“Pak Minta Tolong Ongkosnya Habis”
- Catatan Barlian AW
BAGI Barlian AW, hidup adalah pilihan. Memilih jadi penulis juga pilihan hidup. Maka, Barlian AW pun tak pernah henti menulis. Bahkan, sosok seniman, budayawan, dan wartawan ini tak pula mengelak ketika Pemred Theacehpost.com, Nasir Nurdin meminta kesediaannya untuk menulis kisah apa saja. Maka, di edisi perdana ini, Bang Bar—begitu dia akrap disapa—berkisah tentang Bus Aceh yang melegenda. Ada yang sudah tinggal kenangan dan ada pula yang masih bertahan, misalnya, PMTOH. Laki-laki kelahiran Aceh Utara ini merekam semua itu dengan sangat baik walau terkadang dia menuturkannya dengan penuh kejenakaan. Itu khas-nya Bang Bar. Semoga bermanfaat dan menghibur.
Salah satu bus generasi lama penjelajah rute Banda Aceh-Medan yang masih tersisa adalah PMTOH. Selebihnya seperti PAT, KMB, STC, Tenaga Desa, Anda Andika, dan lain-lain hanya tinggal kenangan bagi yang pernah menggunakan jasanya.
Perusahaan otobus PMTOH dibentuk tahun 1958 ketika jalan raya Aceh belum beraspal. Bus dengan cat warna hijau dan kepala merah ini menggunakan mesin Chevrolet.
Tapi usia bus dengan kepanjangan Perusahaan Motor Transport Ondernemen Hasan ini tidak panjang. Tahun 1960 berhenti beroperasi. Dua tahun kemudian, berkat tekad owner-nya, Firma yang bermarkas di Banda Aceh ini bangkit kembali dengan semangat dan tekad bersama.
Pada awalnya nama PMTOH agak sulit dilafal. Ada yang melafal Pe Em Te O Ha, karena seharusnya memang demikian. Tapi di kalangan publik Aceh dengan mudah dan terbiasa menyebut Pe Em Toh. PMTOH dengan logat Aceh.
Kini PMTOH dengan lafal baku ini seperti sangat terhafal di kalangan masyarakat terutama pengguna jasa transportasi, mulai dari Aceh sampai Jakarta bahkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. The Green Bus ini memang sedang merajai jalan raya Sumatera dan Jawa.
Para pedagang dan pelanggan di grosir Tanah Abang, Jakarta sangat tidak asing dengan nama PMTOH. Sebab hampir semua barang, terutama tekstil dari Jakarta yang ingin dikirim ke kota-kota di Sumatera menggunakan jasa ekspedisi PMTOH. Juga barang-barang dari Tasikmalaya, Jogyakarta, dan Solo diangkut dengan PMTOH. Itulah sebabnya PMTOH digelar dengan Si Raja Paket.
Dalam catatan para pengamat bus, ada dua PO (Perusahaan Otobus) yang mempunyai rute terpanjang di Indonesia, yaitu ALS (Antar Lintas Sumatera) dan PMTOH. Di antara keduanya, PMTOH-lah yang terdepan. Sebab ALS dari Jawa hanya sampai ke Medan, sedangkan PMTOH lebih jauh 600 km lagi, tembus ke Banda Aceh. Dua-duanya memang “gemar” mengangkut paket.
Kapan PMTOH mulai menjelajahi Pulau Jawa?
Menurut Bang Adi alias Jumadi, owner PMTOH, di kala konflik Aceh (1989-2005) dengan kondisi jalanan Aceh yang kurang nyaman, PMTOH yang memiliki armada terbanyak, merintis jalur ke luar Aceh. Tak tanggung-tangung sampai ke Jawa.
Jalur ini tergolong menjanjikan hingga tetap bertahan sampai sekarang. Malah PO lain dari Aceh yang juga mengambil jalur ke Jawa ketika itu ialah ATS. Kemudian menyusul Putra Pelangi, Sempati Star dan PT Pelangi. Namun kekhususan PMTOH ialah menjadi bus penjemput paket sampai ke Jawa Tengah.
Dilihat dari armadanya, PMTOH tidak terlalu fokus dengan yang premium. Kalaupun ada, jumlahnya terbatas. Sedang bus dengan body sederhana menjadi incarannya. Maka banyak PO di Jawa menjual armada terpakainya kepada PMTOH.
Terakhir sejumlah armada PO Rosaria Indah bertukar nama jadi PMTOH tanpa mengubah warna cat dan levery-nya. Ini terlihat juga beberapa unit PMTOH yang berpelat luar Aceh (non-BL) seperti AB, AD, atau D. Namun itu untuk sementara, karena segera jadi BL. Bagi PMTOH sebagai bus yang lahir di Aceh dan menjelajahi jalanan Aceh, sangat berkewajiban untuk menukar ke pelat BL dan membayar pajaknya di Aceh.
Pada dekade 1960-an dan 70-an PMTOH adalah bus terkemuka dan tergolong elite di Aceh. Begitu juga halnya Nasional sebelum bus Lampoh Saka ini menjelma menjadi Kurnia.
Di Medan, misalnya, Stasion PMTOH di Jalan Rahmadsyah (Jalan Japaris) selalu ramai karena selain armadanya bagus-bagus, keberangkatannya ke kota-kota di Aceh hampir setiap jam dan tepat waktu.
Menurut Bang Adi alias Bang Jumadi, manajeman PMTOH akan mempertahankan karakter armadanya yang stabil dengan dua fokus, yaitu penumpang dan barang. Malah untuk pengiriman barang sudah ada perusahaan ekspedisi tersendiri.
Di balik itu, katanya, PMTOH meski perusahaan dengan orientasi bisnis, namun misi sosialnya tetap dipelihara dari dulu sampai kini. “Mungkin karena misi ini kami bisa bertahan walau dalam situasi sulit,” kata Jumadi.
Misi sosial ini tercermin pada ongkosnya. Meski ada kesepakatan tentang tarif bersama PO lain, namun selalu diberikan diskon terutama bagi calon penumpang yang terlihat kurang mampu. Bahkan pengalaman mengambil trayek ke Jawa, banyak orang Aceh yang ingin pulang selalu diberi keringanan ongkos.
“Ada yang kita bawa pulang ke Aceh tanpa bayaran. Hingga makan di perjalanan pun ditanggung awak bus,” cerita Bang Adi suatu ketika.
Karena banyak yang tahu bahwa di PMTOH selalu boleh berdamai dalam hal ongkos, banyak juga yang terus terang minta numpang gratis. “Tak mengherankan kalau kemudian PMTOH dipelesetkan menjadi Pak Minta Tolong Ongkosnya Habis,” kata Bang Jumadi sambil ketawa lepas.
Rasanya kurang lengkap jika tulisan ini tidak dilengkapi sebait pantun yang sampirannya berikhwal bus yang sedang kita bicarakan. Begini pantunnya:
Moto P A T geureudang saboh
Moto PMTOH geureudang dua
Seutia payah lon hiro satoh
Oh rayek gadoh ka gob po atra. []