Dialog Budaya Hasilkan 14 Poin Rekomendasi, Termasuk Perlunya Penguatan dengan Peraturan Daerah

waktu baca 3 menit
Pembukaan Dialog Budaya bertema “Revitalisasi Pembangunan Kebudayaan Aceh” dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh melalui Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Aceh di Banda Aceh, 2-4 Agustus 2022 di Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh. (Dok Panitia)

PEMERINTAH Aceh melalui Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Aceh menggelar Dialog Budaya bertema “Revitalisasi Pembangunan Kebudayaan Aceh” di Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh, 2-4 Agustus 2022. Theacehpost.com menyajikan hasil rumusan berupa rekomendasi yang dicapai melalui kegiatan tersebut.

Dialog menampilkan lima sesi dengan pemateri di antaranya Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan RI, Judi Wahjudin, SS, M.Hum; Antropolog Universitas Andalas, Prof. Dr. Nusyriwan Effendi; Ketua Majelis Adat Aceh, Tgk. Yusdedi; Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Aceh, Reza Idria, Ph.D; Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara Aceh, Hermansyah, M.Th, M.Hum; dan perwakilan Disbudpar Aceh, Yudi Andika, SS.

Suasana Dialog Budaya yang berlangsung di Banda Aceh, 3-4 Agustus 2022.Peserta dialog dari berbagai unsur 23 kabupaten/kota dalam Provinsi Aceh yang terdiri unsur MAA, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota, budayawan, seniman, sejarawan kabupaten/kota dan akademisi.

Berdasarkan paparan dari berbagai sumber, tim perumus merekomendasi 14 rumusan sebagai berikut:

banner 72x960
  1. Aceh memiliki sejarah panjang peradaban yang kosmopolitan dengan semangat kebudayaan yang egaliter dan siap dengan keberagaman dan kebinekaan. Sejarah masa silam Aceh memiliki nilai-nilai lama yang agung. Kondisi ini perlu dikaji dalam melakukan revitalisasi pembangunan kebudayaan bagi Aceh masa depan.
  2. Pembangunan kebudayaan perlu diperkuat dengan peraturan perundang-undangan daerah agar selaras dengan berbagai peraturan perundang-undangan nasional.
  3. Mempercepat revitalisasi budaya dalam masyarakat Aceh perlu adanya kebijakan perumusan regulasi yang sesuai dengan konteks zaman yang kemudian dijalankan oleh stakeholders kabupaten/kota masing-masing.
  4. Perlu kebijakan pengarusutamaan pembangunan kebudayaan oleh Pemerintah Aceh.
  5. Perlu dilaksanakan rapat koordinasi lintas sektor dalam waktu yang tidak terlalu lama menyangkut isu, pembangunan kebudayaan.
  6. Revitalisasi perlu didukung oleh struktur pemerintah yang kuat, antara lain dengan melakukan restrukturisasi di Aceh dengan bentuk dinas kebudayaan yang otonom. Penguatan ini sangat penting dalam rangka memperkuat partisipasi daerah dalam penguatan kebudayaan.
  7. Strategi penguatan kebudayaan yang dapat dilakukan, berangkat dari kesadaran kebudayaan Aceh yang berbasis Islam sebagai filtrasi kebudayaan global.
  8. Dibutuhkan landasan hukum yang kuat terkait pentingnya pengajaran bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di Aceh dalam kurikulum dan pelaksanaan pendidikan.
  9. Revitalisasi pembangunan kebudayaan harus didukung dengan muatan lokal dalam kurikulum pendidikan di Aceh.
  10. Terkait naskah kuno, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui aparatur kampung dan sekolah/dayah/lembaga pendidikan, serta memberikan literasi (membaca, menulis, menelaah/menganalisis kembali naskah-naskah Aceh, baik yang sudah dialihaksarakan maupun yang belum, kepada masyarakat).
  11. Pemerintah memfasilitasi masyarakat untuk menerbitkan karya-karya yang berkaitan dengan naskah Aceh baik berupa alih aksara, alih bahasa, dan analisis teks agar bisa dipahami dan dimengerti masyarakat.
  12. Dilakukan sosialiasi naskah melalui pembuatan film dan animasi tentang cerita dan tokoh dalam naskah, pemilihan duta manuskrip Aceh, mengadakan lomba atau even tentang pernaskahan yang berkaitan dengan naskah.dan membiayai para kolektor naskah.
  13. Perlu dilakukan sosialisasi terhadap generasi muda, terhadap berbagai upacara adat beserta simbol-simbolnya sebagai langkah penguatan kembali pembangunan kebudayaan Aceh.
  14. Dibutuhkan pangkalan data kebudayaan bagi pembangunan kebudayaan di Aceh, sehingga pergantian personalia dalam struktur dan kelembagaan tidak menghilangkan hasil-hasil pertemuan kebudayaan yang sudah berlangsung.

Rekomendasi Dialog Budaya tersebut ditetapkan di Banda Aceh pada 3 Agustus 2022 oleh Tim Perumus, yaitu Nab Bahany AS, Dr. Muliadi Kurdi, S.Ag.  M. Ag, Dr. Sulaiman Tripa, MH, Dr. Bustami Abubakar, M. Hum, dan Istiqamatunnisak, S.Hum, MA. (adv)

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *