Setop Ekspor Nikel, Pemerintah RI Tegaskan Hilirisasi Industri

waktu baca 3 menit
Ilustrasi foto: industri pengolahan dan pemurnian (smelter) berbasis nikel. [Dok. Kemenperin]

Theacehpost.com | JAKARTA – Keputusan pemerintah untuk menghentikan ekspor nikel bakal disusul dengan kebijakan produksi bahan mentah bauksit dan tembaga, yang pengolahannya juga dilakukan di dalam negeri.

Melansir indonesia.go.id, Minggu 5 Desember 2021, Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, sejak November lalu telah memastikan komitmennya untuk melakukan hilirisasi industri dan siap dengan segala konsekuensinya.

“Kebijakan kita mengenai hilirisasi, ini akan kita teruskan. Kalau sudah kita setop (ekspor bahan mentah) nikel, nikel setop, meskipun kita dibawa ke WTO (World Trade Organisation) oleh EU (Uni Eropa), ya silakan enggak apa-apa. Ini nikel kita kok, dari bumi negara kita kok,” ujar Jokowi.

Diperkirakan dari kebijakan ini ada peningkatan nilai tambah produk hilirasi tambang di akhir 2021 hingga USD20 miliar setara Rp290 triliun (kurs Rp14.500 per USD). Indonesia memang siap menghadapi gugatan UE di WTO terkait penyetopan ekspor nikel tersebut.

Jokowi menegaskan, kebijakan hilirisasi industri ini akan memberikan nilai tambah sekaligus membuka lebih banyak lapangan pekerjaan di Indonesia. Sejumlah smelter tengah dibangun untuk mengolah bahan mentah (raw material) tambang.

banner 72x960

“Kita kirim raw material dari Indonesia ke Eropa, ke negara-negara lain, yang buka lapangan kerja mereka dong, kita enggak dapat apa-apa,” imbuhnya.

Jokowi juga menekankan agar semua pihak memiliki strategi yang sama terkait hilirisasi industri ini dan melakukan integrasi antara produk-produk yang ada di dalam negeri. Adapun saat ini Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar atau 27 persen berkontribusi untuk nikel dunia.

Indonesia menyumbang 72 juta ton cadangan nikel dari 139.419.000 nikel dunia. Australia hanya menyumbang 15 persen, Brasil 8 persen, Rusia 5 persen, dan lainnya 20 persen. Dengan begitu, artinya, Indonesia memiliki posisi tawar tinggi dalam pembangunan mobil listrik. Nikel dibutuhkan sebagai salah satu komponen sel baterai kendaraan listrik.

Sepanjang 2021, kebutuhan pengolahan hilir nikel disumbang, antara lain, dari PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), INCO, Aneka Tambang, PT Vale Indonesia, dan PT Virtue Dragon Nickel Industry. Pemerintah sendiri telah menggandeng industri luar dan dalam negeri dalam menyiapkan produk hilir dari bahan tambang.

Di Karawang New Industry City (KNIC), Jawa Barat, disiapkan menjadi lokasi pabrik baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) pertama di Asia Tenggara. Pabrik baterai tersebut dibangun oleh PT HKML Battery Indonesia yang merupakan perusahaan konsorsium LG Energy Solution, Hyundai Mobil, Hyundai Motor Company, dan KIA Corporation. Pabrik baterai tersebut menempati area seluas 319.000 meter persegi, dan ditargetkan mampu menghasilkan kapasitas produksi hingga 10 gigawatt hour (GWh) baterai pada tahap pertama

Demikian pula, pendirian smelter Freeport Indonesia di Gresik Jawa Timur yang mengolah konsentrat tembaga ini hingga 1,7 juta ton dan mampu menyerap tenaga kerja 40 ribu orang. Sebelumnya, sebanyak 70 persen hasil tambang Freeport diolah di Spanyol. Diperkirakan mulai 2024 fasilitas produksi hilir tambang sudah siap berproduksi, mulai 2025 – 2026 pabrik baterai listrik sudah menuai hasil.

Untuk itu, Kementerian BUMN telah membentuk holding perusahaan baterai, Indonesia Battery Corporation (IBC) terdiri dari Holding BUMN Industri Pertambangan MIND ID (PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), dengan komposisi saham sebesar masing-masing 25 persen. Targetnya pada 2027, Indonesia menjadi pemain utama pasar baterai mobil listrik.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *