Pegiat Sejarah Tolak Pemindahan Situs Makam Ulama Kesultanan Aceh Darussalam

waktu baca 3 menit

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Banda Aceh mengadakan rapat bersama para pegiat sejarah dan masyarakat guna mencari solusi terbaik penanganan situs makam kuno di Banda Aceh.

Rapat dilaksanakan di Kantor Disdikbud Banda Aceh, Senin, 19 September 2022.

Dalam pertemuan tersebut Pemimpin Darud Donya Cut Putri mengatakan, situs sejarah makam para ulama seharusnya dihormati. Haram hukumnya merusak situs sesuai dengan Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 5 Tahun 2020.

Situs sejarah atau Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) juga dilarang dirusak sesuai amanah Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010, dan peraturan perundang-undangan lainnya.

“Maka wajib untuk menyelamatkan semua situs sejarah yang terlantar atau terancam digusur di seluruh Banda Aceh,” tegasnya.

banner 72x960

Demikian juga nisan di Lamdingin harus diangkat dari timbunan dan diletakkan di tempat semula dan dilindungi.

Kuasa Hukum Darud Donya Nourman Hidayat SH, menegaskan, menolak keras opsi yang ditawarkan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, untuk penggusuran atau pemindahan situs sejarah yang terkena proyek pembangunan.

Dia mengingatkan pernyataan yang diterbitkan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, yang meminta Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota, serta rakyat Aceh untuk melestarikan dan tidak menggusur situs sejarah dan cagar budaya dalam pembangunan di Aceh.

“Fatwa MPU yang menetapkan bahwa perusakan situs hukumnya adalah haram,” lanjutnya.

Sementara itu Ketua Peusaba Mawardi Usman yang hadir juga mengingatkan semua pihak supaya berhati-hati agar kejadian yang sama tidak berulang. Perlu langkah tegas dalam perlindungan situs sejarah dan cagar budaya.

Ketua Aceh Lamuri Foundation (ALIF) Yulindawati meminta pemerintah melaksanakan undang-undang cagar budaya dan melindungi situs sejarah sesuai undang-undang dan qanun.

“Jangan sampai kejadian di Lamdingin berulang.  Karena pemerintah yang bertanggung jawab dalam melindungi situs sejarah di Banda Aceh,” lanjutnya.

Dalam pertemuan itu, perwakilan Mapesa, Rahmat Riski dan Yusri Ramli yang ikut hadir, juga mengatakan bahwa  nisan adalah bukti peradaban masa lampau. Nisan adalah bukti kebesaran masa lalu dan wajib dijaga. Maka, situs sejarah di Lamdingin harus tetap tidak boleh dipindahkan sebab situs sejarah adalah peradaban lama yang tak bisa diperbaharui.

Pertemuan itu dihadiri juga oleh perwakilan dari organisasi Ashraf Aceh, SILA, Keuchik Lamdingin, pemilik lahan di proyek Lamdingin tempat situs berada, juga unsur pejabat dan staf Disdikbud serta TACB Kota Banda Aceh.

Setelah pertemuan, disepakati bahwa Kawasan Situs Sejarah Makam Ulama Lamuri dan Kesultanan Aceh Darussalam di Lamdingin harus tetap berada ditempatnya. Nisan yang tertimbun harus diangkat kembali, sedangkan kawasan makam akan dibebaskan dengan anggaran pemerintah kota. Hal ini akan diajukan ke PJ Wali Kota Banda Aceh oleh Disdikbud Banda Aceh.

“Kita sangat mengapresiasi Disdikbud Banda Aceh yang menginisiasi acara pertemuan ini, dan berharap kesepakatan dalam rapat ini dapat terlaksana dengan baik,” tambah Cut Putri. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *