Waspadai Penyebaran Virus Nipah!
Theacehpost.com | JAKARTA – Belum usai berperang melawan pandemi Covid-19, kini dunia dikhawatirkan dengan risiko dari virus Nipah (NiV).
Perusahaan farmasi pun belum terlalu siap untuk menghadapi virus baru itu sebab belum ada vaksin dan obatnya.
Virus Nipah memiliki tingkat kematian yang cukup tinggi, yakni 40 hingga 75 persen yang berpotensi menjadi risiko pandemi besar berikutnya.
Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation, yang berbasis di Belanda, Jayasree K Iyer menyoroti wabah virus Nipah di China.
“Virus Nipah adalah penyakit menular lain yang muncul dan menimbulkan kekhawatiran besar,” katanya dikutip laman The Guardian, Rabu, 27 Januari 2021.
“Nipah bisa meledak kapan saja. Pandemi berikutnya bisa jadi infeksi yang resisten terhadap obat,” ujarnya menambahkan.
Virus Nipah dapat menyebabkan masalah pernapasan yang parah dan ensefalitis, pembengkakan otak, dan memiliki angka kematian 40 persen hingga 75 persen, tergantung di mana wabah itu terjadi.
Kelelawar buah adalah inang alaminya. Wabah Nipah di Bangladesh dan India kemungkinan besar terkait dengan minum jus kurma.
Virus Nipah termasuk dalam 10 penyakit menular dari 16 penyakit yang diidentifikasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ke-16 penyakit itu memiliki risiko kesehatan masyarakat terbesar.
Penyakit-penyakit itu juga termasuk demam yang umum di sub-Sahara Afrika, serta Mers dan Sars. Sars dan Mers adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus korona dan memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi daripada Covid-19 tetapi tidak terlalu menular.
Masyarakat Diminta Waspada
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau semua pihak terkait agar mewaspadai potensi penyebaran virus nipah ke Indonesia dari hewan ternak babi di Malaysia.
“Indonesia harus selalu waspada terhadap potensi penularan virus nipah dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes, Didik Budijanto di Jakarta, Rabu, 27 Januari 2021.
Dia mengatakan, sampai saat ini, kejadian infeksi virus nipah belum pernah dilaporkan di Indonesia walaupun pada 1999 pernah terjadi wabah virus nipah yang menyebabkan kematian pada ternak babi dan manusia di semenanjung Malaysia.
Namun demikian, Indonesia harus selalu waspada terhadap potensi penularan virus tersebut dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah.
Hal itu karena dari beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kelelawar buah yang bergerak secara teratur dari semenanjung Malaysia ke Pulau Sumatra, khususnya Sumatra Utara yang berdekatan dengan Malaysia.
“Sehingga ada kemungkinan penyebaran virus nipah melalui kelelawar atau melalui perdagangan babi yang ilegal dari Malaysia ke Indonesia,” kata Didik.
Sebagai upaya antisipasi untuk mencegah penularan virus itu, pemerintah berupaya mencegah perdagangan ternak babi ilegal dari daerah yang terinfeksi.
Selain itu, menurut Didik, pemerintah juga melakukan prosedur pengetatan ekspor dan impor komoditas babi dan produk antara Indonesia dan Malaysia.
“Menurut Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia, pemerintah Indonesia hanya menerima kiriman yang disertai dengan sertifikat kesehatan dan dikeluarkan oleh Departemen Layanan Hewan Malaysia untuk menyatakan bahwa babi yang diekspor sehat,” katanya.
Di samping itu, dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis, termasuk virus nipah, Kemenkes juga melakukan pendekatan One Health.
Didik menegaskan, bukan hanya Kemenkes saja yang berperan, tetapi upaya pencegahan juga dilakukan secara terintegrasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup.
“Implementasi pendekatan One Health ini adalah salah satunya Integrasi Sistem Informasi Surveilens antara Kemenkes, Kementan, dan Kementerian LHK. Disamping itu juga melakukan kolaborasi dalam perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program pencegahan penanggulangan penyakit,” kata Didik. []