Zulhelmi dan Tantangan Mendekatkan Songket Aceh Sebagai Fashion Progresif untuk Semua Umur
THEACEHPOST.COM | Banda Aceh – Songket Aceh atau kain tenun tradisional Aceh sudah tersohor kemana-mana. Namun seperti kebanyakan kondisi usaha kain wastra lainnya, songket Aceh mulai kehilangan penerus.
Meski demikian, masih ada sejumlah anak-anak muda kreatif yang bertahan melestarikan songket Aceh. Salah satunya Zulhelmi, seorang pemuda di Kota Banda Aceh yang sudah menjadi pengrajin songket sejak tahun 2022. Zulhelmi bahkan mendirikan label usahanya sendiri dengan nama Tenun Kutaraja.
Tenun Kutaraja merupakan sebuah rumah produksi tenun yang beralamat di Desa Lambung, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Harga per lembar kain tenun buatan Zulhelmi berkisar antara Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu.
Zulhelmi menyampaikan, kondisi songket Aceh saat ini pengrajinnya sudah berkurang. Songket Aceh mulai kehilangan penerusnya sehingga wastra nusantara satu ini dikhawatirkan akan mengalami degradasi zaman, bahkan bisa menghilang di tengah masyarakat jika dibiarkan terus berlanjut.
“Songket Aceh merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan, sementara pengrajinnya mulai berkurang. Akibat situasinya seperti ini, saya menjadi tertantang untuk melestarikan wastra khas Aceh ini. Karena jika bukan kita yang melakukannya, siapa lagi ya kan,” ujar Zulhelmi, Banda Aceh, Rabu (10/7/2024).
Zulhelmi menambahkan, songket Aceh juga potensial untuk dijadikan bisnis usaha. Sebab dengan minimnya kompetitor yang ada, maka persaingan untuk merebut pelanggan yang banyak akan menjadi lebih mudah dilakukan, kemudian secara bisnis juga berpotensi lebih unggul.
Kendati kompetitornya sedikit, Zulhelmi tetap berupaya untuk menyajikan produk songket Aceh berkualitas premium ke masyarakat. Zulhelmi akan terus mengembangkan inovasi dan kreativitasnya ke dalam motif-motif kerajinan pada kain songket yang diproduksinya itu.
“Tujuan awal saya memulai usaha ini untuk merestorasi kain songket Aceh sebagai warisan leluhur dan mereformasinya sebagai busana fashion yang progresif untuk semua umur, maka quality control (pengendalian mutu) dari produk-produk kami inilah yang paling utama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Zulhelmi menjelaskan, dirinya termotivasi merintis usaha tenun songket Aceh karena ia percaya bahwa keahlian yang dimilikinya bisa membawa keberkahan bagi banyak orang. Tidak hanya untuk pecinta songket di Aceh, tetapi juga bagi anak-anak muda untuk diwadahi dan diberikan peluang kerja serta diberdayakan.
Saat ini, usahanya telah merekrut enam karyawan. Terdiri dari anak-anak muda yang memiliki rentang usia sekitar 18-26 tahun.
“Melalui usaha ini, saya ingin membuka lapangan pekerjaan, memberikan peluang bagi anak-anak muda kreatif untuk berkreasi,” ungkapnya.
Di sisi lain, Zulhelmi mengakui bahwa usaha produksi tenun songket yang dikelolanya itu telah memberi dampak yang cukup signifikan secara finansial maupun lainnya. Secara promosi kebudayaan, Zulhelmi juga berhasil merevitalisasi songket Aceh sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan.
Kendati demikian, ia berharap agar Pemerintah Aceh ikut membaurkan kain songket ke dalam aturan berpakaian dinas Aparatur Sipil Negara (ASN), sehingga dengan begitu partisipasi dari upaya pelestarian songket Aceh akan menjadi lebih maksimal.
“Kalau kita lihat Surat Edaran (SE) Gubernur Aceh pada hari-hari tertentu kan mewajibkan ASN untuk mengenakan batik sebagai seragam kedinasan, coba ini ditambah satu hari menjadi seragam dari songket Aceh,” tuturnya.
“Batik itu kan wastra dari Pulau Jawa, sementara wastra dari Pulau Sumatera itu songket. Jika Pemerintah Aceh bisa membuatkan aturan wajib berpakaian dinas dari kain songket minimal satu hari dalam seminggu, maka secara otomatis itu akan berdampak besar bagi kami pelaku usaha songket. Dengan semakin bertambahnya permintaan, maka pengrajinnya juga akan bertambah. Makin banyak pengrajin, lapangan pekerjaan akan terbuka lebar,” tambahnya.
Di sisi lain, Zulhelmi juga mengapresiasi kehadiran Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Diskop UKM) Aceh yang telah membersamai pelaku-pelaku UMKM seperti dirinya bisa terus berkembang di Aceh.
Menurutnya, kegiatan penguatan kapasitas pelaku UMKM seperti kegiatan pelatihan, seminar UMKM, hingga bantuan yang diberikan selama ini telah berdampak cukup positif untuk kelangsungan usahanya.
“Upaya pendampingan yang dilakukan Pemerintah Aceh melalui Diskop UKM Aceh selama ini cukup baik. Ada banyak sekali manfaat yang kita dapatkan seperti peningkatan kualitas, dari segi branding, kemudian dari segi produksi juga, karena kemarin kami diberikan bantuan berupa alat jahit yang membuat usaha produksi kami menjadi lebih maksimal,” pungkasnya. (Akhyar)
Baca berita The Aceh Post lainnya di Google News