Bermuka Dua
Oleh: Sulaiman Tripa
DALAM ruang sosial, banyak cara untuk mengkritik dan dikritik. Tidak semua individu bisa melakukan kritik secara terbuka. Ada masyarakat yang sangat sensitif terhadap cara-cara penyampaian pendapat dengan pola tertentu. Menyampaikan sesuatu, juga sepertinya tidak lepas dari bagaimana kemungkinan penerimaannya. Tapi tidak semua orang akan mampu mendalami ini dengan baik. Kemauan untuk memahami orang lain, kadangkala menjadi masalah yang harus dituntaskan.
Selama ini saya mendapatkan dua hal, yang berdasarkan pengalaman hal itu harus saya ingat dan menjadi pelajaran. Pertama, menyampaikan segala yang betul, tidak bisa disampaikan sembarangan. Orang-orang yang kita koreksi, dan apa yang kita sampaikan bukan sesuatu yang hoaks, tidak selalu bisa disampaikan di sembarang tempat. Hal-hal yang menjadi inti masalah, harus benar-benar terjadi. Bukan kabar angin.
Kedua, dengan begitu, jangan meninggalkan untuk menyampaikan dengan cara yang tepat. Saya kira kita harus berusaha menyampaikan hal-hal yang baik pada waktu yang sudah kita perhitungkan. Apalagi untuk memperbaiki kepribadian, termasuk juga menjadi pelajaran bagi kita sendiri, disampaikan dalam kondisi yang baik. Untuk hal ini, waktu dan tempat yang tepat, saya kira bisa mengena. Menyampaikan sesuatu yang baik bukan saja pada waktu yang tepat, melainkan pada tempat yang tepat.
Menyampaikan sesuatu yang baik, bahkan untuk orang yang kita kenal sekali pun, jika tidak dilakukan dengan baik, akan kontraproduktif. Hilang pertemanan menjadi salah satu taruhannya. Teupeh hate. Padahal kita mengoreksi hal yang betul. Bukan soal itu. Manusia itu sangat kompleks dan bernilai rasa. Sesuatu yang betul pun, ketemu dengan waktu dan tempat yang tidak tepat, akan menyebabkan dampak bagi kita.
Untuk hal yang sangat serius, banyak orang yang sudah teruji. Itu sebagai pilihan. Mengoreksi orang lain, dan sudah siap dengan risikonya. Mengoreksi kehidupan kawan kita, sudah siap dengan risiko hilang pertemanan. Padahal kita bisa melakukannya dengan konsep di atas. Mengoreksi dengan baik, pada waktu dan tempat yang tepat. Mempertimbangkan kondisi demikian, juga tidak akan menyebabkan teman kita kehilangan muka.
Saya kira persoalan sederhana bisa jadi rumit. Demikian juga sebaliknya. Hal yang rumit bisa sederhana. Orang-orang yang dikoreksi, akan diklaim hilang muka. Pada posisi yang lain, bisa saja pengoreksi itu akan disebut sebagai orang bermuka dua. Entahlah. Saling belajar sepertinya selalu harus mendapat momentum. Jangan kita biarkan pertemanan menjadi korban, jika masih ada ruang kita memperbaiki teman kita dengan baik.
Tentu tidak sekedar pilihan. Melakukan yang baik dengan cara-cara yang baik pula, bisa menjadi kekuatan ganda yang akan melipatgandakan nilai dan proses kebaikan. Saya menyarankan memilih itu. Menyelamatkan semua jalan yang baik, untuk mencapai hasil yang baik. Walau untuk mencapai derajat itu, butuh waktu sedikit lebih lama. []