyarakat.

Suami tercinta dari Nursiah ini dikaruniai lima anak, semuanya laki-laki.

Anak pertamanya, sudah dua tahun tamat SMA, pernah di pesantren dan sekarang sedang proses untuk masuk pendidikan TNI.

Anak kedua, sudah dua tahun tamat SMP dan sekarang nyantri di Dayah Abu Tu Min Blang Bladeh, Bireuen.

Berikutnya, putra ke-3 kelas VI SD, yang nomor 4 kelas II SD, sedangkan yang bungsu masih 3,5 tahun.

“Saya sudah capek. Semoga di sisa-sisa umur bisa memberi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sambil saya membesarkan dan mendidik anak-anak,” ujar pria kelahiran 1977 itu.

Bergabung ke RAPI

Pada Oktober 2019, Syukriadi bergabung ke organisasi RAPI, yang menurutnya organisasi ini bisa menjadi wadah baginya untuk memperkuat silaturahmi, bukan saja di tingkat wilayah (Aceh Timur) tetapi juga lintas wilayah, provinsi, bahkan lintas provinsi (nasional).

“Saya merasakan organisasi ini sangat menyejukkan, tidak berpolitik (meski tidak ada larangan bagi anggotanya untuk berpolitik). Organisasi ini fokus pada kegiatan sosial, kemanusiaan, dan terdepan dalam bantuan komunikasi bencana,” ujar Gambit, pemegang callsign (panggilan frekuensi) JZ01DQB.

Sekretaris RAPI Wilayah Aceh Timur, Ibnu Hajad/JZ01DRC mengatakan, Gambit terlihat sangat bersemangat ketika bergabung ke RAPI.

“Beliau sangat aktif melakukan berbagai kegiatan sosial, turun memberikan bantuan ke lokasi-lokasi bencana, dan membangun sinergitas dengan berbagai unsur pemerintahan termasuk dengan TNI dan Polri.” ujar Ibnu Hajad.

Menurut Ibnu Hajad, selain mengisi waktu dengan berbagai kegiatan sosial bersama RAPI, Gambit juga menekuni pekerjaan utamanya berkebun di Peureulak dengan aneka tanaman seperti durian, jengkol, rambutan, dan lainnya.

“Baliau juga sebagai Ketua Komite  SMK 1 Alue Bu,” lanjut Ibnu Hajad.

Di organisasi RAPI Aceh Timur, Gambit menjadi sosok panutan dan mampu memenej anggota.

“Akhirnya kawan-kawan pengurus dan anggota mendaulat Gambit sebagai Komandan Satgaskom RAPI Aceh Timur,” ujar Sekretaris RAPI Aceh Timur yang membawahi puluhan anggota aktif.

Gambit sendiri mengaku sangat nyaman manjadi bagian dari organisasi sosial berbasis masyarakat ini.

“Kalau bersedekah dengan uang kemampuan saya terbatas. Semoga organisasi ini bisa menjadi wadah bagi saya dan kawan-kawan bersedekah tenaga dan pikiran,” ujar Gambit sambil berharap agar pada peringatan 16 tahun damai Aceh ini, pemerintah bisa terus berbuat yang terbaik untuk kesejahteraan masyarakat. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *