Keberadaan Batu Nisan Aceh di Tol Baitussalam Didiskusikan, Ini Hasilnya

waktu baca 4 menit
Keuchik Lambada Lhok, Abdul Kadir, sedang memberi keterangan terkait dengan kepemilikan lahan yang diisukan situs makam ulama atau bangsawan Aceh. (Foto: Dok. Pusaka UIN Ar-Raniry)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Dalam rangka merespon berbagai isu yang muncul terkait dengan pembangunan ruas jalan tol di kawasan Lambada Lhok, Aceh Besar, Pusat Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di Aceh dan Alam Melayu (Pusaka) UIN Ar-Raniry menggelar Focus Grup Discussion (FGD) di Ruang Sidang Rektorat UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 3 Maret 2021.

FGD ini berlangsung berkat kerja sama dengan Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh-Sumut dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh.

Sebelum menggelar FGD tersebut, ketiga lembaga itu telah melakukan penelitian di lokasi dimaksud.

Penelitian ini dilakukan untuk memastikan kebenaran isu yang sempat viral di media sosial yang menyatakan bahwa pembangunan tol telah merusak komplek makam ulama atau bangsawan Aceh di kawasan itu.

”Hasil penelitian itulah yang dipaparkan dalam FGD tadi,” kata Ketua Pusaka UIN Ar-Raniry, Sanusi Ismail, M.Hum kepada Theacehpost.com, Rabu, 3 Maret 2021z

banner 72x960

FGD ini dibuka oleh Rektor UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Warrul Walidin, menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Drs. Nurmatias (Kepala BPCB), Dedi Satria (Tim Ahli Cagar Budaya Disbudpar  Aceh), dan Drs. Nasruddin As, M.Hum (Arkeolog Pusaka UIN Ar-Raniry).

Sebanyak 36 peserta dari berbagai kalangaan dihadirkan untuk memberikan informasi dan pendapat mereka terhadap topik diskusi.

Baca juga: Makam Raja dan Ulama Aceh Terancam Proyek Tol Sibanceh

Di antara peserta yang terlibat aktif dalam FGD itu adalah M. Ali (Asisten II Pemkab Aceh Besar), Zaimah (Kabid Kebudayaan Disdikbud Aceh Besar), Khairil Abrar (BPN Aceh), Tri Gunawan (PT. Adhi Karya), Almubarak (Camat Baitussalam), dan Abdul Kadir (Keuchik Lambada Lhok).

“Ragam informasi dari peserta diskusi digali secara maraton oleh Dr. Bustami Abubakar, M.Hum, antropolog Pusaka yang didaulat menjadi fasilitator,” ujar Sanusi.

Diskusi yang berlangsung selama 2,5 jam itu, menghasilkan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi yang ditandatangani oleh perwakilan dari ketiga lembaga pelaksana.

Berikut kesimpulan dan rekomendasi Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT):

1. Terdapat dua titik konsentrasi sebaran dan distribusi batu nisan yaitu di sebelah kanan dan sebelah kiri dari arah Banda Aceh ke Krueng Raya di ujung jalan tol (Simpang Sebidang/ intersection) Desa Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar.

2. Hasil dari tiga tim peneliti (Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, dan UIN Ar-Raniry Banda Aceh) menyimpulkan bahwa sebaran batu nisan di lokasi tersebut tidak in-situ (tidak pada posisi asli) akibat proses transformasi alam.

3. Semua letak sebaran makam kuno meliputi gundukan tanah beserta batu nisan berada di luar area pembangunan jalan.

4. Berdasarkan hasil identifikasi secara umum, tidak ada inskripsi pada batu nisan sehingga biografi pemilik nisan tidak diketahui secara pasti. Secara kronologis dan gaya seni pahat batu nisan diduga mewakili paruh terakhir abad ke-17 dan ke-18 masehi.

5. Upaya pelestarian ke depannya dengan mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal.

6. Upaya tersebut harus didukung dengan kegiatan pendokumentasian total sebelum dilakukan upaya yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keaslian.

7. Langkah konkrit pelestarian:

a. Pendaftaran harus dilakukan oleh tim pendaftaran yang dibentuk pemerintah daerah kabupaten Aceh Besar, apabila belum tersedia, maka pendaftaran akan dibantu oleh tim pendaftar cagar budaya dari  Provinsi Aceh.

b. Sistem pelestarian harus mengacu kepada alur sistem registrasi nasional cagar budaya yang dimulai dengan pendaftaran, pengkajian, dan penetapan.

c. Hal yang dapat dilaksanakan dalam jangka pendek adalah penyelamatan nisan nisan yang berada di tepi jalan ke lokasi yang diketahui merupakan posisi asalnya.

d. Selama dokumentasi foto pra tsunami 2004 belum diperoleh, maka penyelamatan dapat dilakukan di sebelah utara gundukan pemakaman kuno sesuai permintaan warga desa dan saran ahli waris.

e. Upaya pelindungan ini akan diikuti dengan upaya pengembangan (pengkajian, adaptasi, revitalisasi), dan pemanfaatan.

f. Dalam jangka pendek, pemeliharaan terhadap makam yang masih in-situ dilakukan dengan cara penataan dan konservasi serta pembersihan lingkungan.

g. Pengamanan yang dimaksud adalah pemagaran agar ada batas secara fisik sehingga meminimalisir dampak aktivitas masyarakat dan dampak pembangunan.

h. Pemanfaatan melibatkan pihak pelaksana proyek agar mengintegrasikan cagar budaya ke dalam rencana pengembangan pelaksana proyek sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

i. Merekomendasikan kepada pihak PT. Hutama Karya dan atau PT. Adhi Karya untuk menata situs makam-makam kuno dalam bentuk taman arkeologi yang dapat dimanfaatkan untuk destinasi wisata sebagai wujud program CSR yang bermanfaat untuk masyarakat.

j. Berdasarkan hasil tiga tim peneliti dan Diskusi Kelompok Terpumpun, disimpulkan bahwa proyek pembangunan tol Simpang Sebidang/ intersection Desa Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, tidak mengganggu eksistensi situs sejarah makam kuno –objek diduga cagar budaya (ODCB). []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *