Jika RUU Sisdiknas Disahkan, Guru dan Dosen bukan Lagi Profesi

waktu baca 3 menit
Ilustrasi demo guru. (jpnn.com)

Theacehpost.com | JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang akan disahkan menjadi undang-undang telah menyulut reaksi berbagai kalangan termasuk dari pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Indonesia.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Prof. Budi Jatmiko, sebagaimana dikutip bukamatanews.id menyatakan ribuan pimpinan PTS di Indonesia akan hadir dalam aksi demonstrasi di Jakarta, 27-29 September 2022.

Demo tiga hari itu akan dipusatkan di Istana Kepresidenan dan Kantor Kemendikbud.

“Sudah lebih 1.000 Pimpinan PTS menyatakan kesiapan untuk hadir. Angkanya terus bertambah,” kata Budi.

Materi tuntutan yang akan disuarakan yaitu:

banner 72x960
  1. Hentikan RUU Sisdiknas yanh sangat liberal;
  2. Bubarkan LAM PT berorientasi bisnis;
  3. Bubarkan Komite Uji Kompetensi yang tidak sesuai undang-undang dan kembalikan ke perguruan tinggi masing-masing;
  4. Menyelesaikan audit kinerja penggabungan PTS yang bertahun tahun tidak selesai dan perizinan prodi yang membutuhkan waktu bertahun-tahun;
  5. Naikan KIP untuk PTS kecil.

RUU Melecehkan

Penelusuran Theacehpost.com, RUU Sisdiknas telah memunculkan reaksi di kalangan tokoh-tokoh pendidik yang umumnya menuntut stop RUU Sisdiknas dan liberalisasi pendidikan.

Pada salah satu grup WhatsApp, menyebar informasi tentang terjadinya diskusi antara Dr. Marzuki Ali (mantan ketua DPR RI 2009-2014), Rektor UIGM, Pembina Aptisi dan Apperti dengan Ketua PGRI Prof Unifah dan beberapa tokoh pendidik lainnya.

Diskusi mengenai RUU Sisdiknas tersebut berlangsung Rabu malam, 14 September 2022. Berikut poin-poin yang dihasilkan melalui diskusi tersebut:

  1. RUU Sisdiknas telah melecehkan profesi guru dan dosen, karena UU Guru dan Dosen dihapuskan dan guru/dosen negeri masuk dalam UU ASN sedangkan guru/dosen swasta masuk UU Ketenagakerjaan. Itu artinya, dengan berlakunya UU Sisdiknas yang baru maka guru dan dosen bukan lagi profesi tapi sudah menjadi karyawan (bagi ASN) dan buruh/pekerja untuk ketenagakerjaan. Dengan demikian tidak perlu lagi ada BKD karena semua upah tergantung hubungan kerja antara majikan dan buruh. Nadiem (Mendikbud) benar-benar sebagai pengkhianat bagi guru/dosen;
  2. Dalam RUU Sisdiknas yang akan disahkan tidak ada lagi pendidikan gratis anak-anak kita, ini melawan konstitusi;
  3. Nadiem tidak menghargai sama sekali peran swasta selama ini, penerimaan siswa dan mahasiswa yang berjilid-jilid, menutup ruang bagi swasta untuk terus melanjutkan kiprahnya mengabdi untuk negeri.

Diskusi menyimpulkan:

“Kita fokus saja untuk menghentikan pengesahan RUU ini, karena ini ancaman yang nyata bagi keberlangsungan pendidikan di Indonesia. Nadiem patut diduga adalah mewakili kepentingan asing yang ingin menghancurkan bangsa Indonesia melalui kehancuran dunia pendidikan.”

“Sebagai anak bangsa tidak ada kata lain, kita harus melawan. Bagi yang tidak ikut untuk menurunkan Nadiem patut diduga tidak empati terhadap nasib bangsa ini ke depan. Tidak ada zamannya lagi di antara kita ada yang diam dengan beragam alasan, pilihan hanya satu, kita yang bubar atau Nadiem yang turun.”

Diskusi tersebut juga mengungkapkan pengalaman seorang tokoh bernama Prof. Unifah selaku Ketua Umum PGRI yang dipanggil ke Kantor Kemendikbud tanpa boleh diwakili untuk berhadapan dengan Nadiem dan semua dirjen di jajarannya.

“Prof Unifah tegar, walau dilecehkan oleh Nadiem, tidak mau diajak foto, langsung meninggalkan ruang pertemuan. Kita (bangga) punya srikandi pejuang dari para guru.”

”Pertanyaannya kini, di mana posisi kita? Masihkah ada di antara kita tidak peduli dengan masa depan bangsa ini. Saatnya guru dan dosen melawan,” begitu rangkuman diskusi tokoh-tokoh pendidikan yang menyerukan aksi penolakan RUU Disdiknas. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *