BI: Ekonomi Aceh Tumbuh 4,37 Persen

waktu baca 2 menit
Kepala BI Perwakilan Provinsi Aceh Rony Widijarto Purubaskoro menyampaikan sambutan pada acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) bertajuk 'Sinergi Mendorong Produksi, Hilirisasi, dan Ketahanan Pangan dengan Digitalisasi Ekonomi' di Gampong Paya Lumpat, Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat, Selasa, 22 Agustus 2023.

Theacehpost.com |ACEH BARAT – Perang Rusia-Ukraina belum diketahui kapan akan berakhir. Sementara itu perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok masih terjadi. Akibatnya terjadi gejolak keuangan dunia, dan terbatasnya pasokan serta distribusi barang, mengakibatkan tingginya harga pangan dunia.

Di tengah gejolak global, ekonomi Indonesia pada triwulan II 2023 mampu tumbuh sebesar 5,17% (yoy) dan diperkirakan tetap kuat pada batas atas kisaran 4,5 persen pada tahun 2023, dengan ditopang oleh naiknya permintaan domestik seiring dengan naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, terkendalinya inflasi, dan dampak positif dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BI Perwakilan Provinsi Aceh Rony Widijarto Purubaskoro pada acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) bertajuk ‘Sinergi Mendorong Produksi, Hilirisasi, dan Ketahanan Pangan dengan Digitalisasi Ekonomi’ di Gampong Paya Lumpat, Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat, Selasa, 22 Agustus 2023.

“Alhamdulillah, dengan sinergi dan koordinasi kebijakan yang kuat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2023 mampu tumbuh sebesar 5,17 persen,” ujarnya.

Sementara di Aceh, Rony menambahkan pada triwulan II 2023, ekonomi Aceh mengalami pertumbuhan 4,37 persen. Diperkirakan akan terus tumbuh pada kisaran 4,5 persen. Pertumbuhan terjadi pada semua komponen pengeluaran, kecuali komponen ekspor barang dan jasa yang menurun sebesar 2,77 persen.

banner 72x960

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah yaitu mencapai 23,20 persen, diikuti oleh komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 6,89 persen, komponen konsumsi lembaga non-profit 4,81 persen, dan komponen konsumsi rumah tangga 3,31 persen. Sementara itu, Impor Barang dan Jasa sebagai faktor pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut pengeluaran tumbuh sebesar 4,66 persen.

Rony mengingatkan penguatan GNPIP diperlukan guna mengantisipasi tantangan ke depan yang tidak mudah. Mulai dari ketergantungan pasokan komoditas dari daerah lain, contohnya komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras yang berasal dari Sumatera Utara. Selain itu, terdapat kendala pola konsumsi di mana masyarakat tidak terbiasa mengkonsumsi produk turunan seperti sambal cabai, bubuk cabai, pasta tomat, bawang goreng, dan sebagainya yang menjadi penyebab volatilitas harga produk segar pertanian.

“Selanjutnya, terdapat tantangan terkait dampak dari badai El Nino yang mengancam produksi pertanian dan perkebunan apabila tidak kita antisipasi bersama,” tuturnya.

Rony mengharapkan seluruh pihak terkait agar meningkatkan konsistensi, inovasi, dan sinergi (KIS) untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut.

“Kami berharap semua pihak juga terus meningkatkan inovasi dan kreativitasnya dalam mendorong digital farming atau smart farming di Aceh guna mengantisipasi ancaman El Nino saat ini dan ke depan. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *