Chappy Hakim Meluruskan Perang Ukraina

waktu baca 7 menit
Ilustrasi korban perang.

Catatan Darmansyah/Theacehpost.com

KEMARIN saya tidak menonton televisi “Al Jazeera.” Juga tidak menulis Ukraina. Dua kebiasaan rutin saya selama sepuluh hari terakhir.

Kebiasaan sepuluh hari usai dekrit Putin perangi Ukraina.

Perang merebut Kiev dan memakzulkan Zelensky.

Yang dua-duanya, hingga hari ke-11, masih mengambang. Kiev masih terkepung. Sedangkan Zelensky masih simpang siurnya nasib dan keberadaannya.

banner 72x960

Nasib dan keberadaan Zelensky, seperti ditulis media online Rusia, sputnic, ngacir ke Warsawa. Ibu kota Polandia, di Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Entah iya atau ngarang berita sputnic langsung blass.  Menjadi saduran media dunia. Media yang orang di ujung kampung pun bisa menyadurnya, Tidak peduli kalau itu hoax.

Karena makin nggak jelas berita perangnya  saya menjadikan alasan untuk melewatkannya duduk di depan laptop nonton “Al Jezzera”.

Juga melewati untuk tidak menulisnya.

Sebenarnya dua alasan itu nggak valid-valid amat.

Yang pasti kemarin saya punya kegiatan yang tak bisa dihindarkan. Kegiatan melayat. Melayat karena suami kakak sepupu saya berpulang. Di Jati Warna. Bekasi.

Jati Warna Permai, kompleks perumahan pensiunan angkatan udara. Yang penghuninya para marsekal. Marsekal pensiunan. Dan suami sang kakak juga pensiunan marsekal.

Wuahh gaduh juga pelayat para marsekal itu. Gaduh tentang banyak hal. Nostalgia, cipika cipiki. Nggak ada prokesnya walaupun semuanya pakai masker. Hanya masker doang.

Sebagai sepupu tentu saya punya peran di seksi penyambutan tamu. Peran yang susah. Sebab harus salam mengatup tangan, menundukkan kepala, menghindari sentuhan dan mengantarkan kata sapaan: “ng-ge dan matur nuwun.”

Meniru sapaan yang diseliwerkan para marsekal itu untuk kemudiannya mengambil jarak duduk sembari mendengar ocehan ramai mereka.

Sebagai penulis saya tentu ikut nguping ngalor ngidul mereka. Ngalor ngidul putaran film-nya yang tak jauh amat tentang profesi ketentaraan. Angkatan udara.

Termasuk tentang perang Ukraina. Yang secara spontan dilontarkan seorang marsekal bintang tiga. Marsekal saya tahu bintang dari emblem yang ada di topi petnya.

“You baca nggak tulisan Pak Chappy hari ini di kompas online,” todongan kata tanya sang bintang tiga ke arah teman, yang saya nggak tahu berapa bintangnya.

Sang teman menggeleng. “Itu, tentang peluncuran roket ke kota-kota Ukraina,” sambungnya. Yang membuat sang teman merogoh kantong celananya dan mengulik google search dan lantas menunjukkan: “oo..yang ini?”

Jawabannya hanya anggukan. Lantas mereka diiskusi tanpa menghiraukan pelayat yang berdatangan. Diskusi tentang tulisan Chappy.

Saking asyiknya saya nguping dan memelototi gaya bicara mereka yang campur aduk jowo, indonesia dan inggris, sampai lupa sebagai petugas seksi tamu hingga bahu saya ditepuk oleh seorang saudara.

Saya tergagap karena yang nepuk itu sepupu. Sepupu dekat yang udah empat puluh tahun nggak pernah ketemu. Yang dulunya bekerja di perminyakan. Exxson.

Pertemuan ini memutus rantai nguping saya dari obrolan para marsekal itu.

Sebenarnya nggak putus-putus amat. Sebab saya tahu isi obrolan itu tentang Pak Chappy. Chappy Hakim. Tinggal memainkan jempo; jemari di tombol hape untuk menemukannya.

Chappy Hakim yang marsekal bintang empat. Mantan kepala staf TNI-AU periode presiden Gus Dur dan Megawati.

Chappy Hakim yang pernah meninggalkan posisi empuknya sebagai direktur utama Freeport McMoran di Papua karena idealisnya yang tinggi terhadap republik ini.

Tulisan  ini tentu tak ingin mengulas tentang kariernya di TNI-AU dan freeport.  Tapi ingin menulis kariernya sebagai penulis hebat dengan belasan buku dan tetap menulis apa saja di kolom banyak media prestise.

Termasuk tulisannya tentang perang Rusia–Ukraina yang fokus mengenai kecanggihan persenjataan di kompas online seperti obrolan para marsekal di rumah duka sepupu saya.

Dan begitu usai acara pemakaman suami sepupu dengan upacara militer di kompleks perkuburan angkatan udara di Cakung, saya istirahat dan malamnya langsung mencari Chappy Hakim di google.

Chappy Hakim yang selalu menyebutkan kebiasaan menulis membuat ia tahu kemanusiaannya banyak kekurangannya.

“Menulis itu ternyata mempunyai kebiasaan berpikir terstruktur,” katanya di sebuah kesempatan untuk mengenang sang ayahnya, Abdul Hakim.

Yang merupakan tokoh pers yang juga reporter dan redaktur pertama pada Kantor Berita Antara. Pendiri kantor berita itu

Chappy menjelaskan kebiasaan menulis melatih orang memiliki landasan perencanaan, sebab tidak mungkin bisa menulis jika tidak merencanakan sesuatu.

“Setelah merencanakan, tetap bergulir proses itu, mengoreksi lagi supaya lebih bisa bermakna, menyempurnakan tulisannya,” kata Chappy.

Artinya, kata dia, dengan menulis akan membuat orang sadar bahwa banyak kekurangan yang dimilikinya.

“Kalau mau menulis pasti masuk ke proses itu. Dia akan belajar. Proses itulah yang harus dipelihara, ditingkatkan,” kata Chappy yang pernah diminta mengajar jurnalistik di sebuah komunitas wartawan muda.

“Menulis adalah soal kemauan, sehingga tidak ada yang namanya kesulitan, termasuk menulis buku,” katanya pada suatu kesempatan lain

Yang ada adalah mau atau tidak.

Jadi, soal kemauan.

Mau tahu gaya dan ketajaman Chappy menulis?

Ikuti saja bagaimana ia menulis tentang perang Ukraina yang masih berada dalam celengan memorinya. Celengan tentang persenjataan roket dan peluru kendali yang dimiliki angkatan udara kita.

Peluru kendali Rusia yang telah berhasil menghancurkan tujuh puluh empat target infrastruktur militer Ukraina.

Target yang telah dihancurkan, antara lain sebelas pangkalan udara, tiga pusat komando dan pengendalian, satu pos angkatan laut, delapan belas satuan radar canggih s-tiga ratus, dan sistem pertahanan udara militer.

Intinya adalah bahwa serangan udara Rusia telah berhasil menghancurkan target pilihan bernilai strategis dengan mengupayakan sekecil mungkin kerusakan dan jatuhnya korban.

Serangan udara Rusia telah menerapkan teknologi selected target yang tinggi tingkat presisinya dengan membatasi collateral damage.

Dalam sejarah dunia, penggunaan teknologi selected target dengan tingkat presisi yang tinggi adalah ketika pihak sekutu mengebom sasaran di Jerman dan Jepang.

Pengembangan selected target dengan presisi tinggi dikenal kemudian antara lain sebagai precision guided munition atau pgm.

Teknologi itulah yang tengah digunakan oleh pihak Rusia dalam menyerang sasaran strategis di Ukraina.

Kemajuan teknologi telah demikian cepat sehingga memungkinkan serangan udara dilakukan dengan memilih target tertentu saja yang dihancurkan.

Itu sebabnya, tidak ada kekhawatiran sama sekali terhadap warga di Kiev.

Sebagai perbandingan, dengan kemajuan teknologi, maka pola serangan udara menjadi berubah drastis.

Pada awal penggunaan senjata dalam perang udara, perhitungannya adalah berapa sorti diperlukan untuk mengebom sasaran dengan sukses.

Sekarang ini hitungannya adalah berapa sasaran yang hendak dibom dengan sukses dalam satu sorti serangan.

Seperti yang pernah dilakukan dalam serangan ke Jerman di perang dunia kedua  yang memerlukan seribu sorties untuk menghancurkan satu target.

Teknologi sekarang ini sudah memiliki kemampuan untuk mengebom delapan puluh target dengan hanya satu sorti pengeboman saja.

Sekali lagi teknologi telah memungkinkan serangan untuk sasaran terpilih dengan mencegah kerusakan lain yang tidak perlu. Selected target to avoid collateral damage.

Dari sebuah data yang sudah terlanjur  terbuka menyebut bahwa inter continental ballistic missile Korea Utara memiliki kemampuan menghancurkan Los Angeles hanya dalam waktu tiga puluh delapan menit saja.

Maka mekanisme perang dengan teknologi tinggi telah mempertajam apa yang pernah dikatakan oleh Clausewitz bahwa perang adalah a tool to achieve political objective.

Itu pula sebenarnya yang tengah kita saksikan dalam serangan Rusia ke Ukraina.

Rusia menggelar perang dalam upaya mencapai tujuan politiknya.

Namun lebih jauh dari itu dengan kemajuan teknologi pula maka sebenarnya kini dan di masa datang, dunia tengah memasuki era “drone warfare” yang sangat memerlukan keseimbangan dari sistem senjata yang manned versus unmanned platform.

Sistem senjata berawak yang berhadapan dengan sistem senjata yang nir-awak Perang masa kini telah pula menembus wilayah udara dan ruang angkasa dengan satellite base command and control system.

Telah demikian canggihnya sistem senjata sekarang ini seperti yang ditunjukkan Rusia dalam serangannya ke Ukraina, seolah membangunkan kita semua tentang bagaimana dan sampai di mana tingkat kekuatan perang yang kita miliki sejauh ini.

Harus diingat bahwa ketika terjadi serangan Jepang yang meluluhlantakan Pearl Harbor awal perang pasifik yang telah menggiring para pemikir tentang war united state pada kesimpulan sederhana.

Kesimpulan bahwa ternyata perang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.

Tentu bukan perang kata-kata. Perang yang dialirkan media online “no selected news.”

Perang kapan saja. []

Artikel serupa tayang di Nuga.co.

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *