Forum LSM Aceh: Seharusnya Hentikan Dana Pokir Dewan, Bukan JKA
Theacehpost.com | BANDA ACEH – Langkah DPRA yang menghentikan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dinilai sebuah kemunduran dalam sistem pelayanan publik di Aceh.
Menurut Sekjen Forum LSM Aceh, Sudirman Hasan, Program JKA semestinya berlanjut karena itu merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki Aceh.
Bahkan ia berkomentar, yang seharusnya dihentikan justru pengalokasian dana aspirasi anggota dewan yang istilahnya diganti dengan sebutan Dana Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRA.
Menurut Sudirman, dalam sistem pemerintahan di Indonesia, Dana Pokir itu sebenarnya tidak ada. Pengalokasian dana itu, dinilainya hanya permainan anggota DPRA untuk menguras dana APBA demi kepentingan mereka.
Ia juga menambahkan, padahal Menteri Dalam Negeri sendiri telah berkali-kali menyorot pengalokasian Dana Pokir ini. Mendagri bahkan sudah meminta agar Dana Pokir DPRA dibatalkan.
“Bayangkan saja, setiap anggota DPRA minimal mendapatkan Dana Pokir mencapai Rp15 miliar, sementara unsur pimpinan DPRA sebesr Rp29 miliar, dan ketua DPRA Rp41 miliar. Total alokasi Dana Pokir DPRA setiap tahunnya mencapai Rp 1 triliun lebih. Ironisnya, penggunaan dana itu tidak transparan sehingga potensi manipulasi sangat besar,” kata Sudirman Hasan, Rabu 16 Maret 2022.
Semestinya, tambahnya, jika DPRA punya usulan untuk program pembangunan daerah, cukup disampaikan di dalam Musrenbang untuk selanjutnya diakomodir di dalam APBA. Anggota DPRA tidak perlu terlibat untuk urusan pelaksanaan program dan penggunaan dana. Semestinya mereka tetap saja pada fungsi pengawasan.
Lantas Sudirman membandingkannya dengan kasus pemberian beasiswa bagi pemuda Aceh yang disebut-sebut tidak lepas dari campur tangan anggota dewan. Pada akhirnya, menurut dia, terbukti dana beasiswa itu dimanipulasi untuk kepentingan tertentu.
“Lihat saja, dana beasiswa yang dikelola ekselutif saja tidak lepas dari korupsi, apalagi dana Pokir yang penggunaannya melibatkan langsung anggota dewan. Saya tidak yakin penggunaan dana itu bersih untuk kepentingan pembangunan daerah,” ujar Sudirman Hasan.
Oleh sebab itu, Forum LSM Aceh menyarankan sebaiknya dana Pokir DPRA dihilangkan sebagaimana rekomendasi Mendagri. Dana itu bisa dialokasikan untuk melanjutkan program JKA, sehingga masyarakat Aceh tetap mendapat fasilitas JKA sebagaimana yang kerap dibanggakan oleh Pemerintah Aceh.
Seperti diketahui, JKA merupakan program asuransi kesehatan gratis kepada semua warga yang memiliki KTP Aceh. Program ini diluncurkan sejak Jul 2010 di masa Gubernur Irwandi Yusuf, dan berlanjut hingga saat ini.
Setiap tahun Pemerintah Aceh mengalokasikan dana Rp1,2 trilun untuk progam JKA ini. Dana itu digunakan untuk membayar premi BPJS Kesehatan sebanyak 2,2 juta rakyat Aceh.
Sementara sebanyak 2,1 juta warga Aceh lainnya mendapatkan pembayaran BPJS kesehatan dari alokasi dana APBN. Sisanya, sebanyak 801.204 PNS /TNI/Polri dan 123.579 pekerja swasta membayar premi BPJS kesehtan secara mandiri. Dengan skema pembayaran ini, maka Aceh menjadi satu-satunya provinsi yang warganya mendapatkan pembayaran BPJS gratis.
Namun DPRA menyebutkan langkah itu kebablasan, sebab anggaran pembangunan Aceh terbatas. Oleh sebab itu, mulai 1 April ini DPRA menolak menyetujui pengalokasikan anggaran untuk program JKA.
“Bahkan dukungan dana APBN untuk pembayaran presmi BPJS Kesehatan bagi 2,1 juta rakyat Aceh kemungkinan juga akan dikurangi. Selanjutnya rakyat Aceh wajib membayar sendiri iuran BPJS kesehatannya, kecuali mereka yang dianggap miskin,” ujar Sudirman.
Ia menilai, apa yang dilakukan DPRA sebagai bentuk inkonsistensi terhadap program kesehatan yang pernah disampaikan DPRA dan Pemerintah Aceh. Yang lebih membuatnya miris adalah sikap anggota DPRA yang tetap saja ngotot meminta Dana Pokir berlanjut dengan nilai anggaran yang jauh lebih besar dari program JKA.
“Semestinya Dana Pokir itu yang dihapus atau dikurangi, untuk selanjutnya dana yang ada dialihkan guna membiayai program JKA,” kata Sudirman Hasan.
Dengan langkah seperti ini, harapnya, program JKA dapat berjalan sebagaimana seperti biasa, sekaligus dapat menyelamatkan APBA dari potensi manipulasi akibat penggunaan yang tidak transparan.[]