Miris, Satu Keluarga di Aceh Utara Huni Gubuk Reyot, Nyaris Rubuh

waktu baca 2 menit
Sabri, warga Baktiya, Aceh Utara yang tinggal di rumah tak layak huni, saat dikunjungi Lembaga Peduli Dhuafa, Senin 7 Maret 2022. Ia sekeluarga tengah membutuhkan bantuan rumah layak. [Dok. Munawir]

Theacehpost.com | ACEH UTARA – Nasib malang menimpa Sabri (46). Bertahun-tahun dirinya bersama isteri dan empat anaknya tinggal di gubuk yang nyaris rubuh, di Desa Meunasah Matang Pineung, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.

Sejak lama dirinya sekeluarga mengharapkan uluran tangan dari Pemerintah Aceh, agar sekurang-kurangnya diberikan rumah layak huni.

Selama ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Sabri bekerja sebagai buruh tani. Ia turun ke sawah setiap kali musim tanam padi dan ketika panen tiba.

Namun kini Sabri tak bisa lagi bekerja dengan rutin, lantaran kondisi kesehatannya yang mulai memburuk. Sabri sering merasa sakit di bagian perutnya.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, keadaan hidup Sabri jadi semakin memprihatinkan. Kondisi sakit itu menyulitkannya dalam mencari nafkah untuk menghidupi istri dan anak-anaknya.

banner 72x960

Kepada Theacehpost.com yang menyambanginya, Senin 7 Maret 2022, Sabri mengaku tertekan dengan kondisinya, namun tidak mampu berbuat apa-apa. Saat ini dirinya sekeluarga sangat membutuhkan rumah yang layak untuk ditempati.

“Saya sangat berharap kepada Pemerintah Aceh untuk memberikan bantuan rumah duafa kepada kami,” ujarnya.

Penderitaan yang dirasakan Sabri, juga diiyakan Ketua Lembaga Peduli Dhuafa (LPD) Aceh Utara, Sri Wahyuni. Menurutnya, Sabri benar-benar tergolong masyarakat kurang mampu dan sangat membutuhkan rumah layak huni.

“Iya benar, kehidupan mereka sehari-hari sangat kurang mampu, jangankan untuk membangun rumah sendiri, untuk makan sehari-hari susah,” ujar Sri.

Saat berkunjung ke rumah Sabri menjelang magrib, tampak seorang anaknya yang paling bungsu menemani mereka. Sementara tiga anaknya yang lain sudah berangkat mengaji.

Setibanya di lokasi, Sri langsung disambut para tetangga Sabri dengan raut sedih. Dirinya merasa baru pertama kali disambut seperti itu.

“Baru kali ini kedatangan kami disambut tangis para tetangga,” kata Sri.

Seorang tetangga Sabri bahkan memelas, ikut meminta tolong agar Sabri mendapat perhatian dari pemerintah.

Buk, neubantu keluarga nyo, that seudeh kamo kalon, kamo nak bantu kamo pih hana daya, Neukalon aneuk miet peut droe santeut ule, sedangkan ayahnya sakit-sakitan (Bu, mohon bantu keluarga ini, kami sudah sangat sedih melihat mereka, untuk membantunya bahkan kami tidak berdaya, apalagi melihat empat orang anaknya, sementara ayahnya dalam kondisi sakit-sakitan),” ujar tetangga itu.

“Semoga pemerintah tidak menutup mata dan segera membantu keluarga ini,” tutup Sri Wahyuni dengan penuh harap.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *