Soal Waktu

Sulaiman Tripa

Oleh: Sulaiman Tripa

banner 72x960

DALAM tiga hari terakhir, ada dua orang yang tidak menepati janji. Sudah berjanji, tapi mengingkari. Tidak pula memberi kabar apa-apa saat saya tunggu. Padahal saya sengaja datang ke kampus, pada waktu yang dijanjikan, hanya untuk kepentingan menemui mereka.

Saya sudah beberapa kali mengalami hal semacam ini. Orang yang mengingkari janji, setelah beberapa waktu, mereka menghubungi dan meminta maaf tidak bisa datang. Semudah itu. seperti tidak ada beban. Pada saat begitu, saya menjawab bahwa saya sudah datang sebagaimana waktu yang dijanjikan dan menunggu.

Saya merasakan tidak banyak yang berubah. Ada orang yang ternyata mengulang lagi. Padahal ini soal waktu dan bagaimana menghargai. Bukan hanya orang lain. Orang yang semacam ini malah tidak bisa menghargai dirinya sendiri. Keadaan yang sangat penting untuk diperbaiki.

Keadaan tidak tepat waktu, antara lain dengan mengabaikan janji yang sudah dibuat, bukanlah persoalan sederhana. Lebih jauh hal ini terkait dengan banyak orang. Hal yang berulang-ulang akan membuat hidupnya semakin bermasalah. Orang-orang yang tidak disiplin akan berdampak pada hidupnya sendiri.

Bagi manusia, disiplin dapat dipandang sebagai karakter. Orang disiplin itu bukan sesuatu yang tiba-tiba. Ia harus terbentuk dari proses belajar dalam kehidupannya. Orang-orang yang bisa menghargai akan menempatkan keadaan ini pada posisi penting. Maka orang-orang yang disiplin dapat dipastikan ia sudah membiasakan diri dalam hidupnya. Dengan disiplin. Tidak main-main.

Sekali lagi, soal bagaimana waktu yang ada kita operasionalkan. Jangan pernah abai terhadap waktu yang terus berjalan. Saya teringat karakter dari salah satu guru saya di Darussalam. Saya ketahui hal ini saat saya berkesempatan mengedit dua buku biografi dan kumpulan pemikirannya. Alhamdulillah, saya banyak membaca kearifan dalam buku tersebut.

Dalam satu bab, saya membaca kisah seorang kolega guru saya itu. Suatu kali, ia menelepon dan meminta waktu untuk bertemu. Pada hari yang dijanjikan, ternyata kolega ini tidak datang. Sang guru kemudian menghubungi dengan pesan, dan menanyakan apakah ia jadi datang. Kolega tersebut terkejut. Merasa sangat bersalah, karena tidak bisa bertemu pada kesempatan itu, tapi tidak memberi kabar. Orang ini menganggap sama pengalamannya dengan orang lain. ada yang sudah berjanji, namun tidak ada di tempat pada hari yang dijanjikan. Ternyata ia sadari berbeda dari sosok guru ini.

Seorang aktivis antikorupsi, menceritakan pengalaman yang sama dengan guru ini. Katanya, guru saya itu selalu datang lebih awal dari janjinya. Jika sudah menjawab bisa hadir, maka beliau selalu akan hadir lebih awal. Bahkan berulang kali, kata aktivis ini, lebih awal beliau yang hadir dibandingkan panitia.

Saya kira itulah soal bagaimana menganggap penting waktu sekaligus pentingnya janji ditepati. Tidak mudah mendapatkan karakter disiplin yang kuat dan mampu menganggap orang lain sebagai cermin dalam hidup kita. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

Sudah ditampilkan semua