Praktisi Media: Informasi di Medsos bukan Karya Jurnalistik

waktu baca 2 menit
Praktisi Media Senior dari Media Indonesia, Eko Suprihatno. (Foto: Ryiadhy Budhy Nugraha/infopublik)

Theacehpost.com | BATAM – Praktisi Media Senior dari Media Indonesia, Eko Suprihatno, menilai bahwa informasi yang beredar di media sosial (Medsos) merupakan sebuah pemberitahuan, bukan sebagai berita atau karya jurnalistik.

Menurutnya, tidak disarankan kepada humas pemerintah atau pejuang informasi di daerah untuk menulis berita yang bersumber dari media sosial baik itu Twitter, Instagram dan lainnya.

“Kita harus mempersepsikan mulai hari ini bahwa apa yang terjadi di sekeliling kita sebagai informasi. Kami tidak menyarankan membuat berita dari akun Medsos walaupun dari pengamat atau pejabat. Karena siapa yang bisa menjamin kalau akun tersebut milik yang bersangkutan atau menjamin tidak ada yang meng-hack,” kata Eko saat presentasi pada kegiatan Jadi Pintar Bareng Kominfo (Jarkom) Media Center Daerah di Batam, Rabu, 6 Juli 2022.

Ia mengharapkan, agar jurnalis pemerintah atau pejuang informasi baik di kementerian lembaga/daerah untuk memperlakukan Medsos sebagai informasi atau pemberitahuan saja. Informasi merupakan pesan yang belum terverifikasi sedangkan berita adalah pesan yang sudah terverifikasi.

“Yang namanya Medsos perlakukan itu sebagai sebuah informasi. Informasi atau pemberitahuan sifatnya menyampaikan sesuatu dan cenderung satu arah saja. Kalau berita adalah cerita atau keterangan bukan satu arah tapi menggali informasi. Jadi intinya informasi adalah pesan yang belum terverifikasi dan berita adalah informasi yang sudah terverifikasi,” jelasnya.

banner 72x960

Dikatakan Eko, informasi di dalam Medsos bukan merupakan produk atau karya jurnalistik karena esensi sebuah karya jurnalistik adalah informasi yang terverifikasi.

“Jadikan informasi dari Medsos sebagai pintu masuk saja untuk mengumpulkan bahan-bahan menjadi sebuah karya jurnalistik. Kuncinya ada pada verifikasi untuk sah menjadi sebuah berita,” sebutnya.

Ia mengimbau, para pejuang informasi pemerintah harus merubah mindset bahwa apa yang didapat dari Medsos adalah sebuah informasi, dan dari informasi tersebut dapat dikumpulkan serta dikembangkan menjadi berita atau siaran pers/pers rilis.

Diungkapkannya, siaran pers yang baik tentunya hanya memiliki satu persepsi, tidak multitafsir.

“Jangan sampai nanti kawan-kawan pejuang informasi menulis siaran pers menjadi pintu masuk untuk digali lebih dalam. Itu adalah siaran pers yang gagal. Jangan sampai menjadi celah untuk masuk lebih dalam karena siaran pers yang ambigu. Kalau ada siaran pers dikutip dan hanya diganti judul sedikit itu namanya berhasil,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *