TNI Bersama Petani
Oleh: Husaini Yusuf, S.P., M.Si *)
PADA setiap 5 Oktober, kita senantiasa memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebelum menjadi nama TNI, institusi tersebut sebelumnya dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam kurun waktu 1945-1947, setidaknya nama Tentara Nasional itu telah berubah sebanyak lima kali.
Sebelum menjadi TKR pada 5 Oktober 1945, sebenarnya pada 23 Agustus 1945 sudah dibentuk dengan nama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 7 Januari 1946, nama TKR diubah menjadi TKR. Lalu, pada tahun yang sama, nama itu berubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Nama TRI akhirnya diubah menjadi TNI pada 15 Mei 1947 (Wikipedia, 2021).
Pada 1962, institusi TNI kembali berubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Upaya ini dilakukan sebagai penyatuan antara angkatan perang dengan kepolisian negara. Namun, nama ABRI kembali menjadi TNI pada 1 April 1999. Selaras dengan itu, hak politik TNI serta dwifungsi ABRI pun dihilangkan.
Tepat hari ini, TNI genap berusia 76 tahun. Memasuki usia tiga perempat abad itu kita melihat bahwa peran TNI di masyarakat semakin dirasakan. Hal ini paling tidak dapat kita cermati dari stabilitas keamanan dan kondusifitas nasional selama beberapa tahun terakhir. Misalnya bagi Aceh, keberhasilan mencapai kesepakatan damai antara pemerintah Indonesia dengan GAM pada 2015.
Di antara ragam tugas pokok yang diembankan padanya, TNI juga memiliki tugas untuk membantu negara dalam menanggulangi bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan. Termasuk membantu pemerintah dalam menciptakan ketahanan pangan nasional yang ditandai dengan MoU antara kementerian pertanian (Kementan) dengan TNI AD dalam Program Upaya Khusus (UPSUS) pada 2012 lalu.
Pelibatan TNI khususnya Angkatan Darat dalam Program UPSUS percepatan peningkatan produksi pangan sejalan dengan peran TNI dalam menjaga pertahanan nasional dan dasarnya dari payung hukum Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional.
Inpres ini merupakan keputusan politik yang mendasari kerjasama Kementan dengan TNI. Selanjutnya, Inpres tersebut ditindaklanjuti oleh Kementan dan TNI dengan naskah kerja sama yang dievaluasi dan perpanjang setiap tahun.
Hingga hari ini, di bawah komando Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), keterlibatan TNI dalam membangun pertanian atau pangan masih berlanjut, hal ini penting dilakukan karena menyangkut urusan kebutuhan hajat hidup masyarakat. Bahkan, pada 2020 lalu, Kementan dan TNI AD memperluas kerja sama di bidang peternakan pada pelaksanaan program 1.000 Desa Sapi (Dirjennakkeswan, 2020). Apabila produksi pangan kurang dan ketersediaan pangan tidak merata, maka dapat mengancam pertahanan negara.
TNI-AD bagi Petani
Pelibatan TNI AD dalam program UPSUS Padi, jagung dan kedelai (pajale) adalah dilihat sebagai peran teritorial non perang dan dalam bentuk kemanunggalan TNI dengan masyarakat. Kegiatan kemanunggaan TNI dengan masyarakat bukan lah bentuk baru, melainkan sudah terlaksana jauh sebelum upsus Pajale ini dilaksanakan.
Untuk mendukung pelaksanaan program pendampingan bagi petani, tentu TNI harus memiliki kemampuan khusus diluar tupoksinya selama ini. Oleh karena itu, Kementan melaksanakan pelatihan bagi kader ketahanan pangan TNI-AD yang diikuti oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) pada setiap Kecamatan diseluruh Indonesia.
Selain melakukan pendampingan kepada petani untuk terus meningkatkan hasil produksinya, TNI Angkatan Darat juga melaksanakan pendampingan penjualan gabah hasil panen. Pendampingan penjualan gabah dilaksanakan melalui Serap Gabah Petani (Sergap) yang sangat membantu petani dalam stabilitas harga.
Program Sergap sangat membantu para petani agar harga gabah tidak terus anjlok pada masa panen. Dalam hal ini TNI AD bekerja sama dengan Bulog untuk menjaga kestabilan harga gabah. Selain itu, jika memang dibutuhkan, TNI akan membantu armada pengangkutan gabah dari desa ke Bulog menggunakan truk Kodim.
Sebagian Kodim bahkan menginstruksikan kepada para aparat teritorialnya di daerah bersama Bulog turun ke lapangan untuk membeli gabah dari para petani. Ujung tombak pelaksanaan Sergap ini adalah para Babinsa yang bertugas di setiap desa, yang berada di bawah komando masing-masing Koramil di setiap kecamatan.
Selain itu, keterlibatan TNI-AD yang sangat membantu masyarakat terutama petani adalah soal distribusi pupuk subsidi. Selama ini distribusi pupuk yang terjadi di tingkat petani kerap dimainkan oknum tertentu yang menjual hak petani kepada yang bukan berhak menerimanya demi meraup keuntungan lebih. Alhasil, petani selalu kocar-kacir tatkala membutuhkan pupuk. Namun dengan hadirnya TNI hal itu mulai agak tertib.
Disamping itu, mereka juga melakukan pendampingan dalam pembangunan infrastruktur, misalnya dalam kegiatan cetak sawah baru, pembangunan irigasi, mengawal pemanfaatan dan pemeliharaan alat mesin pertanian melalui brigade alat mesin pertanian yang bekerja sama dengan dinas pertanian provinsi dan kabupaten/kota.
Sebelum bekerja sama dengan TNI, cetak sawah hanya berkisar 26 ribu ha per tahun. Namun setelah dilakukan kerja sama, jumlah cetak sawah naik 500 persen atau menjadi 138 ribu ha di tahun 2016 (Biro Humas Kementan, 2017).
Dampak dari program terobosan kerja sama tersebut terhadap peningkatan produksi sangat signifikan. Pada tahun 2015 dan 2016 meskipun diterpa iklim ekstrim El Nino dan La Nina, produksi padi pada tahun 2016 mencapai 79,1 juta ton GKG meningkat 4,97 persen dibanding tahun 2015 sebesar 75,4 juta ton GKG atau meningkat 11,7 persen dibanding produksi tahun 2014 sebesar 70,8 juta ton GKG. Begitu pun produksi jagung, di tahun 2014 hanya 19 juta ton, namun di tahun 2016 mencapai 23,2 juta ton (BPS, 2017).
Dunia mengakui capaian yang dihasilkan Kementan. Pertama, Kundhavi Kadiresan, Dirjen Asisten FAO Regional Representative untuk Asia dan Pasifik mengatakan FAO menghargai keberhasilan Indonesia dalam swasembada beras 2016. Capaian ini merupakan hasil investasi pemerintah Indonesia khususnya Kementan yang sebagian besar digunakan untuk membangun infrastruktur (Kompas, 2018).
Kedua, The Economics melaporkan Global Food The Security Index (GFSI) di 133 negara tahun 2016. Dilaporkan bahwa GFSI Indonesia meraih peringkat ketahanan pangan terbesar selama tahun 2015-2016. Hasil survei yang dilakukan oleh INDEF juga menunjukkan bahwa 89,57 persen petani puas dengan keterlibatan TNI dalam pembangunan pertanian.
Peran Peneliti dan Penyuluh
Memang peran yang dimainkan TNI dalam program UPSUS tidak sedikit dalam kurun waktu tersebut, namun kita tak bisa melupakan peran para peneliti di Kementerian Pertanian yang telah menciptakan berbagai teknologi teraktual dalam peningkatan produksi Pajale. Disamping juga peran yang dilakoni oleh penyuluh pertanian lapangan (PPL) setiap kecamatan dalam transfer teknologi kepada petani. Tanpa peneliti dan PPL petani akan meraba-raba.
Kinerja Kementan itu diapresiasi oleh Ketua Komisi IV DPR RI, bahwa kerja keras Kementan dalam meningkatkan produksi pangan, kesejahteraan petani, bahkan ketersediaan pangan strategis serta harga di tahun 2017 aman dan stabil perlu diapresiasi.
Ketahanan pangan yang berhasil diraih tersebut tidak terlepas dari beberapa aspek, antara aspek Satkowil, partisipasi kelompok tani yang tinggi disebabkan kedisiplinan petani yang tertular dari TNI. Terakhir, dari aspek kemanunggalan TNI dengan rakyat, kedekatan aparat teritorial dengan masyarakat khususnya petani sangat penting dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Selamat Ulang Tahun TNI ke 76. Semoga TNI semakin merakyat!.
*) Penulis Adalah Peneliti di BPTP Balitbangtan Aceh dan Alumnus Pascasarjana Sosiologi Pedesaan IPB Bogor