Kisruh Penggusuran Kopelma, USK Diminta Kedepankan Hak Asasi Manusia

waktu baca 2 menit
Perabotan rumah yang dibongkar paksa dari rumah dinas dosen di Gampong Kopelma Darussalam, Senin 1 November 2021. [Dok. Warga]

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Universitas Syiah Kuala (USK) mengerahkan sejumlah aparat keamanan kampus dibantu Satpol PP mengosongkan paksa beberapa rumah dinas dosen di kawasan Sektor Timur Gampong Kopelma Darussalam, Senin 1 November 2021.

Pengosongan ini tindak lanjut dari pemberitahuan beberapa hari lalu, di mana USK mengklaim delapan rumah dinas dosen di Sektor Timur ini masuk dalam kawasan rencana pembangunan gedung FKIP USK.

Sejak pukul 11 pagi tadi, sedikitnya dua dari delapan rumah yang masuk dalam kawasan penertiban itu sudah dikosongkan.

Upaya itu sempat menuai protes dari warga setempat. Namun para petugas tampaknya tetap melakukan pengosongan. Mereka mengeluarkan perabotan milik penghuni rumah dan meletakkannya di pinggir jalan.

Ketua Forum Warga Kopelma, Otto Syamsuddin Ishak menegaskan warga menolak pembongkaran itu lantaran dilakukan tanpa dasar hukum tetap. Apalagi, kata dia, deretan rumah dinas dosen ini merupakan aset Pemerintah Aceh, bukan milik warga maupun USK.

banner 72x960

Direktur The Aceh Institute, Fajran Zain menyesalkan kejadian tersebut. Ia meminta semua pihak menahan diri agar tidak terjadi kekerasan fisik dalam bentuk apa pun.

“Karenanya kami meminta USK menghentikan proses penghancuran rumah-rumah itu sebelum ada mufakat yang dapat diterima bersama,” ujar Fajran, Senin 1 November 2021.

Selain itu, ia juga meminta semua pihak segera duduk kembali bermusyawarah secara terbuka. Pertemuan itu penting dimediasi pihak ketiga yang dapat diterima oleh kedua pihak, baik USK maupun Warga Kopelma.

“Kedepankan hak asasi manusia dan kemaslahatan orang banyak, sesuai syariat dan muamalah Islam, serta budaya Aceh,” tegasnya.

Menurut The Aceh Institute, kisruh kepemilikan lahan Kopelma yang sudah muncul sejak bertahun-tahun silam perlu dimediasi oleh Wali Nanggroe dan Majelis Adat Aceh (MAA).

Pihaknya juga bakal mengkaji lebih dalam secara akademik terkait masalah ini. “Kami bakal segera memberikan rekomendasi yang lebih lengkap, harapannya masalah ini dapat selesai dan diterima semua pihak,” pungkas Fajran.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *