MaTA Beberkan Sejumlah Masalah Terkait Penetapan Kepala ULP Aceh

waktu baca 3 menit
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. (Dok. Pribadi)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – LSM antikorupsi Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) merilis catatan kritis terkait kebijakan gubernur Aceh menetapkan Said Anwar Fuadi sebagai Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) atau Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Aceh

Pertama, MaTA menilai kebijakan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah melantik Said Anwar Fuadi sebagai Kepala ULP Aceh tidak memenuhi unsur kepatutan secara aturan yang berlaku.

Kebijakan Gubernur itu menurut MaTA melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

“Penetapan yang bersangkutan menyalahi Pasal 107, huruf c tentang JPT Pratama, angka 3 yakni memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara akumulatif paling kurang selama 5  tahun. Sementara kepala ULP saat ini tidak memenuhi secara aturan tersebut,” ungkap Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian dalam siaran persnya kepada Theacehpost.com, Senin, 16 Agustus 2021.

Selain itu, keputusan tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Permenpan RB RI) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.

banner 72x960

“Di dalam Permenpan RB tersebut juga mensyaratkan pengalaman jabatan terkait jabatan yang dilamar minimal lima tahun. Seharusnya Gubernur Aceh wajib berpedoman pada aturan yang telah ditetapkan sehingga kebijakan yang tidak patut tidak terjadi,” sebutnya.

Kedua, MaTA menilai penetapan kepala ULP Aceh terkesan dipaksakan pada orang tertentu, sehingga terjadi pengabaian terhadap aturan yang berlaku saat ini.

“Kebijakan-kebijakan yang tidak patut dapat berimplikasi pada hukum di kemudian hari. Terutama pada hasil kebijakan oleh kepala ULP dan ini menjadi preseden buruk dalam tata kelola pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah Aceh,” kata Alfian.

Ketiga, dalam catatan MaTA Said Anwar Fuadi pernah dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh perihal telah menandatangani surat dan menugaskan anggota pokja untuk melakukan lelang online pembangunan Gedung Oncology Centre di RSUD Dr. Zainoel Abidin.

“Kalau dari kapatutan, jelas tidak memiliki kewenangan karena cacat secara prosedural hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” imbuhnya.

Keempat, MaTA menyarankan kepada pemerintah Aceh agar segera mengambil langkah terhadap posisi kepala ULP saat ini, sebelum timbulnya perlawanan hukum atas kebijakan tersebut.

“Ini sangat mencederai tata kelola pengadaan barang dan jasa di pemerintah Aceh saat ini. Publik pasti bertanya, kenapa kebijakan terjadi dengan menabrak aturan dan motif tertentu,” ujarnya.

Terakhir, MaTA menilai permasalahan ini perlu menjadi perhatian semua pihak, terutama bagi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) guna dapat mengambil langkah tegas.

“Aparat penegak hukum di Aceh juga perlu memberi penjelasan atau klarifikasi terhadap kebijakan tersebut, sehingga ada kepastian hukum sebelum terjadi dampak yang luas terhadap kebijakan ULP yang akan datang,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *