Apa yang Dipikirkan Sebelum Bunuh Diri?

Bunuh diri adalah tindakan tragis yang mengerikan, namun tak jarang terjadi. Kejadian ini sering kali mengejutkan karena terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, bahkan oleh orang-orang terdekat pelaku. Dampaknya pun tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi orang-orang di sekitarnya.

banner 72x960

Dari sudut pandang psikologi kognitif, bunuh diri bukanlah tindakan yang muncul begitu saja. Ini merupakan hasil dari proses berpikir yang kompleks dan bertahap, di mana pelaku mengalami serangkaian tekanan mental hingga akhirnya mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya.

Fenomena ini kini menjadi perhatian serius, termasuk di Aceh, yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah kasus bunuh diri. Banyak pihak bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi di dalam benak seseorang hingga memilih jalan tragis tersebut?

Dalam psikologi kognitif, terdapat berbagai perspektif yang menjelaskan cara berpikir dan pola mental pelaku, seperti distorsi kognitif, pikiran otomatis negatif, rasa putus asa (hopelessness), dan skema berpikir disfungsional. Distorsi kognitif dapat membuat seseorang memandang segala sesuatu secara tidak realistis, cenderung negatif, dan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Pikiran otomatis negatif seperti “aku tidak berharga” atau “lebih baik aku mati saja” muncul berulang kali tanpa disadari, memperkuat perasaan putus asa dan tidak berdaya.

Bunuh diri kerap menjadi puncak dari penderitaan yang tidak ditangani dengan baik. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 700.000 orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun akibat bunuh diri. Di Aceh, meningkatnya kasus menunjukkan bahwa pemahaman terhadap penyebab bunuh diri sangat penting, bukan hanya dari sisi sosial, tetapi juga psikologis.

Faktor-faktor eksternal seperti tekanan ekonomi, konflik keluarga, pengalaman traumatis, masalah pasangan, dan kurangnya dukungan sosial dapat menjadi pemicu. Ketika faktor-faktor ini bersinggungan dengan skema kognitif yang disfungsional struktur mental yang terbentuk dari pengalaman hidup yang berulang akan muncul pola pikir negatif yang sulit dihentikan. Misalnya, ketika seseorang menghadapi masalah, skema negatif ini akan otomatis mengarahkan pikirannya pada kesimpulan berlebihan seperti merasa tidak berguna, tidak dicintai, atau merasa tidak memiliki masa depan.

Budaya juga turut memengaruhi. Di Aceh, nilai-nilai agama dan komunitas bisa menjadi pelindung dari bunuh diri. Namun, stigma sosial terhadap gangguan kesehatan mental bisa menjadi tekanan tersendiri. Rasa malu, takut dihakimi, dan ketiadaan ruang aman untuk berbagi sering kali membuat seseorang memilih menarik diri dan mengisolasi diri secara sosial.

Karena itu, penting untuk membuka ruang bicara. Jangan ragu untuk menceritakan perasaan kepada orang lain. Jangan memendam masalah sendiri. Jika pikiran negatif terus datang, segera cari bantuan dari tenaga profesional. Menjaga rutinitas harian seperti makan dan tidur teratur, serta menghindari hal-hal yang memperburuk suasana hati, juga dapat membantu mengurangi risiko bunuh diri.

Selain menjaga diri sendiri, kita juga perlu peka terhadap kondisi orang-orang di sekitar. Mungkin saja ada di antara mereka yang diam-diam membutuhkan teman bicara atau tempat bersandar.

Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal sedang mengalami krisis psikologis, jangan ragu untuk menghubungi layanan konseling atau profesional kesehatan mental. Hidup itu berharga, dan kamu tidak sendiri.

Oleh: Nia Rizki (Mahasiswa Prodi Psikologi, UIN Ar-Raniry)

Komentar Facebook