Fakta-fakta Proyek Fiktif Pengadaan Ikan Kakap dan Pakan Rucah untuk Korban Konflik di Aceh Timur

waktu baca 6 menit
Plt Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis. [Foto: Istimewa]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh secara resmi telah meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan pada perkara dugaan penyimpangan dalam pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.

Kegiatan pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur ini merupakan kegiatan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) senilai Rp 15,7 milyar yang bersumber anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) tahun 2023 .

Pelaksana Tugas (Plt) Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis mengatakan, pada Rabu, 8 Mei 2024, Kejati Aceh melaksanakan ekspose penyelidikan perkara.

“Hasil penyelidikan kami terhadap pekerjaan pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik tahun anggaran 2023 di Kabupaten Aceh Timur diduga fiktif,” ujar Ali Rasab dalam keterangan tertulis yang diterima Theacehpost.com, Banda Aceh, Jumat (10/5/2024).

Fakta-fakta Temuan Kejati Aceh

banner 72x960

Berdasarkan hasil ekspose penyelidikan yang dilaksanakan pihak Kejati Aceh, terkuak sejumlah fakta penyelidikan dalam peristiwa dugaan penyimpangan pengadaan ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik di Aceh Timur.

Fakta pertama, sebagian para ketua kelompok masyarakat korban konflik yang terdata namanya tidak pernah menerima bantuan dari BRA. Kelompok masyarakat itu hanya menerima sejumlah uang tunai dengan jumlah yang bervariasi.

Fakta kedua, perusahaan penyedia barang juga tidak pernah melakukan pekerjaan sesuai dengan kontrak. Perusahaan yang dimaksud hanya dijanjikan fee atas peminjaman perusahaan.

“Oleh karena adanya perbuatan melawan hukum dan ditemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi serta berpotensi merugikan keuangan negara, tim penyelidikan menyimpulkan terhadap perkara yang dimaksud dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan guna mengumpulkan bukti  untuk membuat terang suatu tindak pidana dan guna menemukan tersangkanya,” ujar Ali Rasab Lubis.

Diminta Usut hingga Tuntas

Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, meminta aparat berwenang untuk mengusut tuntas dugaan korupsi proyek bantuan budidaya ikan kakap dan pakan rucah yang dikoordinir oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) untuk sembilan kelompok masyarakat di Kabupaten Aceh Timur.

Alfian mengatakan, program yang telah menekor anggaran sebesar Rp 15,7 milyar Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) tahun anggaran 2023 ini sifatnya sebagai anggaran Pokok-pokok Pikiran (Pokir) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh.

“BRA dibentuk untuk memberdayakan masyarakat korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol (tahanan politik/narapidana politik) sesuai tugas dan wewenangnya. BRA bukan tempat bancakan (kenduri) anggaran untuk politisasi atau kepentingan elit sebagaimana yang terjadi ini,” kata Alfian, Banda Aceh, Selasa (7/5/2024).

Karenanya, Alfian dengan tegas meminta BRA dievaluasi sehingga kelembagaan ini menjadi tegak lurus demi keadilan para korban, mantan kombatan, tapol/napol di masa yang akan datang.

Alfian melanjutkan, berdasarkan temuan dan analisa MaTA, pihaknya menemukan bahwa nama masing-masing kelompok masyarakat penerima bantuan budidaya ikan kakap dan pakan rucah sengaja didesain sedemikian rupa untuk memuluskan pencairan anggaran.

“Secara administrasi kemungkinan kelompok masyarakat ini ada, tetapi secara fakta tidak ada di lapangan. Ini menjadi salah satu modus, sehingga aparatur di gampong-gampong sama sekali tidak mengetahui atas keberadaan nama kelompok dan anggaran bantuan itu,” jelas Alfian.

Padahal, kata Alfian, setiap bantuan ke gampong perlu ada koordinasi dengan pihak yang ada di gampong sehingga kebijakan anggaran yang bersumber dari APBA dan APBK tidak tumpang tindih dengan anggaran Dana Desa.

“Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi, sehingga patut diduga bantuan budidaya ikan kakap dan pakan rucah itu fiktif dan sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dan juga anggaran itu menjadi alat politisasi untuk kepentingan Pemilu yang baru saja berlangsung,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Masyarakat Transparansi Aceh mendesak secara tegas pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Timur yang saat ini sedang melakukan penyelidikan dan juga mendapat bekingan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk dapat mengusut kejahatan itu secara tuntas dan utuh.

“Kami tidak berharap kasus ini hanya dikorbankan kepada oknum di level operasional saja, tetapi kami ingin agar aktor utama pelaku kejahatan ini juga tersentuh hukum. Kasus ini jangan hanya dilihat dari kerugian keuangan negara saja, akan tetapi juga kerugian sosial, dimana seharusnya korban konflik mendapat kompensasi tapi malah dikorupsi,” tegasnya.

Masyarakat Transparansi Aceh juga menuntut jaksa penyidik untuk menelusuri aliran penganggaran program itu dari awal penganggaran hingga dicairkan. Menurut MaTA, program bantuan budidaya ikan kakap dan pakan rucah ini dari sejak penganggaran sudah bermasalah terutama secara administrasi.

“Penyelidikan dari hulu sampai ke hilir menjadi tuntutan atas kasus tersebut, siapa saja yang terlibat maka dapat ditindak secara tegas dan publik memberi atensi dan dukungan kepada kejati aceh dalam penanganan kasus secara utuh,” pintanya

Selanjutnya, Masyarakat Transparansi Aceh juga mendorong perlu ada segera pembaharuan sistem dan manajemen di BRA. Menurut MaTA, selama ini BRA mengurus dana Pokir dewan yang ditempatkan pada badan tersebut dan ini menjadi masalah saban tahun.

Seharusnya Pemerintah Aceh perlu memikirkan dan melahirkan kebijakan secara penganggaran secara khusus sehingga tidak dikendalikan oleh pemilik Pokir dan ini juga berdampak pada kinerja BRA. Jadi BRA perlu dievaluasi secara menyeluruh, kalau ada oknum bermental korup maka wajib dibersihkan.

Perlu orang-orang yang memiliki integritas dan memiliki moral yang mengelola BRA sehingga kinerja ke depan menjunjung tinggi rasa keadilan bagi korban dan alokasi anggaran khusus menjadi bagian terpenting untuk mempercepat penyelesaian dan hak hak para korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol.

Koordinator Badan Pekerja MaTA ini menegaskan, pengadaan paket pekerjaan tersebut fiktif dan penuh dengan kebohongan, pekerjaan  penyaluran bantuan untuk sembilan kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, merupakan manipulasi untuk memperoleh pundi-pundi rupiah oleh pihak tertentu dengan memanfaatkan korban konflik.

Kata dia, manipulasi dan rekayasa itu juga melibatkan aktor di belakang meja dan patut diduga aliran dananya bisa mengalir ke oknum politisi  yang dipergunakan untuk kepentingan pemilu legislatif pada Februari yang lalu, hal ini dikarenakan pengadaan paket pekerjaan ini berasal dari dana Pokir DPR Aceh yang kemudian dititipkan pada Badan Reintegrasi Aceh .

Masyarakat Transparansi Aceh juga mendesak Kejati Aceh untuk serius mengusut dugaan korupsi tersebut hingga tuntas dan menyeluruh.

Menurut MaTA, pengusutan dan pengungkapan kasus jangan hanya berhenti pada aktor lapangan saja, aktor-aktor yang berada di belakang meja yang merancang perampokan uang publik Aceh juga harus dipidana jika terbukti melakukan Korupsi.

“Hal itu penting dilakukan untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban konflik Aceh, dikarenakan pada tahap perencanaan, program ini diperuntukkan untuk penguatan kapasitas/pemberdayaan ekonomi eks kombatan dan korban konflik Aceh akan tetapi kondisi di lapangan berbeda, paket pekerjaan ini malah kemudian dikorupsi dan korban konflik di Aceh Timur tidak tahu-menahu tentang bantuan ini,” tegas Koordinator Badan Pekerja MaTA itu. (Akhyar)

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *