Heni Ekawati: Kartini Masa Kini Pembawa Harapan Pendidikan Disabilitas di Aceh

Kepala Sekolah SLB YAPDI Banda Aceh, Heni Ekawati. [Foto: The Aceh Post]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Semangat Raden Ajeng Kartini, pelopor emansipasi wanita Indonesia, kembali membahana di seluruh negeri pada tanggal 21 April 2025. Di tengah perayaan yang sarat akan makna perjuangan kesetaraan dan pendidikan, sebuah kisah inspiratif hadir di Provinsi Aceh.

banner 72x960

Heni Ekawati SPd MPd, Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan Disabilitas Insani (YAPDI) Banda Aceh, merupakan sosok Kartini masa kini di garda terdepan pendidikan luar biasa. Ia mendedikasikan hidupnya untuk membersamai pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus.

Seperti Kartini yang gigih memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum wanita di masanya, Heni Ekawati tanpa lelah membuka jalan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas.

SLB YAPDI Banda Aceh, di bawah nahkodanya, bukan hanya sekedar tempat belajar, tetapi juga rumah kedua yang penuh kasih sayang, dimana setiap anak dihargai dan potensinya dikembangkan secara maksimal.

Semangat pengabdian yang tulus terpancar dari sosok Heni Ekawati. Motivasi utamanya adalah rasa ingin terus membersamai anak berkebutuhan khusus, didasari oleh keyakinan kuat bahwa mereka berhak atas pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya. Lebih dari sekedar tugas, bagi Heni, ini adalah panggilan hati dari lubuk terdalam.

“Ini merupakan panggilan hati saya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk terus membersamai anak-anak luar biasa, insyaallah hingga akhir hayat nanti,” ujar Heni Ekawati, Banda Aceh, Senin (21/4/2025).

Kepala Sekolah SLB YAPDI Banda Aceh, Heni Ekawati. [Foto: The Aceh Post]

Heni memegang teguh keyakinan akan potensi unik yang tersembunyi dalam setiap diri anak. Baginya, tugas seorang pendidik adalah menjadi pemandu yang sabar dan terampil dalam menggali bakat-bakat tersebut, menyesuaikannya dengan kemampuan individual, dan mengembangkan keterampilan yang akan menjadi bekal berharga di masa depan. Semangat ini menjadi landasan utama dalam setiap interaksinya dengan para siswa.

Tak hanya fokus pada pengembangan potensi akademis dan keterampilan, Heni juga memberikan perhatian khusus pada pendidikan agama anak-anak berkebutuhan khusus.

Dengan keyakinan bahwa nilai-nilai spiritual adalah fondasi penting dalam kehidupan, ia berupaya menanamkan pemahaman dan kemampuan melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran Islam, seperti shalat dan mengaji.

“Kita perlu mendekati pendidikan agama dengan cara yang inklusif, memberikan pemahaman yang sesuai dengan kemampuan mereka agar mereka juga dapat merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta,” tuturnya dengan penuh harap.

Terlibat dalam Penyusunan Mushaf Alquran Isyarat

Heni Ekawati menjadi salah satu sosok penting dibalik penyusunan Mushaf Alquran Isyarat yang diinisiasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ).

Mushaf Alquran Isyarat telah diluncurkan oleh Kemenag RI, dan menjadi Mushaf Alquran pertama di dunia yang menggunakan bahasa isyarat. Mushaf Alquran Isyarat ini ditujukan khusus bagi penyandang disabilitas sensorik rungu wicara (PDSRW), proses penyusunannya dimulai sejak tahun 2021, diawali dengan pembuatan panduan membaca Alquran dalam bahasa isyarat.

Keterlibatan Heni dalam program penting ini menunjukkan komitmennya terhadap pendidikan inklusif dan aksesibilitas Alquran bagi semua kalangan, khususnya terhadap anak berkebutuhan khusus.

Bagi Heni, bisa melihat anak-anak berkebutuhan khusus yang sebelumnya mungkin memiliki keterbatasan dalam mengakses Alquran kini mampu berinteraksi langsung dengan kitab suci, memahami ayat-ayatnya, dan melafalkannya dengan bahasa isyarat mereka sendiri adalah sebuah kebahagiaan dan kebanggaan yang tak ternilai.

Pencapaian ini bukan hanya sekadar kemampuan membaca, tetapi juga membuka pintu bagi mereka untuk memperdalam nilai-nilai agama, merasakan kedekatan spiritual, dan berpartisipasi lebih aktif dalam kehidupan beragama.

Ini membuktikan bahwa dengan metode yang tepat dan dedikasi yang tulus, hambatan komunikasi bukanlah penghalang untuk meraih pemahaman dan kecintaan terhadap Alquran.

Kepala Sekolah SLB YAPDI, Heni Ekawati, dalam talkshow memperlihatkan Mushaf Alquran Isyarat. [Foto: The Aceh Post]

Dalam perjalanannya mengenalkan Mushaf Alquran Isyarat, tantangan krusial yang sering Heni jumpai adalah tingkat pemahaman yang masih rendah di kalangan penyandang tunarungu mengenai keberadaan dan cara penggunaan Mushaf Alquran Isyarat.

Tak sedikit pula para anak didikannya yang merasa kesulitan dalam melantunkan ayat-ayat suci melalui bahasa isyarat akibat kurangnya pemahaman teknis yang mendasar. Situasi ini juga dipengaruhi oleh keterbatasan pengetahuan orangtua dalam memberikan dukungan pembelajaran sepulang sekolah di rumah.

Kendati demikian, Heni selalu mengambil langkah proaktif dengan secara berkesinambungan memberikan edukasi, penjelasan mendalam, serta bimbingan yang terarah kepada para pendidik, orangtua, dan khususnya para siswa.

“Saya menghadapi  tantangan ini dengan terus memberikan pengarahan dan pencerahan serta bimbingan pada guru, orangtua dan siswa, agar terus semangat belajar menggunakan isyarat secara oral dan isyarat sesuai petunjuk yang sudah diberikan,” ungkapnya.

Sebagai sosok pendidik bagi penyandang disabilitas tunarungu, filosofi yang Heni pegang teguh adalah keyakinan bahwa setiap individu yang mampu mengeluarkan suara pasti memiliki potensi untuk mengikuti arahan, baik dalam mengaji maupun membaca, sesuai dengan kemampuan unik mereka masing-masing.

Pendekatan yang sering ia tekankan adalah melalui kombinasi bahasa isyarat dan metode oral, sehingga proses pembelajaran dapat lebih inklusif dan efektif bagi mereka.

Legacy untuk Sahabat Disabilitas

Heni Ekawati memiliki visi dalam hidupnya, ia ingin terus berkontribusi dalam mengajak seluruh penyandang disabilitas agar mencintai dan mempelajari Alquran.

Harapan terbesarnya adalah agar mereka semua dapat terus belajar dan membaca Mushaf Alquran Isyarat dengan penuh rasa cinta, karena ini merupakan sebuah keharusan yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi setiap umat muslim.

“Yang ingin saya tinggalkan sebagai warisan adalah Alquran Isyarat ini agar bisa terus diamalkan dan dengan  sedikit ilmu yang saya miliki ini dapat dilaksanakan oleh orang lain juga. Dengan perbuatan baik, insyaallah kematian kita akan dikenang orang banyak,” ujarnya.

Tantangan Kepedulian

Heni Ekawati memiliki pandangan optimis namun realistis terhadap masa depan pendidikan disabilitas di Provinsi Aceh. Ia berharap supaya tumbuh kesadaran dan pemahaman yang lebih luas di tengah masyarakat terhadap kebutuhan unik para penyandang disabilitas.

Dukungan berkelanjutan dan motivasi penuh dari dinas-dinas terkait juga menjadi harapan besar Heni Ekawati agar pendidikan disabilitas di Provinsi Aceh dapat ditangani secara komprehensif dan maksimal.

Momen Heni Ekawati saat mengajarkan peserta didiknya belajar mengaji. [Foto: The Aceh Post]

Menyongsong masa depan pendidikan disabilitas, Heni melihat peluang yang signifikan, terutama dalam ranah pendidikan agama. Ia meyakini bahwa dengan semakin banyaknya pihak yang bersedia mengajarkan Alquran melalui bahasa isyarat secara optimal, maka penyandang tunarungu akan memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengaji, tidak terbatas di sekolah.

“Jika semakin banyak pihak yang bersedia mengajarkan Alquran dengan pendekatan ini secara maksimal, kita bahkan dapat membuka lapangan pekerjaan baru sebagai pengajar isyarat dalam pengajian khusus bagi penyandang disabilitas,” jelasnya.

Namun, tantangan akan selalu ada, termasuk mungkin adanya pandangan skeptis dari sebagian orang yang kurang peduli. Bagi Heni, hal ini bukanlah penghalang melainkan justru menjadi motivasi untuk terus membuktikan bahwa penyandang disabilitas tunarungu juga mampu menjalankan ibadah agama mereka sesuai dengan cara mereka sendiri.

Karier, Keluarga dan Harapan

Dalam menyeimbangkan kehidupan profesional sebagai pendidik dan kehidupan pribadi, Heni Ekawati berupaya untuk memiliki batasan yang jelas antara keduanya.

Namun demikian, kesehariannya seringkali diwarnai dengan interaksi dan pendampingan terhadap komunitas tunarungu, bahkan di sela-sela waktu pribadinya.

Ini bukan lagi sekedar pekerjaan, melainkan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup Heni Ekawati.

Sumber semangat dan motivasi terbesar dalam hidupnya adalah dukungan tak henti dari keluarga. Keluarga menjadi pendorong utama bagi Heni Ekawati untuk terus membersamai para penyandang disabilitas.

Foto close up Heni Ekawati di halaman depan Masjid Raya Baiturrahman, masjid kebanggaan rakyat Aceh. [Foto: The Aceh Post]

Dukungan ini memicu tekad yang kuat dalam dirinya untuk terus berupaya menciptakan perubahan positif dalam kehidupan anak-anak berkebutuhan khusus.

“Bagi saya, kunci keseimbangan antara karier dan keluarga terletak pada kemampuan mendefinisikan dan mengelola waktu dengan bijak. Ketika saatnya bersama keluarga, saya mengoptimalkan sepenuhnya waktu tersebut untuk mereka. Demikian pula dalam berkarier, saya berusaha menggunakan waktu seefisien mungkin untuk mencapai hasil yang optimal. Prinsipnya adalah menciptakan harmoni, memastikan tidak ada satu pun aspek kehidupan yang terabaikan atau dirugikan,” ungkapnya.

Pelajaran hidup yang paling berharga bagi Heni Ekawati adalah ketika setiap tindakan yang kita lakukan dapat memberikan manfaat bagi sesama. Oleh karena itu, Heni memiliki keinginan yang kuat untuk terus menebar kebaikan dengan berbagi ilmu yang dimiliki.

“Mimpi saya adalah mewujudkan sebuah kondisi di mana seluruh penyandang disabilitas tunarungu di Aceh mampu mengaplikasikan kemampuan mengaji Alquran dengan menggunakan bahasa isyarat dalam kehidupan mereka,” pungkasnya. (Akhyar)

Baca artikel lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook