Terancam Tak Dipakai Lagi, Karyawan Pembangkit Listrik PT SBA Mengadu ke NGO HAM
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Perwakilan karyawan yang bekerja pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT. Solusi Bangun Andalas (SBA) di Lhoknga mengadu ke Koalisi NGO HAM Aceh karena diduga status mereka akan dihapus/disingkirkan oleh pihak pengelola pembangkit tersebut.
Informasi yang belum mendapatkan konfirmasi dari PT BEST selaku penyedia jasa pengelolaan pembangkit listrik (power) PT SBA yang baru disebut-sebut tidak akan menggunakan lagi tenaga kerja sebanyak 52 orang yang sudah belasan tahun bekerja pada perusahaan pengelola power PT SBA.
“Terakhir, ketika perusahaan pengelola berganti dari PT LNET ke PT BEST, tiba-tiba ada kebijakan tidak lagi menggunakan 52 pekerja walau sudah memiliki sertifikat level 3 dan 4,” kata seorang karyawan yang ditemui ketika mendatangi Kantor NGO HAM Aceh, Senin, 4 Oktober 2021.
Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad kepada Theacehpost.com membenarkan pihaknya didatangi perwakilan karyawan pada unit pembangkit listrik milik pabrik semen PT SBA di Lhoknga.
Devrian, selaku perwakilan 52 pekerja mengatakan tujuan mereka mendatangi Koalisi NGO HAM Aceh sebagai upaya mencari keadilan dan memperjuangkan hak-hak para pekerja.
Devrian menjelaskan kepada Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, mereka sudah bekerja kurang lebih 13 tahun dan perusahan pengelola mesin PLTU sudah bergonta-ganti.
“Dari tahun ke tahun kami terus dibekali pengetahuan dan skil untuk pengeloaan mesin pembangkit yang memang memiliki spesifikasi khusus,” lapor Devrian.
Dijelaskan Devrian, karyawan sebanyak 52 orang itu adalah putra lokal Aceh yang sengaja dipekerjakan bersama 15 orang tenaga kerja asing untuk dapat menyerap ilmu dan keahlian dalam menjalankan mesin PLTU milik PT SBA.
Namun, yang sangat disayangkan, kata Devrian, ketika kontraktor pengelola mesin pembangkit berpindah tangan ke PT BEST, ternyata pihak perusahaan membuka rekrutmen baru tanpa mempertimbangkan kemampuan dan sertifikat yang mereka miliki.
“Di sinilah kami sedih dan bertanya dalam hati apakah negara tidak dapat memberikan perlindungan terhadap kemampuan kami putra daerah? Apakah pekerjaan dan pengetahuan yang diakui hanya milik orang-orang dari luar?” tandas Devrian.
Menurut Devrian, semua upaya telah mereka tempuh mulai dari tingkat mukim sampai DPRA.
Bahkan pihak DPRA telah menerbitkan rekomendasi agar pihak perusahaan ketika pengalihan/rekrutmen ketenagakerjaan tanpa adanya syarat apapun yang harus dipenuhi oleh semua karyawan PT LNET sebanyak 52 orang.
Tetapi, lanjut Devrian, rekomendasi DPRA sama sekali tidak menjadi pertimbangan dari PT. BEST sebagai pengganti PT LNET.
Akan dianalisa
Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Zulfikar Muhammad menyambut baik kedatangan perwakilan karyawan PT. LNET.
“Kami telah terima laporan mereka dan kami akan analisa terlebih dahulu berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku,” kata Zulfikar.
Intinya, kata Zulfikar, pihaknya akan tetap melakukan yang terbaik jika adanya kesenjangan akibat kewenangan perusahaan yang dapat melahirkan kesewenang-wenangan terhadap hak-hak para pekerja.
Koalisi NGO HAM Aceh juga akan melakukan langkah-langkah hukum sambil melakukan kajian terhadap permasalahan.
Namun, lanjut Zulfikar, sebelum langkah-langkah sesuai mekanisme hukum dilakukan, pihaknya akan meminta DPRA menunjukkan eksistensinya dan mengambil tindakan yang diperlukan terhadap pengabaian rekomendasi yang telah diterbitkan.
“Begitu pula gubernur (eksekutif) tidak hanya duduk santai melihat permasalahan yang terjadi. Perlu adanya tindakan nyata sehingga hak-hak para pekerja dapat berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian Direktur Koalisi NGO HAM Aceh. []