Banyak Temuan, LIBAS: Fungsi Pengawasan Inspektorat Aceh Selatan Lemah

waktu baca 2 menit
Koordinator LSM Lembaga Independen Bersih Aceh Selatan (LIBAS), Mayfendri. (Foto: Istimewa)

Theacehpost.com | TAPAKTUAN – Koordinator Lembaga Independen Bersih Aceh Selatan (LIBAS), Mayfendri menilai fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Aceh Selatan, lemah.

“Kita sangat menyayangkan kinerja Inspektorat Aceh Selatan selaku lembaga pengawas internal, lalai, sehingga menjadi banyaknya temuan pada tahun 2019 berdasarkan LHP BPK RI atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan Nomor 3.C/LHP/XVIII.BAC/04/2020 tanggal 24 April 2020,” kata Koordinator LIBAS, Mayfendri kepada Theacehpost.com di Tapaktuan, Selasa, 8 Juni 2021.

Dalam LHP itu terdapat sejumlah poin yang menyalahi aturan,

di antaranya terkait pemberian hibah kepada individu, kelompok yang tidak termasuk kategori badan atau lembaga, dan tidak terdaftar pada Badan Kesbangpolinmas.

Selain itu juga adanya penyaluran belanja bantuan sosial untuk kegiatan perlombaan masyarakat yang tidak sesuai ketentuan.

banner 72x960

Pemkab Aceh Selatan pada tahun anggaran 2019 menganggarkan belanja hibah sebesar Rp 10,5 miliar lebih dengan realisasi senilai Rp 9,02 miliar atau sebesar 85,84%.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan penelaahan dokumen pertanggungjawaban belanja barang/jasa yang diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga pada Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Aceh Selatan, menunjukkan bahwa terdapat pemberian hibah yang menyalahi ketentuan.

“Berdasarkan pemeriksaan BPK RI, ditemukan bahwa terdapat hibah yang diberikan kepada individu sebesar Rp 353.350.000 dan juga hibah kepada lima kelompok masyarakat yang tidak termasuk kategori badan atau lembaga sebesar Rp 298.815.000,” ungkapnya.

Tak hanya itu, juga terdapat dana hibah lainnya kepada 36 kelompok masyarakat yang belum mendapat pengesahan badan hukum dari kementerian terkait dan tidak terdaftar pada Kesbangpolinmas.

Jumlah hibah kepada 36 kelompok tersebut totalnya mencapai seluruhnya sebesar Rp 3.396.939.700.

Mayfendri juga menjelaskan, Inspektorat sebagai unsur pengawasan internal seharusnya terlebih dahulu mengkroscek kinerja dan keuangan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.

Namun sayangnya, lanjut Mayfendri, pihak Inspektorat Aceh Selatan terkesan lalai dalam pelaksanaan pengawasan yang mengakibatkan banyaknya temuan tersebut.

“Seharusnya Inspektorat mengecek terlebih dahulu administrasi setiap instansi sebelum diserahkan ke BPK RI. Kita minta bupati untuk mengevaluasi kembali kinerja Inspektorat Aceh Selatan,” pintanya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *