Soal Dugaan Pungli, Sekdes Pantoe Cut: Itu Biaya untuk Operasional

waktu baca 2 menit
Ilustrasi korupsi. [Pixabay]

Theacehpost.com | BLANGPIDIE – Terkait dugaan adanya pungli saat pengurusan sertifikat tanah di Gampong Pantoe Cut, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya, sejumlah pihak mulai memberi klarifikasi.

Theacehpost.com sempat melakukan konfirmasi kepada Penjabat (Pj) Keuchik Gampong Pantoe Cut, Zikri Yus, Rabu malam, 8 Desember 2021. Menurut Zikri Yus, di periodenya pembuatan sertifikat tanah sudah tidak ada lagi.

“Periode kami tidak ada pembuatan sertifikat tanah program Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) tersebut, biar lebih jelas coba hubungi keuchik lama,” ujarnya.

Theacehpost.com lalu menghubungi mantan keuchik gampong Pantoe Cut, Saiba, tapi nomor selulernya tidak aktif.

Kemudian pada malam yang sama, Theacehpost.com menghubungi Sekdes Pantoe Cut, Mulyadi. Kendati menerima uang sebesar Rp300 ribu, menurutnya itu biaya operasional saat mengukur tanah.

banner 72x960

“Betul ada kami ambil, tapi uang tersebut kami ambil untuk operasional dan makan minum kami yang mengukur tanah,” ujar Mulyadi.

Baca juga: Benarkan Ada Dugaan Pungli Pengurusan Sertifikat Tanah di Abdya?

Menurutnya, ada seluas 700 bidang tanah yang harus mereka ukur. “Sedangkan yang buat sertifikat hanya 200 lebih,” kata dia.

“Semua bidang tanah kami ukur, termasuk 500 bidang tanah yang tidak buat sertifikat Prona tersebut juga kami ukur, itu sesuai perintah BPN (Badan Pertanahan Nasional),” jelasnya.

Selain untuk operasional dan makan minum, biaya itu juga digunakan untuk kelengkapan administrasi pengajuan sertifikat tanah.

“Masyarakat yang mengajukan sertifikat tinggal terima beres, semuanya kita siapkan termasuk materai. Paling pemilik tanah tersebut hanya kita minta untuk menjumpai orang yang berbatasan tanah untuk menandatangani surat pengajuan sertifikat,” terangnya lagi.

Ia lantas membantah tegas adanya kutipan sebesar Rp600 ribu. Semua biaya itu menurutnya murni untuk pembuatan sertifikat tanah beserta surat dasar.

Kata dia, kebiasaan orang tua di gampong dulu sering mengabaikan surat dasar atau surat hibah, ketika memberikan sebidang tanah kepada anak-anaknya, baik untuk membangun rumah dan sebagainya.

“Makanya ini kita tertibkan, dengan kita buatkan surat dasar atau surat hibahnya,” ujarnya.

Mulyadi mencontohkan, jika ada ahli warisnya tiga orang, maka biayanya Rp300 ribu lalu dibagi tiga. Kemudian jika dari mereka bertiga hanya satu orang yang membuat sertifikat, berarti hanya satu orang saja yang menambahkan Rp300 ribu lagi.

“Sedangkan yang dua orang lagi tidak perlu menambah biaya,” kata Mulyadi.

Ia juga meminta publik tidak menduga negatif terkait masalah ini.

“Sebetulnya kami sangat sedih dengan pemberitaan di media yang telah memojokkan kami. Gaji kami sedikit, 2 juta pun tidak sampai per bulan. Tidak mungkin kan dengan gaji kami tersebut kami gunakan sebagai operasional pengukuran tanah tersebut,” pungkasnya.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *