“Tulak Bala”, Ruang Kolaboratif Menggugat Kekerasan Terhadap Perempuan

waktu baca 4 menit
Kegiatan memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) yang digelar LBH Banda Aceh, 25 November-10 Desember 2021. [Dok. LBH]

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Menjelang peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh bakal menggelar diskusi dan pameran seni di pelataran kantornya. Kegiatan ini digelar maraton selama 16 hari, mulai 25 November – 10 Desember 2021.

Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul mengungkapkan, pertunjukan seni tersebut bagian dari kampanye kolaboratif bersama sejumlah seniman lokal untuk menyuarakan perlawanan terhadap berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.

“16 hari nanti akan jadi hari penting bagi kampanye untuk melawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya, Selasa 23 November 2021.

Ia juga menjelaskan, kampanye 16HAKtP memiliki landasan histori yang telah diakui dan ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Seperti diketahui, dalam rentang waktu 25 November sampai 10 Desember terdapat beberapa hari penting yang menjadi bagian dari 16HAKtP.

Syahrul merincikan, ada peringatan Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (25 November), berlanjut pada Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (29 November), Hari AIDS Sedunia (1 Desember), Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan (2 Desember), Hari Internasional bagi Penyandang Disabilitas (3 Desember), Hari Internasional bagi Sukarelawan (5 Desember), Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan (6 Desember), Hari Pembela HAM (9 Desember) hingga Hari HAM Internasional (10 Desember).

banner 72x960

Berbagai bentuk kegiatan dalam rangkaian perayaan 16HAKtP, di antaranya diskusi publik dengan 14 tema soal kekerasan terhadap perempuan dan juga kelompok rentan lainnya. Selanjutnya ada pameran seni rupa yang memajang karya para seniman dari Komunitas Tikar Pandan, Apotek Warna, Komunitas Kanot Bu, Camp Kulu, Kana Art Galeri, ISBI Aceh, dan lainnya.

Karya-karya yang akan ditampilkan nantinya berupa lukisan, mural, sound art, instalasi dan pertunjukan seni seperti musik, hikayat, puisi, teater dan pemutaran film. Seluruh kegiatan akan dipusatkan di alun-alun kantor LBH Banda Aceh, di Jalan Sakti Lorong LBH Banda Aceh No. 01 Gampong Pango Raya, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh.

Mengusung Tema ‘Tulak Bala’

Sejak dua minggu sebelumnya, LBH Banda Aceh bersama para pelaku seni bahu-membahu mempersiapkan segala hal berkaitan dengan konsep acara. Belakangan, mereka menyepakati tema ‘Tulak Bala’ untuk kegiatan ini.

“Kita tahu bahwa riwayat 16HAKtP berawal dari perjuangan Maribal bersaudari dari Republik Dominika, dan di antara tanggal 25 November sampai 10 Desember ada beberapa hari penting yang lekat dengan HAM, namun agar sense lokalitasnya tetap dapat, maka kita pakai tema ‘Tulak Bala’ atau tolak bala,” jelas Syahrul.

Sampai detik ini, ujarnya, selain mengalami subordinasi hampir dalam segala hal, perempuan juga mengalami kekerasan atau ditindas secara kultural dan struktural. Sebagai catatan, Komnas Perempuan (2020) menyatakan bahwa setiap jam, ada tiga perempuan yang mengalami kekerasan, terutama secara seksual.

Sementara itu, berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (DPPPA), per triwulan III tahun 2021, terjadi 357 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tersebar di 23 kabupaten/kota. Dari 357 kasus terbagi, terdapat 594 bentuk kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan di provinsi itu, yaitu, KDRT (213); kekerasan fisik (78); kekerasan psikis (125); penelantaran (106); pemerkosaan (18); seksual (13); trafficking (1) dan lain-lain (40).

Tema ‘Tulak Bala’, biasanya merujuk kepada penangkal bencana, penyakit, dan bahaya, melalui serangkaian kegiatan ritual adat. Tema tersebut sengaja dipilih untuk menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan bala yang harus ditolak melalui kampanye HAKtP selama 16 hari.

“Kita sengaja mengadakan kegiatan ini dengan cara yang berbeda. Biasanya diskusi tentang HAKtP ini seolah terkonsentrasi di konsep HAM dan tingkat hukum semata, tetapi kita bawa ke arah yang lebih luas, seperti mengajak seniman, musisi, dan yang punya antusias dengan HAM,” tambah Syahrul.

Melalui kampanye ‘Tulak Bala’, para pegiat yang tergabung dalam kegiatan ini berharap adanya tekanan publik kepada Pemerintah Aceh agar memberi perhatian khusus terhadap pencegahan dan penanganan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Dorongan yang dimaksud berupa regulasi dan implementasi yang mendukung penghapusan segala bentuk kekerasan serta diskriminasi terhadap kelompok rentan di Aceh.

Syahrul menambahkan, kegiatan ini juga bertujuan untuk melahirkan produk pengetahuan baru yang dapat dijadikan dan dikembangkan sebagai alat kampanye yang mudah dipahami oleh masyarakat luas.

“Selain itu untuk mengembangkan metode-metode advokasi kreatif yang efektif dalam upaya peningkatan pemahaman publik dan perubahan kebijakan di Aceh. Dan tak kalah penting, untuk mendukung advokasi kebijakan terkait penguatan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, untuk memperkuat perlindungan terhadap anak dari ancaman kekerasan seksual,” ujarnya.

Kegiatan ini nantinya akan dilakukan di bawah prosedur protokol kesehatan yang dijaga secara ketat. Syahrul berharap kampanye 16HAKtP yang pertama kali dilakukan dengan konsep maraton di Serambi Makkah itu berjalan lancar dan tanpa hambatan.

“Kita berharap momen ini akan jadi khazanah pengetahuan bagi legasi atau warisan perlawanan atas kekerasan terhadap perempuan,” pungkas Syahrul.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *