Uni Eropa dan Bappenas Bahas Industri Nilam Aceh

waktu baca 4 menit
Uni Eropa melalui ARISE Plus Indonesia dan Bappenas menyelenggarakan webinar dengan menghadirkan kalangan pemerintah, akademisi, pengusaha dan petani/penyuling nilam Aceh, Kamis, 30 September 2021.

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Uni Eropa melalui ARISE Plus Indonesia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyelenggarakan webinar dengan menghadirkan kalangan pemerintah, akademisi, pengusaha dan petani/penyuling nilam Aceh, Kamis, 30 September 2021.

Diskusi menjadi spesial karena karena turut dihadirkan pembeli nilam dari beberapa negara eropa. Pertemuan ini juga dalam rangka penjajakan buyer internasional untuk memperkuat rencana Major Project Nilam Bappenas-Kementrian Koperasi di 2022.

Martin Mitov yang mewakili Uni Eropa, menyampaikan kegembiraannya atas terlaksananya webinar ini.

Ia menyampaikan ada peningkatan permintaan dari eropa terhadap bahan baku industri dari Indonesia dang mengaku pihaknya akan terus mendukung peningkatan kolaborasi antara Indonesia dengan negara-negara eropa.

“Setiap tahun rata-rata ada peningkatan 10 sampai 20% permintaan bahan baku atsiri dari industri. Mereka meyakini bahwa produk-produk berbahan baku alami akan meningkatkan kualitas kesehatan bagi penggunanya,” ujar Martin.

banner 72x960

Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementrian Perdagangan RI, Miftah Farid, menyampaikan apresiasi kepada Bappenas dan Uni Eropa atas inisiasi webinar yang penting ini.

“Indonesia merupakan negara produsen atsiri terbesar ke-4 di dunia, dan nilam merupakan salah satu produk ekspor atsiri terbesar dari Indonesia. Nilam banyak digunakan untuk berbagai bahan baku industri di berbagai negara, khususnya industri parfum, kosmetik, toiletries, dan aroma terapi,” jelas Miftah.

“Secara umum, ada perkembangan menggembirakan yang terjadi saat ini di mana neraca perdagangan Indonesia surplus 2,59 miliar dolar pada Juli 2021. Melalui pertemuan hari ini diharapkan akan terjadi komunikasi yang semakin baik antara petani dan penyuling nilam khususnya dari Aceh, dengan pembeli dari mancanegara sehingga volume ekspor kita bisa meningkat lagi,” kata Miftah lagi.

Sementara itu, Kepala ARC-PUIPT Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala (USK), Syaifullah Muhammad, yang menjadi salah satu pembicara menguraikan perkembangan nilam di Aceh sejak dari masa kolonial Belanda hingga saat ini.

Syaifullah menjelaskan bahwa Nilam Aceh memiliki sejarah yang panjang dan hingga saat ini tetap menjadi salah satu komoditi unggulan dari Aceh yang telah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis dari Depkumham RI.

Selama bertahun-tahun produksi nilam Aceh semakin menurun akibat konflik berkepanjangan dan tata niaga yang tidak terjaga dengan baik.

“Saat ARC Universitas Syiah Kuala bersama Bappeda Aceh melakukan kajian 5 sampai 6 tahun lalu, wilayah produksi nilam di Aceh hanya tinggal 4 hingga 5 kabupaten lagi. Namun Saat ini setelah berbagai program yang dilaksanakan melalui kerja sama pentahelix antara perguruan tinggi, pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan media, sudah ada 16 kabupaten yang kembali menanam nilam,” urai Syaifullah.

“ARC telah melakukan berbagai inovasi teknologi sehingga memungkinkan pemurnian minyak nilam hingga kandungan Patchouli Alkohol (PA)-nya mencapai 85% bahkan dapat diproses menjadi kristal patchouli dengan konsentrasi PA 98-99%.”

“Produk intermediate ini dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk memproduksi berbagai produk turunan seperti parfum dengan kualitas tinggi, sehingga memberi nilai tambah, membuka lapangan kerja dan peningkatan ekonomi lokal,” lanjut Syaifullah, yang juga menjabat Ketua Badan Pengembangan Bisnis USK.

Ia berharap, sebanyak 10 sampai 20 persen minyak nilam Aceh dapat diproses lebih lanjut menjadi hi-grade patchouli yang kemudian dikembangkan menjadi berbagai produk inovasi.

Diskusi yang dipandu oleh Henry Sandee, ARISE Plus Indonesia Expert asal Belanda, juga memaparkan pandangan pembeli internasional, seperti Mostapha Bensalah dari Natgreen Perancis, Ard Verloop, CEO PT. Natura Aromatik Nusantara, Floris Graziosi, Manajer PT. Florindo Selaras Karya, Ruth Joanna Samaria Atase Perdagangan Indonesia KBRI Paris, dan dari berbagai institusi lainnya.

Para pelaku bisnis nilam internasional ini memberi beberapa catatan penting agar industri nilam di Aceh bisa memperoleh berbagai sertifikasi yang diperlukan oleh market internasional. Selain itu juga penting menerapkan prinsip pertanian berkelanjutan (sustainable farming) yang memperhatikan kelestarian lingkungan.

Acara diskusi ditutup oleh sambutan Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Bappenas, Ahmad Dading Gunadi.

Dading menyampaikan komitmen pemerintah untuk terus terlibat bagi pengembangan nilam dan industri atsiri.

“Dari seminar ini saya sangat menikmati, begitu banyak dan kaya informasi penting yang telah disampaikan. Saya semakin yakin untuk mewujudkan Major Project Nilam Aceh di 2022. Kita akan libatkan multi pihak, termasuk perguruan tinggi dan Lembaga riset agar program yang dijalankan sesuai dengan dukungan data, informasi dan inovasi yang telah lama dikembangkan,” pungkasnya.

Bappenas merencanakan major project untuk 5 provinsi di Indonesia pada 2022. Aceh untuk komoditas nilam, Jawa Tengah untuk rotan, Kalimantan Timur untuk Biofarmaka, Nusa Tenggara Timur untuk pengembangan sapi dan Sulawesi Utara untuk komoditas kelapa. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *