Kembali ke Alam, Sensasi Khanduri Bungong Drien di Lamsujen

waktu baca 5 menit
Khanduri Bungong Drien di Lamsujen, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.

Di Aceh sangat banyak jenis khanduri (kenduri). Saat masih hidup hingga mati, selalu ada khanduri. Sesuai dengan asbabunnuzul, terdapat beragam nama kenduri di kalangan masyarakat Aceh. Berikut catatan Usamah El-Madny dari Theacehpost.com.

Ada tiga tujuan kenduri di masyarakat Aceh.

Pertama, sebagai ekspresi syukur kepada Allah, sekaligus mengharap nikmat yang lebih berlimpah ruah lagi.

Kedua, sebagai bagian dari amal saleh untuk mendekatkan diri kepadanya, seraya berharap diberi solusi dan kemudahan dalam berbagai persoalan kehidupan. Baik yang sedang terjadi atau mungkin menimpa.

Kalau yang pertama dan kedua di atas bersifat spritual, maka yang terakhir ini lebih bersifat duniawi semata, yaitu dalam rangka perbaikan gizi.

banner 72x960

Nah, dari sekian banyak jenis kenduri itu, salah satunya Khanduri Bungong Drien.

Jenis khanduri ini sepanjang perjalanan hidup saya baru saya dapati di Lamsujen, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.

Gampong ini mayoritas penduduknya adalah petani. Di Gampong yang asri ini sangat banyak jenis kendurinya, salah satunya Khanduri Bungong Drien.

Terkait dengan durian saja ada tiga kenduri. Saat berbunga ada Khanduri Bungong Drien. Ketika panen durian ada Khanduri Boh Drien. Paska panen durian juga ada khanduri syukuran atas segala karunia rezeki durian dan berharap pada musim durian ke depan Allah akan karunia lebih banyak lagi.

Sabtu, 3 April 2021 Theacehpost.com sangat bersyukur dapat hadir Khanduri Bungong Drien di Lamsujen.

Ketika disebut kenduri, Anda jangan membayangkan seperti kenduri pada berbagai acara di kota. Gegap gempita dengan berbagai hidangan dengan segala cita rasa.

Tidak demikian. Jauh sekali perbedaannya.

Kenduri ini dilakukan di tengah hutan di kebun durian. Masakan pun tidak beragam.

Telah menjadi tradisi di Lamsujen menu Khanduri Bungong Drien adalah menu tunggal. Ayam kampung masak Aceh plus nasi putih teukulah (dibungkus daun pisang yang dilayu api).

Nasi putih ini khas sekali. Aroma nya luar biasa yang berasal dari daun pisang yang dilayu api. Khusus di Lamsujen, nasi putihnya menjadi tambah luar biasa karena dikenal enak dan legit karena diairi air jernih yang bersumber dari bebatuan di gunung.

Suasana dekat dengan alam begitu terasa pada acara Khanduri Bungong Drien ini.

Theacehpost.com dan beberapa kawan sengaja datang lebih cepat satu hari. Jumat sore, kami sudah tiba di lokasi. Lalu, malam Jumat kami bermalam di kebun durian sehingga ikut terlibat dalam berbagai persiapan kenduri sederhana tapi bersahaja itu membuat badan dan pikiran begitu relaksasi.

Tidur malam hari di tengah hutan Lamsujen menghadirkan sensasi tersendiri. Udaranya yang bersih begitu menyegarkan dada. Bentangan gunung dan hutan yang di sela-sela daunnya memancarkan cahaya bulan otomatis menghadirkan nuansa romantisme tersendiri.

Begitu juga dengan suara berbagai jenis burung dan binatang lainnya yang saling bersahutan, seakan seperti irama musik pengantar tidur yang begitu indah.

Air sungai yang mengeluarkan suara gemericik di sela-sela batu menghadirkan resonansi alam yang luar biasa. Di hutan ini, kami ditemani lampu teplok dengan cahaya dinamisnya. Tidak seperti di kota, dengan cahaya listrik yang begitu statis.

Aktivitas pagi, kami awali dengan Shalat Fajar, kemudian dilanjutkan dengan Shalat Subuh berjamaah. Ada sedikit insiden kecil saat Shalat Subuh terkait siapa yang harus jadi imam. Semua menolak.

Lalu theacehpost.com menawarkan solusi. Kami sepakat yang jadi imam adalah yang paling senior di antara kami. Akhirnya pilihan jatuh kepada salah seorang tetua kampung di sekitar Lamsujen. Dia mantan aktivis PDI — sebelum PDI menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Sebagaimana diketahui, Kecamatan Lhoong dulu merupakan salah satu basis PDI di Aceh. Banyak tokoh PDI dulu berasal dari kecamatan di pinggir hutan ini. Suara imam Subuh yang alumni PDI itu luar biasa.

Selanjutnya secara bersama-sama kami persiapkan sarapan pagi. Karena aktivitas persiapan kenduri baru dilakukan pukul sembilan.

Sebagai menu pagi kami menanak nasi pakai periuk tanah dengan perapian berasal dari kayu bakar yang kami ambil dari sekitar lokasi kami menginap. Sedangkan lauknya adalah sumber daya alam yang berupa sayur-sayuran yang ada di kebun durian, ikan asin, telor dadar, plus udang dan ikan kecil yang kami jaring di sungai terdekat lokasi.

Menu sederhana memang, tapi cita rasa lahir batin seperti tidak terhingga.

Pukul 09.00 WIB pagi prosesi Khanduri Bungong Drien dimulai.

Seorang tokoh spritual di Lamsujen mulai menyembelih ayam. Setelah dipanggang, ayam kampung itu dibakar, dibersihkan lalu dipotong-potong. Bumbu khas kuah manoek (ayam) khas Aceh Besar pun segera disiapkan di lokasi.

Bahan baku dan rempah-rempah yang dibutuhkan untuk masak ayam yang tidak tersedia di hutan Lamsujen sengaja kami persilakan dari rumah.

Boh kulu dan reubong kala segar merupakan lah satu bahan baku kuah ayam yang melimpah ruah di Lamsujen. Kami tinggal petik saja. Terasa kesegaran dua bahan ini berbeda antara yang langsung dipetik dengan yang di beli di pasar.

Tidak butuh waktu lama, jelang pukul 11 menu kuah manok Aceh sudah siap. Bu teukulah juga sudah ready. Sebelum makan kenduri prosesi berdoa pun dimulai. Yang berdoa pun dari berbagai unsur. Ada tokoh agama gampong, perempuan janda, anak yatim dan lainnya.

Sebagaimana telah disinggung di atas, menu kenduri ini sederhana sekali. Hanya nasi putih dengan kuah sie manoek. Sederhana di pendengaran, tapi tidak sederhana pada cita rasanya. Baik cita rasa alam sekitar tempat kenduri berlangsung, maupun cita rasa kuah sie manoek khas Aceh besar yang terkenal itu.

Ayam yang dipilih pada kenduri ini ayam muda sehat. Usianya ayam yang dipotong itu kalau kita ibaratkan manusia usia anak SMA. Dagingnya sangat lembut, kenyal, enak dan sangat memanjakan lidah.

Di tempat ini, tamu kenduri yang datang tidak dilayani secara khusus. Semua setara dengan piring makan dan porsi yang sama. Suasana keakraban dan ke syukuran terhadap segenap karunia Tuhan begitu terasa .

Semoga harapan masyarakat Lamsujen dikabulkan Tuhan. Durian banyak, buah lebat dan selamat sampai panen. []

Komentar Facebook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *