Tahun 2022, Pernikahan Dini di Abdya Capai 18 Kasus, Apa Resikonya?

waktu baca 2 menit
Perserta sosialisasi pencegahan pernikahan dini pada anak sedang memberikan pertanyaan kepada narasumber yang terdiri dari Kepala KUA Kecamatan Manggeng, Abuzar (Berpeci hitam) dan Kepala PUSKESMAS Lhang Kecamatan Setia, Hessi Arfina, di kantor keuchik gampong Kuta Murni, kecamatan Setia, Selasa, 17 Januari 2023. (Theacehpost.com/Robbi Sugara)

Theacehpost.com | BLANGPIDIE – Data pernikahan yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) dalam kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) pada tahun 2022 tercatat 1.088 pernikahan. Diantaranya 18 kasus pernikahan anak di bawah umur, dengan rincian 5 orang laki-laki dan 13 orang perempuan.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala KUA Kecamatan Manggeng, Abuzar, dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Dini yang dilaksanakan oleh Pemerintah Gampong Kuta Murni kecamatan Setia, di kantor keuchik setempat, Selasa, 17 Januari 2023.

“Data tersebut hanya yang dilaporkan dan tercatat di KUA. Yang tidak dilaporkan pasti lebih banyak lagi,” ujarnya.

Abuzar menjelaskan, kalau ada anak di bawah umur yang melapor ke KUA ingin menikah, maka harus mendapatkan dispensasi dari Mahkamah Syar’iyah.

“Kalau tidak mendapatkan dispensasi dari Mahkamah Syar’iyah, maka akan kita tolak,” terangnya.

banner 72x960

Abuzar menambahkan, Undang Undang Pernikahan yang lama, UU Nomor 1 Tahun 1974, dimana umur pasangan nikah kala itu ditetapkan untuk pria 19 tahun dan wanita setidaknya berumur minimal 16 tahun.

“Tapi saat ini, untuk umur calon pengantin, dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan, pasangan nikah setidaknya berumur paling rendah 19 tahun untuk pria dan wanita,” tambahnya.

Sementara itu, kepala Puskesmas Lhang Kecamatan Setia, Hessi Arfina, mengatakan dampak (resiko) dari pernikahan dini dari segi kesehatan reproduksi, seperti dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada saat persalinan dan nifas.

“Dampak dari pernikahan dini secara fisiologis adalah keguguran (abortus), persalinan prematur, berat badan lahir rendah dan kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi, anemia kehamilan, dan kematian ibu, serta mudah mengalami stres,” terang ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kabupaten Abdya tersebut.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *