Legislator Pertanyakan OJK Larang Kripto

waktu baca 2 menit
Anggota Komisi XI DPR RI, Wihadi Wiyanto. (Foto: Mentari/nvl)

Theacehpost.com | JAKARTAOtoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang semua bank di Indonesia untuk memperdagangkan dan memfasilitasi transaksi mata uang kripto, yang saat ini tengah ramai diperbincangkan publik.

Hal ini mengacu dalam dalam Undang-Undang (UU) Perbankan disebut dalam pasal 6 huruf n, bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan UU dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Wihadi Wiyanto mempertanyakan alasan dan dasar dari pelarangan kripto dengan mengacu kepada UU disebutkan OJK tersebut.

“Saya kira alasan OJK tidak boleh memperdagangkan kripto itu harus didasari oleh UU yang jelas, sedangkan UU yang langsung melarang kripto itu tidak ada. Kenapa itu dia melarang kripto,” kata Wihadi kepada awak media, 8 Maret 2022.

Padahal menurut politisi Partai Gerindra tersebut, kripto diakui sebagai salah satu komoditas yang diperdagangkan dengan pengawasan di bawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

banner 72x960

“Masyarakat sekarang sudah memperdagangkan kripto melalui Bappeti. Nah, ini kan jadi bertentangan,” ujarnya.

Wihadi menilai, daripada mempermasalahkan soal perdagangan kripto alangkah baiknya OJK sebagai lembaga pengawas keuangan mengawasi bank-bank di Indonesia yang ditenggarai memperjualkan asuransi, serta menawarkan investasi yang justru banyak membohongi rakyat.

Lebih lanjut, Wihadi mempertanyakan sikap OJK yang begitu keras terhadap kripto sehingga melarang untuk diperdagangkan.

Namun, di sisi lain OJK menerapkan dobel standar dengan masih membebaskan bank bebas berjualan produk-produk asuransi yang jelas membodohi dan membohongi masyarakat.

“Dalam hal ini OJK namanya sudah melakukan suatu tindakan yang dualisme atau dikatakan double standard. Karena mereka menyatakan berdasarkan UU itu tidak lazim, nah yang mengatakan tidak lazimnya itu kan siapa dan sudut pandang mana jelaskan dulu,” kata Wihadi, heran.

“Itu berarti double standar di mana di satu sisi OJK memperbolehkan bank-bank memperjualbelikan produk-produk asuransi bermasalah. Tapi di sisi lain kripto tidak pernah ada masyarakat mengadukan kalau mereka dirugikan oleh kripto. Tidak seperti masyarakat bawah sering dirugikan karena asuransi,” tandas Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *