Penunjukan Bustami Hamzah sebagai Pj Gubernur Aceh Dianggap  Intervensi Pusat Ademkan Tensi Politik Lokal

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Pengamat sosial dan politik, Usman Lamreung menilai penunjukkan Bustami Hamzah sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh pengganti Achmad Marzuki di sisa masa jabatannya yang tersisa sekitar lima bulan lagi dianggap sebagai kebijakan yang tepat dari Pemerintah Pusat untuk mengademkan tensi politik lokal di Aceh.

banner 72x960

“Beberapa bulan terakhir, hubungan politik antara DPR Aceh dengan Pj Gubernur Achmad Marzuki memang tidak baik-baik saja. Hari ini telah ditunjuk Bustami Hamzah sebagai penggantinya. Saya kira ini intervensi kebijakan yang tepat dilakukan oleh pemerintah pusat,” kata Usman Lamreung, Banda Aceh, Minggu, 17 Maret 2024.

Menurut Usman, sebelum Achmad Marzuki dicopot dari jabatannya, sebenarnya jalinan komunikasi yang terbangun antara Pj Gubernur Aceh dengan DPR Aceh sudah terbangun dengan cukup baik.

Hanya saja, kata Usman, dikarenakan kedua lembaga eksekutif dan legislatif itu memiliki kepentingan anggaran yang berbeda, maka sengkarut anggaran pun berlarut-larut hingga menyebabkan macetnya realisasi program kerja pemerintahan selama dua bulan pertama tahun 2024 akibat belum disetujuinya R-APBA saat itu.

“Memang selama ini kita lihat komunikasi yang terbangun sudah bagus, tapi keduanya ini adalah lembaga politik. DPR Aceh sebagai lembaga politik punya kepentingan anggaran, salah satunya menginginkan agar pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI tidak membebankan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh. Nyatanya yang kita lihat adalah DPR Aceh menolak itu,” ungkapnya.

“Tapi kita belum tahu nih apakah dalam pengesahan APBA 2024 kemarin yang baru saja ditandatangani saat Pj Gubernur beralih ke Bustami Hamzah apakah masih mengakomodir Dana Otsus untuk dipakai ke pelaksanaan PON XXI atau tidak? Itu kita belum tahu. Kalau itu masih ada, berarti DPR Aceh tidak konsisten,” tambahnya lagi.

Di sisi lain, Usman Lamreung yang juga seorang akademisi Universitas Abulyatama (UNAYA) menyatakan bahwa sisa masa jabatan Bustami Hamzah yang singkat sebagai Pj Gubernur Aceh, menurutnya tidak akan sepenuhnya mampu memenuhi semua hajatan masyarakat Aceh.

Kata Usman, kendati Bustami Hamzah dianggap tidak akan mampu merespons semua hajatan masyarakat, tetapi Bustami dituntut harus bisa menjamin penyuksesan PON XXI, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, dan penguatan ekonomi masyarakat Aceh untuk kalangan menengah ke bawah.

“Bukan kita mau bersandar penuh pada Pj Gubernur Bustami di waktu yang singkat ini, tetapi sebagai harapan masyarakat, dia harus bisa menunjukkan bahwa apa yang menjadi keinginan masyarakat Aceh bisa terimplementasikan dengan baik. Minimal ada capaian yang berbanding lurus dengan harapan masyarakat meskipun saat ini kita sudah telat memulainya,” tutur Usman.

Haram Mutasi SKPA

Usman Lamreung meminta Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah harus melanjutkan kerja-kerja yang ditinggalkan oleh Pj Gubernur Achmad Marzuki sebelumnya.

Usman menyebut Bustami Hamzah “haram hukumnya” menghabiskan waktu pemerintahannya yang singkat itu hanya untuk memfokuskan perhatiannya pada mutasi pejabat dan mengabaikan fokus lain untuk melakukan percepatan-percepatan realisasi APBA 2024.

Untuk diketahui, seorang Pj Kepala Daerah dibolehkan untuk memecat dan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan ketentuan harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Surat Edaran Nomor 821/5492/SJ yang diteken Mendagri Tito Karnavian tertanggal 14 September 2022.

Menurut Usman, sekalipun seorang Pj Gubernur diberi kebebasan untuk mengajukan mutasi pejabat sepanjang diterima persetujuannya oleh Mendagri, namun Bustami disarankan untuk tidak mengambil keputusan itu di masa pemerintahannya saat ini.

Alasannya menurut Usman hanya akan membuang-buang waktu di masa jabatannya yang memimpin dalam beberapa bulan saja.

“Mendagri dalam pelantikan Bustami menyampaikan tidak ada mutasi selama sisa masa jabatan Pj Gubernur Aceh 2023-2024. Artinya mutasi itu sebenarnya juga dibatasi oleh Mendagri. Kalaupun ada itu harus sepersetujuan Mendagri. Kalau mau minta persetujuan Mendagri itu butuh waktu, kurang lebih tekor waktu 3 bulan. Sudah habis waktu di tengah jalan. Bagaimana dia bisa mengimplementasikan berbagai kebijakan kalau dia masih disibukkan dengan persoalan mutasi,” tutup Usman. Akhyar

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *