Cerita Nakes Tangani Pasien Covid-19 di Pinere RSUDZA

Suasana antrean warga di Poliklinik Pinere RSUDZA lama, Banda Aceh, Kamis, 1 Oktober 2020. (Foto: Humas Aceh)

Theacehpost.com | BANDA ACEH – Sejumlah unsur tenaga kesehatan (Nakes) Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) menceritakan pengalaman menjalani hari-hari memilukan kala dirawat dan bertugas di Ruang Pinere Covid-19.

banner 72x960

Kisah itu diucapkan sejuman Nakes saat acara zikir dan doa rutin program Pemerintah Aceh di area Ruang Pinere Covid-19, Rabu, 24 November 2021

“Hari ini istimewa kita berada di Kompleks Pinere RSUDZA, dulu enggak terbayang bisa bikin acara di sini. Hari ini bisa kita lakukan karena pasien yang dirawat hanya tinggal satu orang,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah, saat menyapa peserta zikir yang ikut secara virtual.

Sekda meminta segenap unsur pemerintah yang pernah dirawat maupun terlibat langsung dalam mengurus pasien di ruang Pinere RSUDZA untuk menceritakan pengalaman mereka.

Cerita dimulai dari Direktur RSUDZA, dr. Isra Firmansyah. Ia mengatakan, sebanyak 500 lebih pasien Covid-19 meninggal dunia yang dirawat di Ruang Pinere RSUDZA belum sama sekali menerima vaksin.

Ia mengatakan, ruang Pinere menjadi saksi bisu bagaimana lelahnya petugas kesehatan berjuang melawan Covid-19 dan bagaimana ganasnya virus corona menghantam pasien.

“Apabila masih mempercayai kami sebagai tenaga kesehatan, maka percayalah apa yang kami sampaikan. Tidak ada cara lain melawan Covid ini, selain dengan Prokes juga dengan vaksin Covid-19,” kata Isra.

Dokter spesialis paru ruang Pinere, dr. Heri mengatakan, dirinya melihat berbagai gejala pasien yang diserang virus corona selama dua tahun bertugas menangani pasien Covid-19 di Ruang Pinere RSUDZA.

Umumnya mereka yang dirawat adalah pasien dengan gejala berat. Pernafasan pasien begitu berat akibat alat pernafasannya digerogoti Covid-19.

“Kenapa kejadian seperti itu? karena virus itu menyerang paru hingga rusak, sehingga kita tak bisa menghirup oksigen. Bila paru itu rusak total maka pasien bisa meninggal dunia. Bahkan merusak cepat dan menyerang organ lain, seperti ginjal, hati dan otak. Obat belum ada sampai saat ini, caranya hanya melalui vaksin agar antibodi kita terbentuk, antibodi itu akan melawan virus Covid yang ada di tubuh kita,” kata dr. Heri.

Pengalaman menjalani hari-hari sebagai pasien Covid-19 yang harus dirawat dan diisolasi di ruang Pinere RSUDZA juga diceritakan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Abdul Hanan.

Ia mengaku sedikit trauma saat kembali ke ruang Pinere tersebut. Hari-hari yang dirasanya sulit kembali terbayang dalam pikiran.

“Alhamdulillah berkat dukungan dan bantuan dokter kita bisa sembuh. Mari kita patuhi program vaksin pemerintah sehingga kita terhindar dari Covid-19,” ajak Hanan.

Kepala Ruangan Pinere, Marlina mengatakan, selama dua tahun bertugas di tempat pasien Covid dirinya harus terus berusaha menyemangati dan melakukan berbagai hal agar seluruh staf yang bertugas tetap semangat bekerja.

“Pada bulan enam lalu saya terpapar covid, Alhamdulillah karena sudah vaksin gejalanya tidak berat dan isoman hanya empat hari. Melawan Covid-19 ini hanya dengan tiga hal, doa, Prokes, dan vaksin,” ujar Marlina.

Penanggungjawab oksigen Ruang Pinere, Salahuddin Alayyubi berharap, masyarakat dapat segera melakukan vaksinasi Covid-19. Sebab ia tak ingin ruang rawat pasien Covid-19 kembali penuh seperti beberapa waktu lalu.

Petugas Pemularasan Jenazah Covid-19, Ustaz Yusbi Yusuf, menceritakan pengalaman pilu saat memandikan jenazah pasien Covid-19 dari ruang Pinere RSUDZA. Pernah satu waktu dalam satu hari, tidak berselang lama saat sedang memandikan salah satu jenazah, masuk telepon untuk memandikan jenazah lainnya. Hal tersebut berulang sampai tiga kali dalam satu hari.

“Saya sangat shok hari itu, apakah akan ada lagi setelah ini? karena itu kami sangat berharap kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi Covid-19,” kata Ustaz Yusbi.

Cerita pilu dalam bertugas menangani pasien Covid-19 juga diceritakan oleh sopir ambulan, As’ari. Ia mengatakan, mengantarkan jenazah pasien Covid-19 berbeda dengan pasien sakit lainnya.

“Kami harus mengenakan baju hazmat agar bisa mengantar jenazah Covid-19, kadang selama dalam perjalanan saat mengantar jenazah ke daerah kami tidak makan, kami takut singgah karena banyak orang akan takut melihat kami,” kata sopir ambulan tersebut.

“Kami tak ingin lagi ada jenazah Covid. Karena itu kami mengharapkan masyarakat ikut vaksin dan terapkan protokol kesehatan,”pungkasnya. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *