Berkunjung ke PWI Aceh, Bos Trans Continent Diskusikan Banyak Hal, Termasuk Soal Kadin

Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin (tengah) didampingi sejumlah pengurusnya dan para pimpinan media berdiskusi tentang berbagai isu terkini, termasuk bidang industri dengan CEO Trans Continent, Ismail Rasyid (kaos hitam/kanan) ketika putra Aceh yang merupakan pengusaha lintas benua tersebut bersilaturahmi ke Markas PWI Aceh di Simpang Lima, Banda Aceh, Sabtu, 23 April 2022. (Foto Ikhsan/PWI Aceh)

BA’DA Zuhur, hari ke-21 Ramadhan 1443 H, bertepatan Sabtu, 23 April 2022, Ismail Rasyid tiba di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh di kawasan Simpang Lima, Banda Aceh. Kedatangan Bos Trans Continent tersebut disambut Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin didampingi Muhammad Zairin (Sekretaris), Azwani Awi (Wakil Sekretaris I), Abdul Hadi (Wakil Sekretaris II), Sulaiman SE (Bendahara) beserta beberapa pengurus lainnya; Sudirman Mansyur, M Nazar Ahadi, Muhajir, dan Ikhsan. Dalam kunjungan ke Kantor PWI, sosok putra Aceh yang memiliki jaringan perusahaan lintas benua tersebut didampingi seorang staf utamanya, Azhari Ari, Pemred Acehstandar.com HT Anwar Ibrahim dan Pemred KBA.One Azhari Bahrul. “Saya kemari untuk bersilaturahmi dengan kawan-kawan Pengurus PWI Aceh setelah sebelumnya saya juga sudah melakukan serangkaian pertemuan dengan para pemred dari berbagai media,” ujar putra Aceh kelahiran Matangkuli, Aceh Utara yang memiliki paling tidak tujuh perusahaan di bawah bendera Royal Group. Setelah sekitar dua jam terlibat diskusi santai sambil ‘peulalee puasa’, Bang Is—begitu dia akrab disapa—pamit untuk kembali. “Besok saya ke Jakarta,” kata sosok yang disebut-sebut paling berpeluang untuk memimpin organisasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Aceh yang akan menggelar Musda VII dalam waktu dekat ini. “Insya Allah saya siap berkontestasi. Saya akan terus membangun komunikasi dengan semua pihak termasuk dengan kawan-kawan di PWI. Kita akan terus berdiskusi. Diskusi tak boleh berhenti,” begitu harapan Bang Is kepada Ketua PWI Aceh yang juga Pemred Theacehpost.com sebelum meninggalkan markas PWI dengan tunggangannya, Hummer B 153 AIL.

banner 72x960

 

Tidak sulit mencari tahu tentang sosok Ismail Rasyid. Pria kelahiran Matangkuli, Aceh Utara, 3 Juli 1968 ini merupakan pendiri sekaligus CEO Trans Continent, salah satu perusahaan terbesar  yang bernaung di bawah bendera Royal Group.

Nama Ismail Rasyid semakin berkibar setelah ground breaking Pusat Logistik Berikat dan Pergudangan Terpadu PT Trans Continent di Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Sabtu, 31 Agustus 2019 oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

Trans Continent adalah perusahaan yang digandeng oleh Pemerintah Aceh untuk berinvestasi di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong.

Masyarakat begitu berbunga-bunga, apalagi ketika mengetahui sosok Ismail Rasyid bukan pengusaha kaleng-kaleng. Dia putra Aceh pemilik tujuh perusahaan, salah satu yang terbesar adalah Trans Continent yang akan mengelola KIA Ladong.

Pemerintah Aceh melalui Presiden Direktur PT PEMA Zubir Sahim dan CEO PT Trans Continent Ismail Rasyid sama-sama berharap KIA bisa mengembalikan legacy kejayaan Aceh di masa lampau.

Namun yang terjadi kemudian tidak seperti harapan. Hampir memasuki masa setahun pasca-ground breaking, KIA Ladong nyaris tak ada gerak. Akhirnya pada Mei 2020, Ismail Rasyid mengeluarkan pernyataan pers yang mengumumkan bahwa perusahaannya keluar dari KIA Ladong.

“Saat ini kami memutuskan mengundurkan diri dari KIA Ladong hanya karena pertimbangan dan kajian bisnis karena belum ada wujud komitmen nyata dari pemerintah terhadap proses pembangunan KIA Ladong. Namun kami tegaskan bahwa Trans Continent tidak keluar dari Aceh dan kami tetap akan berusaha di Aceh,” begitu inti pernyataan Ismail Rasyid menanggapi perkembangan berita tentang KIA Ladong yang sangat simpang-siur waktu itu, bahkan ada pihak yang saling menghujat.

Penegasan bahwa Trans Continent tidak akan keluar dari Aceh benar-benar dibuktikan oleh Ismail Rasyid. Tak lama setelah angkat kaki dari KIA Ladong, dia membangun lokasi baru di Gampong Beurandeh, masih di Kecamatan Mesji Raya, Aceh Besar, semakin dekat dengan Pelabuhan Malahayati.

“Saya ingin membangun Aceh, karena alasan itu pula saya tetap bertahan,” ujar Ismail Rasyid menanggapi persoalan yang dialaminya pada langkah-langkah awal tiga tahun lalu.

“Kita tak perlu terperangkap dalam polemik berkepanjangan,” ujarnya di depan wartawan dan Pengurus PWI Aceh.

Obsesi Ismail Rasyid berinvestasi di Aceh bukan semata-mata untuk cari untung tetapi ada tanggung jawab besar bagi tanah kelahirannya.

“Sejak awal saya sudah sangat siap, karenanya mari kita saling mendukung agar apa yang akan saya lakukan bisa secepatnya memberikan hasil nyata bagi masyarakat. Kalau ada kendala secara regulasi atau apapun, mari kita duduk, membahas, dan menemukan solusi terbaik,” ujar alumni Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) tersebut.

Ketika bertemu sejumlah awak media di lokasi barunya, Pusat Logistik Berikat (PLB) Gampong Beurandeh, beberapa waktu lalu, terlihat jelas bagaimana seriusnya Ismail Rasyid untuk mewujudkan mimpinya.

Di areal seluas lebih kurang 15 hektare, dibangun perkantoran dan pergudagan dengan kapasitas ratusan kontainer. Bahkan, ia akan memobilisasi 100 kontainer dari 500 kontainer miliknya yang kini tersebar di beberapa kawasan luar Aceh.

Seperti diketahui, Trans Continent yang didirikan oleh Ismail Rasyid pada 2004 adalah perusahaan yang bergerak di bidang multi moda transport, logistics & supply chain dengan core business di bidang industri pertambangan, perminyakan, energy serta perdagangan.

Selain memiliki belasan cabang di Indonesia, Trans Continent juga memiliki dua kantor di luar negeri, yaitu Australia dan Filpina termasuk jaringan di 80 negara.

Ketika bincang-bincang dengan Pengurus PWI Aceh, Ismail kembali mengingatkan semua pihak bahwa Aceh secara geografis sangatlah strategis, karena berada pada salah satu jalur pelayaran internasional terpadat di dunia.

“Nah, keunggulan posisi strategis tersebut dapat dimanfaatkan dengan kebijakan pengembangan menjadi daerah kawasan industri, perdagangan. Bahkan, Aceh bisa menjadi hub distributor perdagangan dan pariwisata,” ujarnya.

“Saya siap menggandeng mitra bisnis untuk berinvestasi di Aceh dengan berbagai potensinya. Tapi kita harus bisa memastikan kalau mereka akan mendapatkan berbagai kemudahan dan memiliki konsep yang jelas untuk jangka panjang,” lanjutnya.

Kita perlu nyaman

Ismail Rasyid juga memastikan kondisi Aceh saat ini sudah sangat aman. Tidak ada lagi ketakutan akan terjadinya gangguan keamanan. Yang terpenting sekarang, katanya, bagaimana menciptakan rasa nyaman.

“Ya, kenyamanan. Itu nggak bisa diukur, abstrak. Hanya teman-teman pengusaha yang bisa memastikan kondisi Aceh nyaman,” kata Bang Is.

Diskusi di PWI Aceh juga sempat berkembang ke organisasi Kadin sebagai organisasi untuk mewujudkan dunia usaha nasional yang kuat, berdaya cipta dan berdaya saing tinggi.

Ismail juga berharap Kadin harus kembali ke khittahnya sebagai rumahnya para pengusaha. Rumah itu akan berfungsi sebagai wadah dan wahana komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia, baik antara para pengusaha Indonesia dan pemerintah maupun antara pengusaha Indonesia dan pengusaha asing.

“Kadin adalah tempat orang membahas bisnis. Kalau ada hambatan harus segera dicarikan solusinya bukan tetap terhambat. Simpulnya harus terbuka,” sebut Ismail sambil memastikan bahwa dirinya siap untuk berkontestasi pada Musda Kadin Aceh yang dijadwalkan dalam waktu dekat ini.

“Kalau ingin mendapatkan wajah baru di Kadin, mari kita ramai-ramai mendaftar. Jangan ada ruang yang ditutup-tutupi apalagi sampai menutup peluang bagi kawan-kawan yang punya kemampuan,” tegas suami dari Erni Molisa dan ayah dari Jibril Gibran dan Syifa Aulia tersebut.

Informasi tersiar di berbagai media dengan mengutip keterangan Ketua Bidang Media Kadin Aceh Muntasir Hamid, menyebutkan Musda VII Kadin Aceh dijadwalkan digelar di Banda Aceh pada 1-3 Juni 2022.

“Alhamdulillah persiapan musda sudah 90 persen, tetapi kita belum membuka pendaftaran calon ketua,” kata Muntasir Hamid.

Menurut Muntasir, pendaftaran untuk calon ketua Kadin Aceh dibuka 15 hari sebelum musda digelar. Kadin membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin mendaftar.

Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai calon ketua Kadin Aceh yakni memiliki kartu tanda anggota (KTA) 2 tahun, pernah menjadi pengurus, atau pernah memimpin Kadin provinsi maupun daerah.

“Kemudian kandidat juga harus menyetor uang Rp 500 juta, uang itu sifatnya hangus karena dipakai untuk kegiatan musda,” ujar Muntasir sebagaimana dilansir Antaranews.[]

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *