#Abu Woyla Wali Penderma Tanpa Batas | (Sang Pembawa Pesan Tersirat 3)

waktu baca 3 menit
Abu Ibrahim Woyla bersama Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab (Tu Sop), Ketua Umum Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) di Dayah MUDI MESRA, Samalanga, Bireun, Aceh - Indonesia, tahun 1985.

Oleh Mustafa Husen Woyla

Ayo Posting Foto infaq Dari Abu Woyla, dan ceritakan sesuatu…!!!

Abu Ibrahim Woyla pada awal akhir tahun 60-an dan awal 70-an belum ada khadam yang berjalan mendampinginya. Abu berjalan kaki seolah tanpa penat dan lelah. Iya menulusuri jalan dan lorong-lorong berbagai pelosok Aceh bahkan luar negeri.

Kala itu, bagi kami anak-anak woyla masih ada rasa takut ketika melihat Abu Woyla lewat di jalan, karena sang wali selalu berasyik-masyuk, larut dalam zikirnya.

Bahkan awalnya tidak sedikit orang yang menuduhnya telah hilang kesadaran. Namun akhirnya terjawab oleh kenyataan, tidak seperti yang dituduhkan.

Kami melihat langsung dan mendengar bunyi zikirnya “…Allahu, Allahu Allahu…”. Tanpa secara terus menerus, tak jarang juga kami mendengar lafadh Allahu menjadi “hu hu hu” akhir dari lafadh ُالله (Allahu), zikir ismu dzat Abu diiringi anggukan kepala dan gerakan tubuhnya sepanjang jalan tanpa menghiraukan hal ihwal sekitarnya.

banner 72x960

Alkisah, Penulis dan anak-anak lainnya baru mendekat dengan sang wali pada awal tahun 80-an, ketika melihat sifat jawaad/kariim (dermawan) yang sering berinfaq/sedekah kepada siapa saja dan dengan jumlah bervariasi tergantung yang ada dalam tas yang dijahit dari bahan umpang tepung setiga biru lagendaris itu.

Ada banyak orang mengaku beruntung mendapat infaq/sedekah dari Abu Woyla. Bahkan banyak menyimpan uang ribuan tersebut sampai sekarang hanya untuk mengambil berkah dan bertabarruk.

Juga sebagian pedagang banyak yang minta uang ‘modal’ kepada Abu Woyla dan biasanya di simpan di laci kasir.

Lalu, dari mana asal uang Sang Wali Kariim itu?

Abu Woyla ketika musafir ke berbagai tempat dan daerah, acapkali diberi infaq, sedekah, hadiah, dan yang paling banyak adalah dari orang yang menunaikan nazar (kaoy).

Dan ajibnya, Abu Woyla mengetahui orang-orang yang bernazar dengannya walaupun pe-nazar sudah lupa dan nun jauh disana.

Hal ini tentu tidak dengan cara menagih, namun bi an-nuzri (بالنذر) dengan peringatan.

Biasa, ketika Abu Woyla lewat atau singgah, penazar langsung teringat nazar yang terkadang sudah bertahun-tahun lamanya.

Terkait Abu memberi isyarah adanya nazar, penulis pernah mendengar langsung dari warga Nisam dan warga Peureulak ketika mengunjungi kedua daerah tersebut.

Ibrah

Seorang waliyullah salihin dan muttaqin, rezekinya diberi Allah swt di luar dugaan (min haitsu laa yahtasib), bahkan bighairi kasab (dengan tanpa usaha nyata).

Dan dengan bersedekah tidak mengurangi harta sebagaimana sabda sayyidul ambiya;

“مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ” (رواه مسلم)

“Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seseorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seseorang itu merendahkan diri kerana mengharapkan keredhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula darjatnya oleh Allah ‘Azzawajalla.” (HR Muslim).


Penulis, Warga Asal Woyla | Ketua Lembaga Donasi Rumoh Indonesia (RUI) | Alumni Dayah BUDI Lamno | Dayah Darul Muarrif Lam Ateuk | Guru Tauhid & Tasawuf dan sekarang menetap di dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee |

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *