Koperasi Desa Merah Putih Beda dengan BUMG, Begini Penjelasan Kadisperindagkop Abdya

Kadisperindagkop Abdya, Zedi Saputra. [Foto: The Aceh Post]

THEACEHPOST.COM | Blangpidie – Pemerintah pusat tengah mendorong terbentuknya Koperasi Desa Merah Putih di seluruh desa dan kelurahan Indonesia. Langkah ini disebut sebagai strategi percepatan ekonomi desa oleh Presiden Prabowo Subianto.

Namun, kemunculan koperasi ini memunculkan pertanyaan, apa perbedaannya dengan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) yang selama ini lebih dulu dikenal?

banner 72x960

Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Perindustrian dan Perdagangan Aceh Barat Daya (Abdya), Zedi Saputra, menjelaskan bahwa keduanya memiliki peran berbeda.

“Koperasi Merah Putih bukan hanya untuk Abdya, tapi wajib dibentuk di seluruh desa di Indonesia. Ini strategi percepatan perputaran uang dan usaha langsung di desa,” kata Zedi saat Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) di Gampong Mon Mameh, Kecamatan Setia, Selasa (13/5/2025).

Menurutnya, perbedaan paling mencolok terletak pada sistem kepemilikan dan pembagian keuntungan. BUMG dikelola oleh aparatur gampong dan seluruh keuntungan masuk ke kas desa. Sedangkan dalam Koperasi Merah Putih, seluruh warga bisa menjadi anggota sekaligus pemilik usaha.

“Koperasi itu milik bersama. Keuntungannya dibagi lewat Sisa Hasil Usaha (SHU), bukan hanya untuk kas desa. Ini yang membedakannya dari BUMG,” tegas Zedi.

Ia menambahkan, koperasi dibentuk bukan sekadar untuk kegiatan simpan pinjam, tetapi sebagai wahana usaha produktif. Pemerintah bahkan akan menggelontorkan dana hingga Rp3–5 miliar per desa untuk pengembangan sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, ritel, hingga layanan kesehatan.

Contohnya, di Gampong Mon Mameh, koperasi dapat membeli traktor, menyediakan pupuk dan membeli gabah langsung dari petani. Di sektor kelautan, koperasi bisa membangun tempat pengolahan ikan atau toko sembako desa.

“Melalui koperasi, banyak jenis usaha bisa dikembangkan. Ini otomatis membuka lapangan kerja untuk pemuda gampong, mulai dari administrasi sampai teknis usaha,” ujar Zedi.

Pemerintah menargetkan 80.000 koperasi terbentuk hingga Juli 2025 dari total 85.000 desa dan kelurahan di Indonesia. Aceh sendiri memiliki sekitar 6.500 desa, termasuk 152 desa di Abdya yang diwajibkan mendirikan koperasi ini.

Lebih dari itu, koperasi juga diarahkan sebagai instrumen stabilisasi harga dan kemandirian ekonomi desa. Bahkan, layanan kesehatan seperti klinik dan apotek nantinya akan dikembangkan di bawah naungan koperasi.

Dengan sistem gotong royong dan kepemilikan kolektif, Koperasi Merah Putih digadang-gadang menjadi fondasi ekonomi desa masa depan di seluruh Indonesia.

“Tujuan koperasi ini untuk membangun usaha berkelanjutan yang memberi keuntungan bersama. Inilah perbedaan mendasar antara Koperasi Merah Putih dan BUMG,” tandas Zedi. (Robby Sugara)

Baca berita lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook