Kontraktor dan Pemasok Material Batu Gajah Berselisih di Proyek Pelabuhan Ie Meulee SKPT Sabang

CV Buchari memasang spanduk larangan pengambilan material batu gajah sebelum pelunasan sisa pembayaran dilakukan. [Foto: Pojok Merdeka Net]

THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Proyek pembangunan prasarana dan sarana Pelabuhan Perikanan Ie Meulee SKPT Sabang, yang didanai oleh hibah dari Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tengah menghadapi kendala.

banner 72x960

Perselisihan muncul antara pihak pemilik proyek, KSO PT Tri Karya Utama Cendana dengan CV Buchari selaku pemasok material batu gajah terkait sisa pembayaran.

Direktur CV Buchari, Fazlun Yunus, menyampaikan bahwa sesuai kesepakatan kontrak, material batu gajah seharusnya diterima dalam tongkang.

“Maksudnya, mobil pengangkut material naik ke tongkang dan membongkar muatannya di sana, bukan berdasarkan tonase batu yang dimuat ke dalam tongkang,” jelas Fazlun, Senin (21/4/2025).

Lebih lanjut, Fazlun mengungkapkan bahwa saat pembayaran, pihaknya menerima surat jalan berupa faktur bon dari PT Tri Karya Utama Cendana yang mencantumkan perkiraan tonase per mobil.

“Kami menerima faktur sebanyak 2.911 lembar bon dengan total keseluruhan 85.000 ton. Jika dikalkulasikan, nilai tersebut mencapai sekitar Rp 8,9 milyar, dan yang sudah dibayarkan baru Rp 3.050.000.000 (tiga miliar lima puluh juta rupiah),” paparnya.

Dengan demikian, lanjutnya, masih terdapat sisa tagihan sekitar Rp 5,9 milyar. Poin yang dipermasalahkan oleh Fazlun adalah komplain dari pihak perusahaan yang baru disampaikan belakangan ini. Menurutnya, jika memang ada kekurangan volume batu, seharusnya hal ini dibicarakan sejak awal.

“Seharusnya, di pertengahan proyek, mereka (pihak perusahaan) menghubungi kami untuk membahas hal ini, jika memang faktur yang dikeluarkan tidak sesuai dengan jumlah batu yang kami kirim,” imbuhnya.

Bukan hanya itu, kata Fazlun, jika memang tidak bisa juga pihaknya memperbaiki ataupun bagaimana jalan yang terbaik, perusahaan tersebut baru bisa memutuskan kontrak dengan pihaknya.

“Namun, hal ini sama sekali tidak dilakukan. Tiba-tiba, saat proses pembayaran, mereka mempermasalahkan kekurangan volume batu,” tegasnya.

Oleh karena itu, ia merasa keberatan dengan keputusan perusahaan tersebut. Baginya, komplain seharusnya disampaikan sejak awal, bukan setelah material siap dikirim, dianggap cukup, dan bahkan sudah terpasang.

Fazlun juga menyinggung bahwa perhitungan sisa tagihan sebesar Rp 5,9 milyar itu pun didasarkan pada berat jenis yang tidak sesuai dengan kontrak. Pihak perusahaan membayar dengan berat jenis 1,8, padahal seharusnya 2,2. Hasil uji laboratorium menunjukkan tiga jenis berat jenis batu, yaitu 1,8, 2,2, dan 2,5.

“Dan yang dibayarkan kepada kami adalah berat jenis 1,8. Ini tidak sesuai dengan yang tertulis dalam kontrak, dimana seharusnya 2,2, namun yang dibayarkan adalah 1,8,” ungkapnya

Ia mendesak perusahaan untuk segera melunasi pembayaran material yang telah diambil. Sejauh ini, kata Fazlun, pihaknya telah melayangkan somasi, dan kedua belah pihak juga telah menunjuk pengacara.

“Surat somasi kami sudah dibalas. Namun, balasan dari perusahaan hanya membahas tagihan yang sudah dibayar sebesar Rp 3.050.000.000 dan tidak menyinggung sisa pembayaran material yang telah diambil dari kami,” pungkasnya.

Ia menambahkan bahwa pada Sabtu (19/04/2025), pihaknya juga telah memasang spanduk larangan pengambilan dan penggunaan material batu gajah milik CV Buchari sebelum pembayaran dilunasi sesuai dengan Pasal 1513 KUHPerdata. []

Baca berita lainnya di Google News dan saluran WhatsApp

Komentar Facebook