Pesan Syariat Islam dalam Kerukunan Bermasyarakat
Oleh: Tgk Rusli Daud SHI M Ag, Pimpinan Dayah Mishrul Huda Malikussaleh, Anggota MPU Kota Banda Aceh
Kehidupan dalam masyarakat tidak terlepas dari kehidupan makhluk bernama manusia. Manusia adalah makhluk social yang tidak bisa berdiri sendiri, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa mecukupi kebutuhan dirinya sendiri, pasti memerlukan manusia yamg lain, meskipun manusia itu kaya raya memiliki harta yang banyak serta berkedudukan yang tinggi.
Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu berkomunikasi, bersosialisasi serta berinteraksi dengan manusia lainnya. Kesadaran akan subtansi manusia sebagai makhluk social dapat melahirkan rasa tanggung jawab dan mengayomi sesama, sehingga terwujudnya rasa ukhuwwah dalam hubungan horizontal sesama manusia.
Syariat Islam lahir untuk memberi tuntunan dalam hal metode bergaul dengan orang lain, berhablum minannas yakni hidup bermasyarakat. Syariat islam mengatur tata cara bertetangga, cara bertamu, metode pergaulan antar sesame manusia secari baik dan komprehensif. Kehidupan social antar sesame manusia menjadi suatu keniscayan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat, sebagaimana termaktub dalam surat al ashr yang artinya:
Demi masa. Sesungguhnya semua manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Surat Al Ashr memiliki makna yang sangat indah dan penting untuk kehidupan sehari-hari. Allah memberikan informasi kepada manusia, ada empat hal yang menjadikan manusia itu terlepas dari kerugian atau kebinasaan, yaitu iman, amal shalih, saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran. Dua yang pertama adalah bagaimana kita membentuk kesalehan pribadi, hubungan vertical kita dengan Allah, dua hal yang kedua adalah bagaimana kita membentuk kesalehan social kita dalam hubungan horizontal sesame manusia. Artinya dalam membentuk ibadah yang sempurna kita kepada Allah SWT tidaklah cukup kita hanya berinteraksi dengan Allah semata, tapi bagaimana kita harus juga membentuk dan menjaga kerukunan kita antar sesame manusia hatta makhluk laninnya.
Pesan-pesan dalam penerapan syariat Islam memiliki tujuan yang komprehensif untuk membentuk manusia muslim yang memberikan rahmat terhadap makhluk yang lain. Manusia yang taat akan hukum Allah dan menghargai akan hak-hak azazi sesama manusia, tidak bersikap sombong dan angkuh, saling merendah diri (tawadhuk). Tidak ekstrim kanan dan tidak ekstrim kiri, sehingga akan memberikan kedamaian terhadap kehidupan di dunia (sa’adah fid dunya) hatta kedamaian kehidupan akhirat kelak (sa’adah fil akhirah).
Mewujudkan hal tujuan tersebut dalam sebuah realita tidaklah mudah dan gampang, tentu harus dilengkapi dengan tata aturan hukum dan kepatuhan muslim terhadap ketetapan aturan Islam oleh setiap muslim. Tanpa kesadaran terhadap kepatuhan tata aturan hukum tidak mungkin akan terwujud masyarakat muslim yang bermanfaat bagi yang lain. Rasulullah berpesan dalam sebuah hadis yang artinya: Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermnafaat untuk manusia yang lain (HR. Thabrani). Penerapan syariat Islam pada dasarnya sejalan dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Adz Dzariyat ayat 56, ““Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
Beberapa Pesan Syariat dalam Kerukunan
Dalam surat An Nisa ayat 36 Allah berfirman yang artinya:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
Ada beberapa pesan Syariat Islam dalam ayat tersebut, secara umum dapat kita pahami, bahwa begitu pentingnya kita saling rukun dengan tetangga. Kerukunan melahirkan sikap saling bantu, saling mengontrol dalam menjalin komunikasi. Selebihnya lagi kerukunan dengan tetangga dapat menciptakan kestabilan dalam keamanan bagi penduduk dalam kawasan tersebut, baik pengamanan harta atau jiwa masyarakat. Kerukunan dalam bertetangga juga selaras dengan salah satu hadis Nabi Muhammad SAW yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, bunyinya: ‘’Man Kana yu’minu billahi wal yaumil akhir fal yakrim jarahu’’ Artinya: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya.
Melalui ayat ini Allah juga memerintahkan kedua belah pihak suami dan isteri untuk bergaul dengan baik, kemudian Allah memerintahkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Allah memulai perintah ini dengan perintah mengesakan-Nya dengan penuh rasa cinta, ketundukan, dan ikhlas. Allah melarang perbuatan syirik, sebab Dia Memiliki kuasa mutlak dalam mengatur alam semesta ini, tanpa ada sekutu yang membantu-Nya. Kemudian Allah menyandingkan perintah ini dengan perintah berbakti kepada kedua orangtua. Ini merupakan dalil yang menunjukkan besarnya hak mereka berdua atas anak-anaknya dan kewajiban berbakti kepada keduanya. Dalam sebuah hadis Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wasallaam mengatakan “Ridhallahu Fi Ridhal Walidaini” Artinya: Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua”. Boleh kita artikan, jika kita hendak melihat Allah tersenyum, buatlah kedua orang tuanya tersenyum. Sebaliknya, jika ingin melihat Allah cemberut, buatlah kedua orang tuanya cemberut.
kemudian Allah memerintahkan untuk berbuat baik kepada setiap muslim yang memiliki hubungan kerabat seperti saudara, paman, dan lainnya; dan berbuat baik kepada anak-anak yatim yang telah kehilangan ayah mereka sejak masa kecil, kepada orang-orang miskin yang tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka, kepada tetangga dekat dan tetangga jauh, Kepada orang yang selalu menyertai kita baik itu istri, tamu, atau teman dalam perjalanan, serta kepada musafir yang sedang singgah. kemudian Allah memerintahkan untuk berbuat baik kepada setiap yang kita miliki baik itu berupa budak maupun hewan peliharaan.
Barangsiapa yang tidak melakukan perbuatan-perbuatan tersebut maka ia termasuk orang yang angkuh dan sombong terhadap makhluk lain. Makna ‘fakhur’ yakni suka memuji diri sendiri Karena rasa sombong dan angkuh dihadapan hamba-hamba Allah yang lain. Kondisi kekinian di era millennial menjadikan manusia jauh dari Allah, perubahan yang terjadi berbasis tekhnologi membuat banyak manusia bertuhankan dirinya kepada akal dan ilmu, mereka lupa kepada zat yang menciptakan keduanya. Membuat kehidupan manusia jauh dari peradaban yang sesungguhnya. Hancurnya akhlak dan moral, runtuhnya kerukunan. Mereka adalah orang-orang yang kesombongan dan keangkuhan mereka menghalangi mereka untuk memenuhi hak-hak orang lain dan menjauhkan mereka dari kasih sayang dan keridhaan Allah Yang Maha Memurah.
Etika dalam Pergaulan
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: Dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi SAW beliau bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan teman dekat yang baik dan teman dekat yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Seorang penjual minyak wangi terkadang mengoleskan wanginya kepada kamu dan terkadang kamu membelinya sebagian atau kamu dapat mencium semerbak harumnya minyak wangi itu. Sementara tukang pandai besi adakalanya ia membakar pakaian kamu ataupun kamu akan menciumi baunya yang tidak sedap.”
Melalui hadis di atas, Nabi ingin menyampaikan pesan kepada kita adalah bagaimana metode kita dalam memilih teman agar mendapatkan teman yang baik yang bisa melahirkan sebuah kerukunan. Tatakrama yang di atur oleh syariat yang sedemikian rupa adalah menjadi patrol dalam pergaulan antar sesame manusia.
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim ada syair-syair yang menjelaskan tentang cara memilih teman, di antaranya adalah:
Janganlah kamu bertanya tentang perihal seseorang
Dan lihat temannya
Maka sesungguhnya seseorang teman itu mengikuti temannya
Jika seseorang mempunyai perilaku yang buruk
Maka jauhilah dengan segera
Dan jika seseorang itu mempunyai perilaku yang baik
Jadikanlah dia teman
Maka kamu akan mendapatkan petunjuk
Menjaga kearifan lokal
Sejak zaman dahulu Masyarakat Aceh yang dikenal sebagai mayoritas beragama Islam, memiliki adat dan istiadat serta kaya dengan berbagai macam budaya kearifan lokal. Aceh memberi makna budaya Aceh dijiwai oleh nilai-nilai Islami yang tidak boleh lepas sebagai akar tunggalnya untuk berkreasi membangun tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Sejarah membuktikan bahwa masyarakat Aceh selalu menjungjung tinggi nilai-nilai agama Islam semenjak kerajaan-kerajaan kecil di masa silam sampai mencapai kegemilangannya di masa pemerintahan Iskandar Muda hingga kini. Ibarat kata pepatah: “adat ngen hukoem lagee zat ngen sifeut” Artinya adalah: budaya dengan agama itu tidak bisa di pisahkan, bagaikan zat dengan sifat
Nilai-nilai ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat dalam kehidupan kesehariannya. Belajar agama berarti belajar nilai-nilai keyakinan baik dan buruk, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. kita harus belajar mengenal kedudukan sebagai makhluk Allah SWT, belajar bagaimana kita harus berbuat dan meninggalkan larangan berdasarkan keyakinan nilai-nilai agama dengan tegas.
Begitu juga, dalam kehidupan sehari-hari, kembangkan kebiasaan untuk mendiskusikan nilai-nilai agama dengan keluarga maupun lingkungan pergaulan, tidak hanya dari segi pengetahuannya saja, juga bagaimana bersikap dan berbuat yang bener menurut nilai-nilai agama.
Maka sangat kita sayangkan, kadang ada saudara kita yang baru pulang dari jauh membawa ajaran ajaran baru yang berbeda dengan kearifan local dan kebiasaan kita. Kita tidak tahu motif di balik semua itu. Endingnya adalah terjadi kekacauan dalam masyarakat yang bisa menghilangkan kerukunan dan persatuan.
Ada kata pepatah yang berasal dari Sumatra Barat: Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Pepatah ini menggambarkan dengan tepat kewajiban kita untuk menaati aturan atau hukum yang hidup dalam masyarakat. Kaidah hidup bermasyarakat yang disepakati dan diakui kebenarannya, dipakai sebagai panduan, tatanan dalam kehidupan.
Pelaksanan syariat Islam di Aceh secara kaffah dengan memuat kearifan lokal juga di atur dalam qanun, sebagaimana tersebut dalam qanun Nomor 11 Tahun 2002 pada Bab II Pasal 2 menetapkan tujuan dan fungsi pengaturan pelaksanaan syariat Islam bidang akidah, ibadah dan syi’ar Islam bertujuan (1) Membina dan memelihara keimanan dan ketaqwaan individu dan masyarakat dari pengaruh ajaran sesat, (2) Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ibadah serta penyediaan fasilitasnya, (3) Menghidupkan dan menyemarakkan kegiatan-kegiatan guna menciptakan suasana dan lingkungan yang islami.