Sofyan A Djalil: Hilirisasi Industri di Aceh untuk Tingkatkan Ekonomi

waktu baca 3 menit
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A Djalil. (Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A Djalil, mengatakan program hilirisasi di Aceh sedang dilaksanakan sebagai upaya peningkatan ekonomi.

Pasalnya, kata dia, hal itu menjadi penting karena komoditas yang diekspor tidak berupa bahan mentah, namun komoditas yang memiliki nilai tambah lebih. Oleh sebab itu, ia mendukung upaya ini.  Hal tersebut dikatakannya pada forum diskusi daring yang diadakan Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Aceh, 21 Februari 2021.

Ia juga menyebut hilirisasi hakikatnya menciptakan nilai tambah di bagian hilir, namun juga perlu adanya penguatan di bagian hulu.

“Seperti kebijakan pemerintah Indonesia terkait larangan ekspor komoditas sektor hulu berupa raw material, saat ini ekspor kita terhadap negara-negara lain sudah mulai balance, malah beberapa sudah surplus. Itu salah satu dampak positif program hilirisasi dari pemerintah,” jelas Sofyan, sebagaimana siaran resmi Kementerian ATR/BPN.

Terkait program hilirisasi ini, Sofyan A Djalil menyampaikan bahwa Aceh memiliki sektor hulu yang kuat di bidang pertanian, yang paling terkenal yaitu produksi kopi. Namun, potensi tersebut masih memerlukan beberapa pengembangan, salah satunya di bidang produktivitas.

banner 72x960

Begitu pun dalam sektor perikanan, ia mengimbau perlu adanya peningkatan dan penataan di beberapa hal, mengingat hasil ikan di Aceh memiliki pangsa pasar di Jepang.

“Karena jika nanti penerbangan pesawat komersial yang langsung terkoneksi ke Jepang sudah berhasil dan terjadi peningkatan permintaan, tentu akan ada keteteran di sektor supply,” ujar menteri asal Aceh tersebut.

Sofyan juga berkata bahwa upaya hilirisasi ini adalah tentang bagaimana meningkatkan kompetensi, khususnya dalam meningkatkan perekonomian.

“Bagaimana menata industri perikanan di Aceh, mulai dari sistem penangkapan ikan, memberdayakan nelayan, juga bagaimana produk ikan beku yang diekspor ke luar negeri memenuhi standar internasional, itu yang perlu didorong,” kata Sofyan A. Djalil.

Selain itu, ia membahas terkait peran kebijakan yang memberikan dampak ke sektor ekonomi. Menurutnya, ekonomi tidak bisa diatur oleh kebijakan yang distortive.

“Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memfasilitasi. Sebelum adanya UUCK (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cipta Kerja, red), ekonomi kita banyak diatur regulasi, para pelaku bisnis menghabiskan waktu di bidang birokrasi. Melalui UUCK sekarang, meski belum pulih namun secara garis besar sudah terlihat target-target investasi yang dicanangkan,” ucapnya.

Lebih lanjut, Sofyanjuga mengimbau agar qanun (peraturan daerah) di Aceh benar-benar dipikirkan secara cermat agar dapat memfasilitasi dengan baik.

“Kebijakan yang baik menentukan kemajuan ekonomi. Juga dependensi Aceh dengan daerah lain tidak sepenuhnya buruk asalkan saling ketergantungan. Produk Aceh bisa ke luar daerah dan produk daerah tersebut bisa masuk ke Aceh. Karena depedensi adalah keniscayaan,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *