Rektor UIN Ar-Raniry Sarankan TNI/Polri Terlibat dalam Operasi Penegakan Syariat Islam, Ini Alasannya

waktu baca 2 menit

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Tastafi Banda Aceh bekerja sama dengan DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) dan Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) menggelar Kajian Aktual “Antara Memperkuat Syariat Islam dan Dinamikanya” di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Sabtu malam, 12 Agustus 2023.

Kajian Tastafi diisi oleh sejumlah pemateri di antaranya Rektor Universitas Islam Negeri Prof Dr H Mujiburrahman MAg (UIN) Ar-Raniry, Ulama yang juga Praktisi Warung Kopi Dr H Agam Syarifuddin MA, dan Ketua Umum DPP ISAD Aceh Tgk Mustafa Husen Woyla.

Dalam penegakan syariat Islam di Aceh, kata Prof Mujiburrahman, Dinas Syariat Islam melalui Wilayaul Hisbah (WH) memiliki keterbatasan dan peran mereka tidak maksimal. Misalnya, ketika WH berhadapan dengan pelanggar syariat Islam dari kalangan oknum TNI/Polri tidak bisa bertindak karena mereka lebih kuat.

“Saya mendorong agar WH ada dari TNI/Polri atau setidaknya dalam menjalankan operasi penegakan syariat Islam ada unsur TNI/Polri, sehingga jika adanya pelanggaran syariat Islam yang dilakukan oleh oknum-oknum TNI/Polri bisa ditindak sebagaimana aturan yang berlaku,” ujarnya.

Warung Kopi

banner 72x960

Terkait warung kopi, menurut Prof Mujiburrahman, ada beberapa hal mendasar mengapa harus ditutup di atas pukul 12 malam. Pascatsunami realitas yang terjadi adalah generasi muda-mudi Aceh banyak yang nongkrong di warung secara bersama tanpa ada rasa malu hingga larut malam. Padahal dulu muda-mudi duduk bersamaan di Aceh merupakan hal tabu.

“Pranata sosial ini menurut saya harus dibenahi,” imbuhnya.

Prof Mujiburrahman menjelaskan nongkrong hingga larut malam juga bermasalah terhadap aspek keagamaan dan kesehatan. Pulang larut malam otomatis tidurnya telah dan bangunnya pun akan telah. Salat subuh terlewatkan. Mereka akan menjadikan waktu pagi untuk tidur, padahal pagi adalah waktu yang efektif untuk belajar dan mencari rezeki.

Bila ini terus menerus, lanjut Prof Mujiburrahman, yang terjadi di kalangan masyarakat Aceh, khususnya kalangan muda akan berpengaruh terhadap masa depan Aceh ke depannya.

Di samping itu, warung kopi yang buka sampai pukul 12 malam dengan yang buka hingga pukul 5 pagi, pendapatannya juga tidak jauh berbeda. Artinya dari aspek ekonomi, ini tidak terlalu berpengaruh terhadap sektor perekonomian masyarakat Aceh.

“Bisa dilihat orang-orang yang datang untuk minum kopi umumnya sampai pukul 11, namun waktu nongkrongnya yang lama hingga menjelang pagi,” terangnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *