Pengusaha di Aceh Selatan Diminta Taati UU Ketenagakerjaan Soal Upah, LBH-JKA Siap Dampingi Pekerja

waktu baca 3 menit
Direktur Lembaga bantuan Hukum Jendela Keadilan Aceh (LBH-JKA), Muhammad Nasir SH. (Foto: Istimewa)

Theacehpost.com | TAPAKTUAN – Persoalan ketenagakerjaan akhir-akhir ini menjadi isu yang menarik dibicarakan. Pasalnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan yang tidak mentaati Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan dan mengabaikan kewajiban serta hak-hak para karyawannya.

Permasaalahan tentang upah pekerja yang jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) terjadi di Kabupaten Aceh Selatan, sebagaimana hasil sidak yang dilakukan oleh Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) setempat bersama Pengawas Ketenagakerjaan (Wasnaker) Aceh dan BPJS Kesehatan di beberapa SPBU di kawasan Aceh Selatan pada Rabu, 2 Juni 2021.

Menyikapi persoalan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum Jendela Keadilan Aceh (LBH-JKA) mengatakan kesiapannya untuk mendampingi para karyawan yang “dikangkangi” haknya.

“Kita sangat terkejut mendengar hasil sidak tersebut, dimana selama 10 tahun belakangan ini ternyata hak pekerja di Aceh Selatan dibayar tak pantas. Ini merupakan pelanggaran hukum, apalagi hal ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama,” kata Direktur LBH – JKA, Muhammad Nasir SH kepada Theacehpost.com, Kamis, 3 Juni 2021.

Menurut Nasir, hak pekerja diatur dalam Pasal 90 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa, “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.”

banner 72x960

Selain itu, lanjut Muhammad Nasir, dalam Pasal 185 ayat 1 UU Ketenagakerjaan juga menyatakan, “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 68, Pasal 69 ayat 2, Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat 1, Pasal 143, dan Pasal 160 ayat 4 dan ayat 7, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.”

Kemudian, Direktur LBH-JKA juga mengaku bahwa pihaknya mendapatkan informasi bahwa bukan hanya pekerja SPBU saja yang mengalami masalah terkait upah, tetapi juga dialami oleh pekerja di swalayan, cafe, dan perhotelan di Kota Tapaktuan.

“Mereka juga tidak mendapatkan upah yang layak dan jam bekerja yang seusia, serta tidak mendapatkan jaminan kesehatan dan kecelakaan,” ungkapnya.

Ia menilai, terkait perjanjian kerja, juga telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan pada Pasal 63 ayat 1 Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebutkan, “Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.”

Selanjutnya, pada Pasal 188 UU Ketenagakerjaan juga menyatakan : “Pertama, barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2, Pasal 38 ayat 2, Pasal 63 ayat 1, Pasal 78 ayat 1, Pasal 108 ayat 1, Pasal 111 ayat 3, Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5 juta dan paling banyak Rp 50 juta. Kedua, tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 merupakan tindak pidana pelanggaran.”

LBH-JKA berharap dinas terkait segera mengambil langkah kongkrit terkait hal ini dan memberikan sanksi kepada para pelaku usaha yang mengabaikan hal tersebut.

“Masalah pekerja ini bukan lah lah main-main, ini menyangkut hajat hidup orang. Kami juga mengimbau bagi para pekerja yang merasa dirugikan haknya agar melaporkan ke instansi terkait, jika ada potensi pidana LBH-JKA sangat siap untuk mendampingi rekan-rekan pekerja dan segeralah menghubungi kami,” pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *